Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Disadari atau tidak, kita selalu membawa berbagai keyakinan dan asumsi filosofis dalam riset kita. Keyakinan semacam ini biasanya berkaitan dengan pandangan kita tentang jenis-jenis permasalahan yang butuh kita pelajari, apa saja pertanyaan-pertanyaan riset yang perlu kita sajikan, atau bagaimana kita melakukan pengumpulan data. (John W.Creswell, 2015:19).
Penelitian adalah sebuah proses yang dilakukan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.
Ketiga tahapan ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, sebaik apapun perencanaan kalau tidak dilaksanakan tidak ada artinya, begitu juga sebagus apapun pelaksanaan kalau tidak dilaporkan maka akan sia-sia.
Tidak ada yang lebih penting dari ketiganya, tetapi keterkaitan justru menjadi kekuatan sebuah penelitian, di sinilah salah satu ciri, maka penelitian itu adalah proses pengambilan keputusan secara ilmiah.
Pada tahap perencanaan, seseorang, kelompok atau institusi mempunyai visi, misi serta tujuan mengapa ia harus melakukan penelitian pada obyek dimaksud.
Ribuan bahkan jutaan masalah yang membutuhkan penelitian sebagai jalan keluar, tentu diperlukan mana yang terkait dengan visi seseorang, atau misi kelompok atau bahkan tujuan dari sebuah institusi.
Menyatunya antara ketiga hal di atas, menjadi latar belakang sehingga penelitian akan dilaksanakan, baru memulai sesuatu layak diteliti oleh peneliti atau tidak.
Jelaslah bahwa penelitian sangat dipengaruhi oleh paradigma keilmuan, sampai pada kepentingan, kini tinggal tergantung mana yang paling utama memberi kontribusi.
Tahapan pelaksanaan penelitian, adalah sistematika bagaimana kegiatan ini dilakukan agar efektif dan efisien.
Segala macam aturan, dari ketentuan yang normatif sampai pada fleksibilitas menjadi bagian penting untuk digunakan baik dari pengambilan data, analisis, bahkan sampai pertimbangan untuk kesimpulan.
Kadangkala bermacam varian disajikan untuk alternatif melakukan kegiatan penelitian dari sejak jenis penelitian, kuantitatif, kualitatif, mixing, riset dan pengembangan dan lainnya semuanya untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Namun faktor di luar seperti pembiayaan, ketenagaan dan tenggat waktu dijadikan alasan utama, maka efektif dan efisien terstandar sebagai dasar metodologis. Inilah kekeliruan yang sesungguhnya dalam proses penelitian.
Tahap terakhir adalah laporan penelitian, di mana tujuan penelitian dilakukan kemudian diperoleh hasil menjadi kesimpulan dan jadilah implikasi untuk segera direkomendasi.
Tidak ada artinya semua kegiatan penelitian apabila alur yang terakhir “rekomendasi” tidak menjadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan dalam kenyataan.
Segudang bahkan ribuan laporan penelitian, bukan merupakan alternatif pemecahan masalah, tetapi justru menjadi protokoler sebuah tradisi individu, kelompok atau institusi semata.
Kita lihat saja masalah di tengah masyarakat terus terjadi, penelitian di perguruan tinggi khususnya berbanding sama dengan jumlah warganya, bukankah idealnya masalah itu berkurang.
Alih-alih ingin menyelesaikan masalah justru protokoler penelitian di perguruan tinggi itu sendiri selalu menjadi masalah baru.
Hal ini disebabkan karena paradigma awalnya kehilangan visi, bukan untuk menyelesaikan dengan kekuatan rekomendasi, tetapi untuk laporan yang penting publikasi.
Kita disadarkan sekali lagi oleh Creswell agar selalu membawa satu dari berbagai keyakinan dan asumsi filosofis terhadap riset kita.
“Bila itu menjadi dasar keyakinan yang kuat, maka jenis-jenis permasalahan yang butuh kita pelajari dan kita teliti, akan lebih obyektif, dan mungkin sudah setengah menyelesaikan masalah.
Yakinlah kita tidak akan kehabisan masalah, apalagi kekurangan dana penelitian, karena ini bukan hanya tanggung jawab dosen peneliti, tetapi seluruh punggawa akademisi.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.