Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Suatu ketika Pak Marmuj menjelang libur panjang berbincang dengan gadis kecilnya, kesepakatan liburan kemana kira-kira memanfaatkan waktu ini. Berbagai usulan, banyak tujuan, namun waktu dan pembiayaan selalu menjadi pertimbangan untuk pengambilan keputusan.
Akhirnya Pak Marmuj dan gadis kecil sepakat mereka akan ke kota. Hari yang dinanti pun datang, setelah sarapan pagi bergegaslah Pak Marmuj, tetapi lebih awal lagi gadis kecilnya telah siap dengan bekal makanan dan sepatu kesayangannya siap berangkat ke kota.
Setelah menempuh perjalanan 45 menit, akhirnya mereka sampai di tempat keramaian tepatnya alun-alun kota. Inilah tempat di mana anak-anak memiliki ruang untuk bermain, segala fasilitas tersedia, apalagi jajanan di sepanjang jalan, tak terlewatkan setiap sudut ada tempat sampah dan juga papan spanduk tentang kebersihan.
Satu jam bermain, berkeliling alun-alun minum melepas dahaga semua telah dilakukan, akhirnya bermain di taman pun usai. Gadis kecil menarik tangan Pak Marmuj dan menyeberang jalan sampailah di pintu gerbang kantor Kota yang indah bertingkat.
Gadis kecil merengek ingin masuk, Pak Marmuj kebingungan. “Jangan Anakku, ini kantor tidak sembarangan orang boleh masuk”.
Sambil setengah tengadah ke langit, melihat tingginya pintu gerbang kantor kota yang jerejak besinya lebih besar dari lengan gadis kecil.
Gadis kecil tetap ingin masuk, Pak Marmuj mencoba menenangkan anaknya
“Nanti saja anakku, kita pulang saja dulu kapan-kapan kita main lagi”.
Apa yang terjadi, gadis kecil semakin penasaran ingin mengetahui apa isi kantor yang cantik dan bertingkat itu.
Pak Marmujpun dengan suara lembut menyampaikan pesan pada gadis kecil:
“Anakku, kantor itu namanya Kantor Wali Kota, yang bekerja dan di dalam itu adalah Pak Wali Kota yang berseragam, mereka semua pintar-pintar dan sekolah tinggi. Nanti ya bila anakku yang cantik sudah pintar bisa masuk ke dalam.
Tapi ingat…..
Kalau kau ingin masuk, maka harus belajar yang pintar seperti mereka,
Kalau kau ingin bekerja di dalam kau harus belajar duakali lebih pintar dari mereka,
Kalau kau ingin menjadi pemimpin atau bos atau wali kota di kantor kau harus tiga kali lebih pintar dari mereka”.
Gadis kecil diam, dan pulang dan sedikit kecewa tidak dapat masuk ke kantor kota.
Pintu gerbang yang tinggi lebih dua kali dari badan ayahnya, menjadi bayang-bayang halangan apakah itu untuk meraih cita dan harapan.
Gadis kecil setelah tamat SD di desa, mencoba memberanikan diri belajar di kota kecamatan, walaupun mengayuh sepeda setiap hari.
Gadis kecil setelah tamat dari SMP dan SMA berani mencoba masuk perguruan tinggi di ibu kota provinsi.
Akhirnya ia dapat menyelesaikan studi sampai doktor itu ibu kota negara.
Berkat belajar, dan usaha gigihnya ia fokus pada satu bidang tentang pemerintahan bahkan mendapatkan kehormatan sampai tiga kali mengunjungi mancanegara,
Kini ia menjadi konsultan di kantor kota dimana ia pernah ingin masuk dengan ayahnya.
Terjadwal untuk memberi masukan bagaimana mengembangkan tata kota, yang lebih ramah pada anak, kota yang lebih ramah terhadap difabel, utamanya kita yg dapat mengatasi kebanjiran di saat musim hujan, dan dingin saat musim panas.
Ketika masuk gerbang kantor, pintu telah terbuka dengan kawalan dua orang satpam, saat masuk ruangan semua dewan kota telah menanti ide, gagasan dan presentasenya.
Dengan konsep KOTA=Keluarga Orang Tua dan Anak, kini menjadi populer. Mungkin gadis kecil pernah membaca Edward L. Ullman dan Chauncy D. Harris, dua akademisi urban geografis dari Amerika Serikat, yang mendefinisikan kota sebagai ruang spesial yang ditujukan bagi pusat permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia.
Kehadiran kota menjadi perwujudan dari keunggulan manusia dalam mengekploitasi bumi. Hal ini tampak dari pertumbuhannya yang masif, cepat, dan luas.
Akhirnya kini kota di mana gadis kecil tinggal bersama orangtuanya Pak Marmuj maju pesat dengan tidak meninggalkan tata ruang untuk kenyamanan para orang tua, berkreasinya komunitas remaja, dan nyamannya bermain bagi seluruh anak-anak.
Dan kota tersebut mendapat penghargaan dari pemerintah sebagai kota terbesar ketiga di negara yang ramah terhadap warganya.
Gadis kecil teringat, bahwa belajar biasa adalah satu usaha, belajar lebih dari waktu yang ada adalah prestasi kedua, dan belajar tiga kali lipat dalam berusaha itulah sesungguhnya untuk menaklukkan gapaian cita-cita.
Pak Marmuj tidak sia-sia menghalangi gadis kecil untuk masuk gerbang kantor wali kota, tetapi ia mengajarkan bermainlah di taman, bekerjalah di kantor, belajarlah untuk menjadikan diri kita dapat menikmatinya.
Tiga hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; rutinitas pekerjaan harus diimbangi dengan istirahat, rileks atau wisata bersama anak untu keluarga.
Kedua; memberi pendidikan kepada anak, ada saatnya dengan ketegasan, ada waktunya dengan contoh teladan, tetapi niat untuk memberikan yang terbaik demi masa depan itulah yang utama.
Ketiga; membangun sebuah peradaban kota, harus selalu mempertimbangkan warganya, karena orang tua, remaja dan anak adalah penghuni yang ingin hidup nyaman. Maka merekalah sasaran utama untuk pembangunan sebuah kota yang didambakan seluruh warga.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah. Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber.
Cerita ini sangat bagus dan menginspirasi …buat kita untuk menddik dan memotivasi anakanak kita menggapai cita..untuk dapat hidup nyaman di masa depan.