Pak Marmuj sebagai seorang guru di Sekolah Dasar, seperti biasanya ia berangkat sebelum waktu. Karena sedikit terburu, pak Marmuj mengenakan kaos kaki, dan sepasang sepatu, kemudian menyandang tas ransel berisi segala perangkat pembelajaran.
Sampailah waktu pembelajaran ia memulai dengan satu kisah tentang dua tetangga yang berbeda keadaan tetapi silaturahmi tetap baik.
Tetangga pertama mempunyai anak berusia sekolah dasar, menjelang lebaran iapun ingin mengganti sepatu, tetapi orang tuanya tidak sanggup untuk membeli. Sebagai pengganti orang tua membelikan ia kaos kaki yang cukup lumayan cantik.
Tetapi anak tidak mau karena ia tetap menginginkan kaos kaki merk terkenal, di mana orang tuanya pun tidak familier dangan merek dagang kaos kaki tersebut.
Sampailah berbuka puasa, orang tua dengan kesabaran menawarkan pada anaknya,
Tetangga pertama:
“cukuplah dengan kaos kaki ini anakku, semoga bisa digunakan, kan kaos kaki sepatu masih bisa digunakan, mungkin tahun depan bisa kita beli kaos kaki merek kesayanganmu nak.
Anak: tidak ayah, saya mau kaos kaki bermerek terkenal.
Tetangga pertama:
ya sudahlah, mungkin tahun depan kita bisa beli.
Anak terus menangi bahkan meronta, suara keras anak, akhirnya mengusik tetangga kedua keluar rumah.
Tetangga kedua ternyata sedang asyik bermain dengan anaknya, mereka keluar bukan terganggu oleh cerita kaos kaki, menangis dan lembaran oleh tetangga pertama.
Tetangga kedua bahkan bukan menonton atau menegur anak tetangga pertama yang menangis, justru mereka bermain bersama dengan gembira dan bersenang.
Tetangga kedua memang dikenal dengan orang tua yang senang bermain tidak cukup di kamar tidur, di ruang tamu bahkan sampai beranda sesekali bermain di halaman.
Tetangga kedua:
Pak pak mengganggu, kami sedang bermain dengan anak ini, jadi sampai keluar mungkin mengganggu,
Tetangga pertama :
Oh bukan, kami yang justru minta maaf, karena anak kami masih menangis ada yang dimintanya. Maaf ya……
Tetangga pertama menyadari bahwa tetangga kedua justru bahagia, dilihatnya mereka bermain sambil tertawa menjelang akhir puasa, padahal tidak punya kaki sebelah.
Subhanalllah,
Anakku masih menangis untuk dibelikan kaos kaki baru, padahal tetangga tidak punya kaki satu tetapi ia tertawa mengakhiri Ramadan yang begitu syahdu.
Waktu berselang tetangga kedua bermain dengan anaknya, akhirnya mereka masuk ke rumah lagi sambil tertawa menunjukkan kebahagiaan bersama.
Sekali lagi tetangga pertama terdiam sejenak, ternyata bersamaan dengan diamnya anak setelah kelelahan meronta dan menangis, merekapun bersama masuk rumah juga.
Begitulah dua tetangga yang saling menjaga rasa, tidak ingin mengganggu apalagi karena masalah anak, mereka tetap menjaga kerukunan antarwarga.
Di akhir cerita Pak Marmuj pun menyimpulkan pelajaran dengan memberi penegasan:
Pak Marmuj:
anak-anakku sekalian, mari kita bersyukur dengan apa yang kita miliki, jangan menyusahkan orang lain, apalagi orang tua untuk hal yang kita inginkan. Belajarlah mensyukuri, dengan cara memanfaatkan apa yang sekarang kita miliki, bila kaus kaki masih bisa dipakai, maka bersih itulah pilihannya, tidak mesti ganti apalagi membeli yang baru.
Siswa: Pak apa memang bapak tidak punya kaus kaki ya pak.
Pak Marmuj : Hemmm… ada apa ya.
Sambil melihat kebawah, rupanya Pak Marmuj baru sadar ia hanya menggunakan satu kaus kaki saja, karena terburu-buru berangkat ke sekolah.
Akhirnya Pak Marmuj pun menjelaskan beberapa fungsi kaos kaki yakni:
a. Membuat kaki tetap hangat, b. Melindungi kaki dari lecet, c. Mencegah terjadinya infeksi, d. Menyerap kelembaban keringat, e. Mencegah retakan kaki, f. Membuat tidur lebih nyenyak, g. Pelengkap fashion dan gaya, dan h. Melindungi sepatu kamu. Itupun Pak Marmuj mengutip dari sebuah artikel sumbernya google.
Itulah kisah Pak Marmuj dan Kaos Kaki, ternyata banyak hal yang kita dapatkan dalam kehidupan ini, bahkan dari sebuah kaos kaki.
Tiga hal hikmah yang dapat diambil dari cerita ini adalah:
Pertama; ternyata keinginan itu berbeda jauh dengan kebutuhan. Keinginan adalah sesuatu yang kita inginkan tetapi belum tentu hal tersebut benar-benar kita butuhkan, apalagi kategori kebutuhan mendesak, kebutuhan primer dan lain sebagainya. Sementara itu keinginan adalah sesuatu yang kita harapkan menjadi bagian dari diri kita, walaupun hal tersebut bila tidak terjadi kita tetap dalam melanjutkan kehidupan. Karena memang keinginan tidak ada tingkatannya keinginan primer, sekunder, yang ada adalah keinginan pribadi, atau keinginan semu.
Kedua; mensyukuri adalah menerima apa yang kita miliki hari ini, saat ini dan di sini.
Ketiga; ada saatnya kita melihat orang lain agar lebih menyadari sesungguhnya yang kita miliki jauh lebih baik, tetapi dengan tidak membandingkan apalagi mencela kekurangan orang lain.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita mencari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber