Menjadi guru adalah pilihan hidup, memiliki keturunan adalah harapan menjadi penerus. Bersyukur Pak Marmuj mempunyai seorang anak yang kini telah menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi dimana Pak Marmuj dulu menimba ilmu tentang keguruan.
Kata orang, kata tetangga, kata siapa saja, tak terasa anak kuliah tahu-tahu sudah tamat dan wisuda, tetapi beda yang ada dalam hati Pak Marmuj, sangat terasa karena setiap semester bayar uang kuliah, setiap waktu selalu mengingatkan untuk belajar, dan lain sebagainya. Benar tidak terasa, karena bukan dia yang merasakan, dalam hati Pak Marmuj….. sedikit…… berbeda.
Sampailah pada acara wisuda sarjana, Pak Marmuj yang rindu dengan kampus almamater tempat beliau bersama rekan sewngkatan mungkin bisa jumpa, sebagian dosen mungkin masih diingatnya. Kampus yang dulu masih sederhana mungkin kini sudah mentereng dengan berbagai prestasi dan modern dalam penampilan atau bangunan paling tidak dari pintu gerbang.
Pak Marmuj sedikit berlinang air mata ketika menerima surat undangan wisuda anaknya akan berlangsung di kampus. Iapun tidak lupa membawa istri berangkat pagi-pagi beserta anak yang telah berpenampilan seragam topi dan toga untuk menuju gedung atau aula tempat wisuda yang sangat meriah untuk ukuran seorang guru Sekolah Dasar di pinggir kota.
Acara wisuda dimulai, kekhidmatan sepertinya larut dalam hati Pak Marmuj keceriaan wajah anaknya, sedikit dibalut dengan kenangan masa lalu Pak Marmuj menerawang ke masa silam yang sungguh dekat dengan harapannya.
Dulu aku kuliah dibsini, sekarang anakku sudah selesai kuliah juga disini, sungguh keinginan ku telah tercapai, itulah yang ada dalam perasaan Pak Marmuj sepanjang acara wisuda.
Namun ketika rektor memberi sambutan dengan wibawa dan suara tongkat padel men yang menghentikan seluruh aktivitas acara dimulai, Pak Marmuj terperangah dengan kalimat-kalimat yang dibacakan oleh pimpinan perguruan tinggi yang terhormat itu. Rektor menyampakan pesan-pesan seperti syair sebagai berikut:
Rektor:
Anak-anak kami para sarjana, magister doktor yang kami sayangi.
Hari ini adalah awal mulai saudara mengabdikan ilmu yang sebenarnya di tengah-tengah masyarakat, dari sanalah anda akan menemukan makna ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.
Anak-anak kami sekalian.
Ketika baru wisuda, seorang sarjana rasanya ingin mengubah dunia, dengan berbagai pembuktian teori skripsi yang baru saja dipertahankan. Ia semangat karena usia muda, bahkan memiliki berbagai organisasi dan jaringan dari daerah sampai ke pusat pemerintahan.
Ketika yudicium strata dua, seorang magister mulai menyadari bahwa ia harus fokus, ingin mengubah Indonesia, negeri yang ia yakini dapat diinisiasi melakukan hal-hal baru sesuai dengan tesis yang ia pertahankan. Ia mulai memiliki strategi, bagaimana cara menyampaikan ide dan gagasan lewat komunitas, LSM, atau kebijakan publik.
Ketika promosi strata tiga, seorang doktor semakin mengerti bahwa ia hanya dapat berteori dari mimbar kecil, niatnya untuk merubah satu institusi karena penelitian disertasinya terbukti efektif untuk satu lembaga, diharapkan dapat didefusikan ke lembaga lainnya.
Itulah ilmu pengetahuan, sarjana masih muda, magister sudah sebaya, doktor usia mulai menua, jangankan merubah apa yang ada di depannya, beradaptasi dengan keluargapun kadang ada masalah.
Intinya wahai anak-anakku yang sekarang diwisuda, sebelum kita merubah dunia yang depan mata, mari rubah dulu diri kita sendiri. Dengan cara inilah kita akan berkontribusi bersama membangun negeri.
Tepuk tangan riuh dari para hadirin membangunkan lamunan Pak Marmuj yang serius mendengarkan petuah rektor di kampusnya.
Tepuk tangan, penghormatan, lagu kebangsaan, bahkan pengabdian padamu negeri semua berlalu, kekhirmatan dan kemeriahan bersatu menggema dari aula kampus mengobarkan semangat wisuda untuk alumninya.
Sungguh Pak Marmuj dan istri seperti tak mau pulang mengenang betapa ilmu pengetahuan benar-benar ada di kampus, di perguruan tinggi menggelitik Pak Marmuj ini melanjutkan studi strata dua satu saat nanti.
Usai berfoto bersama anak dengan seragam toga, Pak Marmuj dan istripun akhirnya pulang ke rumah berniat syukuran dengan tetangga sebagai tanda berbagi kebahagiaan atas prestasi yang diraih anaknya selama kuliah.
Di tengah perjalanan antara kampus sampai ke rumah, Pak Marmuj teringat ketika ia belajar tentang perguruan tinggi bahwa; wisuda itu adalah peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara khidmat.
Wisuda dalam bahasa Inggris disebut “graduate”. Dilansir Grammarist, kata graduate berasal dari kata “gradus”, yakni dari bahasa Latin yang berarti langkah, mungkin langkah dari sarjana, magister ke doktor.
Mengapa wisuda pakai jubah atau toga? Menurut American Council on Education's Guide, jubah wisuda terinsiprasi dari pakaian cendekiawan abad 12. Jubah ini berfungsi untuk memperlihatkan status cendekiawan sekaligus sebagai penghangat tubuh di kala belajar.
Mengapa pula para wisudawan pakai topi toga? Topi wisuda yang awalnya adalah penutup kepala berwarna hitam atau cokelat, saat abad 12 dan 13 sering digunakan sebagai penghangat tubuh para cendekiawan.
Kata wisuda sendiri berasal dari bahasa Jawa, yakni kata “wisudha”. Kata “wisudha” memiliki arti sebagai sebuah pelantikan khusus bagi seseorang yang telah menyelesaikan pendidikannya.
Hahahaaaaa. Senyum sendiri, tertawa sendiri Pak Marmuj pun ketahuan rupanya baru buka Telepon selulernya baru saja searching dari mbah google di; https://www.idntimes.com/life/education/sierra-citra/asal-usul-sejarah-wisuda.
Hemmm. Itulah wisuda ya….. tak ada habis-habisnya orang belajar, lebih-lebih lagi tak ada henti-hentinya orang dinasehati, sudah sarjana masih diberi nasihat, sudah magister masih diingatkan, bahkan sudah doktor pun masih dinasihati…..
Syukurlah…. paling tidak ada photo yang dipajang di dinding tepat di depan pintu masuk gambar Pak Marmuj dan istri ditengah-tengah ada anak yang wisuda pakai Toga, kalau ditanya orang, bisa panjang saya menceritakannya……
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; belajar di perguruan tinggi adalah untuk menimba ilmu dan pengalaman serta memperluas wawasan dalam membentuk kepribadian yang lebih dewasa.
Kedua; ilmu yang sesungguhnya adalah ketika kita mempraktikkannya berbagai teori di tengah-tengah masyarakat menghadapi masalah dan mencari solusi untuk membantu memecahkan.
Ketiga; kita boleh saja berfikir global tetapi bertindak lokal itu yang utama, caranya dengan mengubah diri sendiri baru orang lain dimulai dari membentuk keluarga yang baik, masyarakat sekitar akhirnya untuk bangsa dan negara.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber