Pak Marmuj adalah guru madrasah yang tinggal di pinggir kota. Perjalanan dari rumah menuju sekolah tempat ia mengabdi melewati sungai besar, namun mengayuh sepeda adalah hal yang dilakukan sehari-hari. Pergi pagi pulang siang adalah rutinitas yang dilakukan sebagai panggilan tugas abdi negara.
Pak Marmuj seorang guru sederhana tetapi pengabdian dibuktikan tidak pernah absen mengajar walaupun banyak masalah apalagi hanya sekadar hambatan di jalan menuju sekolah.
Satu ketika daerah pinggir kota terjadi hujan lebat, mengakibatkan banjir. Hal ini memaksa Pak Marmuj yang selama ini mengendarai sepeda harus menggunakan jasa sampan.
Tak mengapa, pikir pak Marmuj, mengajar adalah bagian dari hidupku, di darat ada sepeda, di langit ada pesawat terbang, nah…. di sungai pasti ada sampan.
Selang beberapa waktu naik sepeda sebagian orang pulang ke rumah karena tidak dapat meneruskan perjalanan menuju kota untuk bekerja, berbeda dengan Pak Marmuj. Ia tetap berusaha supaya sampai ke sekolah. Tampak di pinggir sungai sampan penyeberangan cukup untuk dua orang.
Sepakat, akhirnya Pak Marmuj naik sampan dengan pengayuh Pak Sofyan.
Sampanpun mulai dikayuh, menyeberang derasnya arus sungai yang banjir, diam sejenak melihat luasnya pemandangan air yang begitu deras tak tahu kedalaman. Setelah sepertiga perjalanan menyeberang di tengah arus sungai, Pak Marmuj mencoba menenangkan diri dan membuka percakapan dengan Pak Sofyan.
Pak Marmuj:
“Pak Sofyan apa kamu bisa baca tulis?”
Pak Sofyan:
“Boro-boro bisa baca tulis pak, saya ini tidak makan sekolahan”
Pak Marmuj:
“Waduh Pak Sofyan di zaman gini, kalau kita tidak tahu baca tulis, maka setengah hidupmu dalam kerugian”
Pak Sofyan:
Apakah Pak Marmuj bisa berenang
Pak Marmuj:
Boro-boro belajar berenang, pak saya ini guru, sibuk membuat RPS, LKPD, Evaluasi ini lagi sibuk Merdeka Belajar dan Karakteristik Pelajar Pancasila lagi.
Pak Sofyan tahu bahwa sekarang pelajar harus belajar menggunakan hytec, hemmmm. Tapi kecuali mereka yang ingin jadi pelaut, atau jurusan pelayaran maka mereka harus belajar berenang.
Memangnya ada apa ya pak?
Pak Sofyan:
Hemmm. Gitu ya pak, jadi kalau mau jadi pelaut dan pelayaran baru belajar berenang ya pak. Jadi kalau ingin jadi pilot apakah mereka juga harus belajar terbang ya pak?
Pak Marmuj:
Ia pulak ya, ah ada-ada saja kamu pak Sofyan.
Pak Sofyan:
Maaf pak, sekali lagi maaf, kalau Pak Marmuj tidak bisa berenang, bapak tahu sampan kita ini sejak sepertiga perjalanan sungai tadi bocor, dan akan tenggelam, mungkin seluruh hidup Pak Marmuj bukan kerugian, tetapi semuanya musnah.
Pak Marmuj:
Yang benar saja pak Sofyan
Pak Sofyan:
Ya Pak Marmuj.
Benar saja sampan yang didayung menjelang sepertiga perjalanan penyeberangan sungai semakin dipenuhi air, akhirnya pun tenggelam, sampai kini kabar Pak Marmuj tidak diketahui mungkin beriring dengan surutnya sungai dalam semusim.
Sesampai di rumah pak Sofyan sempat menyelamatkan satu buku Pak Marmuj berjudul: berjudul Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas X yang disusun oleh H Aminudin, Harjan Syuhada (2021: 15), yang kira-kira isinya pesan untuk menghilangkan sifat sombong yakni;
pertama menerima bahwa ada kekurangan pada diri kita, kedua berteman dengan banyak orang, ketiga anggap diri setara dengan orang lain, dan keempat hindari kebiasaan menilai orang lain dari tampilan luarnya.
Pak Marmuj pun diam sejenak, seperti seharian bekerja yang dilaluinya sungguh penuh dengan hal-hal yang luar biasa.
Hari ini mungkin sungai dan sampan sudah jarang kita, lihat, tetapi pekerjaan membantu orang lain untuk sampai ke tujuan banyak kita temukan.
Semakin banyak jenis mata pencaharian, sesungguhnya semakin ramai orang membutuhkan kendaraan, maka lahirnya beragam profesi atau jenis pekerjaan.
Tiga hal yang dapat kita ambil hikmah dari cerita ini:
Pertama, kita harus mengenali profesi kita, kelebihan dan kelemahannya, pasti membutuhkan orang lain. Semua profesi di dunia ini tidak ada yang paling ideal atau unggul tetapi kolaborasi dengan profesi lain itulah yang utama.
Kedua, sombong adalah sifat dan sikap tidak baik, maka menghargai profesi orang lain, jangan sekali-kali membandingkan dengan diri sendiri, apalagi membanggakan.
Ketiga, bertanya untuk mendapatkan informasi itulah yang terbaik, tetapi menguji kedalaman pengetahuan seseorang mungkin salah instrumen mendapatkannya.
Kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita mencari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber.