Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Salah satu tantangan hukum terpenting yang dihadapi oleh masyarakat Muslim pada pergantian abad kedua puluh adalah reformasi hukum Islam atau syari`ah, yang tidak jarang menimbulkan kontroversi politik dan intelektual yang berkepanjangan. Islam sebagai agama adalah suatu sistem yang mewujudkan ajaran ilahiah yang paling mendasar yang mencakup semua aspek kehidupan baik teologi, hukum dan moral diperuntukkan bagi umat Muslim dari semua suku dan rasa pada semua ruang dan waktu. (Syahnan, 2018:1).
Bila diurut mana lebih tinggi hukum, politik, intelektual, teologi atau moral, jawabannya adalah pendidikan. Mengapa mesti pendidikan, karena pendidikan hukum menghasilkan para hakim dan pakar hukum.
Sementara itu pendidikan politik menghasilkan pengamat politik atau politikus, begitu juga intelektual sang pengamat atau pemerhati selalu didasari oleh pendidikan formal yang ia memiliki. Akhirnya teologi apa yang dianut seseorang menjadi ukuran apakah ia menjaga moral atau tidak.
Jelas pendidikan adalah salah satu penentu bagaimana hukum, politik, intelektual dan teologi berbekas pada seseorang apakah sekadar titel untuk strata formal, atau profesional ketika bersikap menghadapi keadaan.
Hari ini antara formal dan profesional memang tidak menyatu dalam keputusan kehidupan, tetapi mereka terus menciptakan budaya baru, bahkan memberi sumbangan terhadap peradaban.
Kalaulah alumni Fakultas Hukum semua menjadi ahli hukum, ini memberi legitimasi bahwa para olahragawan sang juara pasti dari fakultas olahraga, tentu jawabannya tidak. Ada ruang untuk mengembangkan pengetahuan formal ke ranah profesional, di mana mereka secara bebas berkreasi tentang menerapkan ilmu yang dimiliki selama ini.
Kepada para profesional kita harus angkat topi sebelah, mereka adalah orang yang hanya dengan satu teori, tetapi menerapkan dalam berbagai kesempatan.
Bahkan sebagian peluang mereka gonta ganti teori untuk menyelesaikannya, formula teori bukan hanya dari bangku kuliah mereka dapatkan, justru merekalah yang menciptakan teorinya sendiri.
Para profesional adalah mereka yang setiap saat menjadikan dunia nyata sebagai ilmu yang sesungguhnya, keadaan adalah hamparan masalah yang penuh tantangan, tetapi dengan satu kesempatan mereka justru mampu menjadikan peluang yang harus diselesaikan.
Logika di atas benar saja bahwa dunia nyata adalah das sein yang menjadi ladang bagi para lawyer, politisi, intelektual sejati, dan pebisnis, sementara ilmuwan yang berdiri dibalik kitab selalu membentengi diri dengan hal yang relatif permanen yakni das solen dalam bentuk teori, hukum.
Kapan ketemunya, biasanya ketika ada masalah di tengah-tengah masyarakat, benar saja sekali jumpa ada kontroversi membekas dan terus berlarut, tetapi biasanya melahirkan sintesa baru. Itulah ilmu yang sedang diuji, dan para profesional yang sedang berobsesi, keduanya sedang mencari solusi mana paling efektif.
Prof Syahnan mengingatkan kita, moral dan etika adalah nilai yang harus dijunjung dan dijadikan panglima, maka pendidikan yang mengusung moral adalah penting.
Pendidik inspiratif setuju bahwa bila moral dipraktikkan oleh para pendidiknya, maka akan melahirkan para profesional yang beretika, dari suku apa saja, agama apapun, bahkan sampai kapanpun.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.