Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Menggagas konsep pemikiran baru yaitu ESQ Model yang merupakan perangkat kerja dalam hal pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai rukun Iman dan rukun Islam, yang pada akhirnya akan menghasilkan manusia unggul di sektor emosi dan spiritual, yang mampu mengekplorasai dan menginternalisasi kekayaan ruhiyah dan jasadiyah dalam hidupnya. (Ari Ginanjar Agustian, 2001:lii)
Kesempurnaan manusia itu ada, tetapi gambaran dan karakteristik yang diciptakan selalu berubah bahkan progresif setiap saat. Siapa manusia paling sempurna?
Mereka adalah mereka yang memiliki kekayaan dan kemampuan mengendalikan apa yang mereka miliki, tetapi pihak lain menyatakan kesempurnaan adalah keluhuran pribadi yang dapat bermanfaat bagi sebanyak mungkin pada orang lain, bahkan makhluk lain, sampailah pada pandangan ketiga kesempurnaan manusia itu apa yang ada pada diri seseorang disyukuri dan didayagunakan untuk mengabdi kepada Sang Pemberi.
Mengukur kesempurnaan sudah ada sejak zaman dahulu kala, mengembangkan karakteristik dengan skala pengukuran salah satunya adalah Intelligence Quotion (IQ) yang digagas sejak awal abad 20. Jadilah orang yang ingin sempurna dengan cara kecerdasan otak kiri lewat pengukuran dan penguasaan; verbal, numerik, perceptual, spatial, secuential dan comeback merajai psikologi kepribadian.
Siapa yang paling tinggi nilai IQ maka dianggap signifikan terhadap kesuksesan dan akhirnya itulah rujukan kesempurnaan. Mungkin nama Habibi, Bill Gates, Frank Lampard mentereng menjadi idola atau referensi.
Golmen mencoba mencari antitesa terhadap pengukuran di atas, menurut beliau bahwa emosional dalam penelitiannya memberi kontribusi lebih dominan pada keberhasilan seseorang menuju kesempurnaan pribadi.
Awal 1980-an Emosional Quotion (EQ) menjadi rujukan para pengambil keputusan untuk menerima pribadi pribadi dalam sebuah komunitas, lembaga, perusahaan dan lain sebagainya. IQ dipertanyaan, Indeks Prestasi 4.0 tidak menjadi acuan dalam penerimaan pekerjaan, kecerdasan semakin luas bahkan multiple Intelligence menjadi popular.
Akhir tahun 1990 an Ari Ginanjar Agustian mencoba menawarkan konsep kesempurnaan manusia dari narasi agama. Asmaul Husnawa menjadi dasar bagaimana mengukur dan mengembangkan kepribadian manusia. Konsep Emosional Spiritual Quotion (ESQ) yang diusung berharap memiliki disiplin psikologi sendiri, walaupun belum diterima secara akademik, tetapi praktek melatihkan ISQ ke masyarakat berjalan bahkan massif.
Fenomena karakteristik kesempurnaan manusia memang terus berlanjut sampai kapanpun, siapa yang akan mencapainya, ternyata manusia itu tidak lebih adalah pencari kesempurnaan dengan definisi yang ada pada dirinya masing-masing.
Pendidik inspiratif bila mengamalkan rukun Iman, Islam dan Ikhsan secara konsisten, maka ia akan mendefinisikan kesempurnaan dirinya sendiri.
Kesempurnaan hidup adalah hamparan yang memberi kesempatan kita untuk mengenal dan mengendalikan diri kita agar hidup bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Pendidik inspiratif adalah orang yang mencari jalan pada hamparan kehidupan dunia pendidikan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.