Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Shalat ada yang dilakukan secara individu dan secara jemaah. Melalui shalat berjamaah dapat melahirkan perasaan kesamaan antarsesama hamba, memperkokoh barisan kesatuan dan persatuan, kesatuan pimpinan, dan mengarah kepada tujuan yang satu yaitu kemenangan dan kesuksesan hidup yang dinaungi ridha Allah. Dengan salat berjamaah akan menjadikan umat Islam saling mengenal antara satu dan lainnya, saling mengasihi, saling menolong dalam hal kebaikan dan takwa.(Sulidar, 2018;17).
Untuk mencapai satu tujuan maka diperlukan peralatan, lingkungan dan utamanya adalah niat yang kuat.
Bila racikan dari ketiga hal di atas ditata sedemikian rupa maka akan menghasilkan energi yang luar biasa, tetapi efektif dalam menyelesaikan setiap tahap kegiatan, efisiensi dalam pembiayaan akhirnya hasil tak pernah membohongi si empunya usaha.
Pernyataan di atas tidak lebih adalah gambaran bagaimana seorang yang memaknai shalat, apakah itu sebagai peralatan untuk mencapai tujuan hidup, atau menjadi lingkungan agar terhindar dari hal yang merusak tujuan hidup, tetapi mungkin saja shalat adalah persoalan niat untuk apa dilakukan apa memang ada kaitannya dengan kehidupan.
Kita setuju bahwa shalat adalah ibadah; dalam prosesnya boleh saja diskusi dilakukan agar kualitas shalat agar lebih baik dan lebih bermanfaat.
Dengan shalat seseorang akan mendapatkan ketenangan hidup, ini dapat saja dimaknai bahwa shalat sebagai alat atau media bagi individu agar ia mencapai satu tujuan.Seluruh perangkat shalat, bila direncanakan dengan baik, maka akan terlaksana sesuai dengan aturan.
Rencanakanlah shalat sunat dalam beberapa waktu, maka akan menjadi kebiasaan, dan akhirnya shalat sunat bukan lagi menjadi kewajiban tetapi justru menjadi kebutuhan menyatu dalam kehidupan seseorang.
Pada bagian lain individu yang berada pada lingkungan orang-orang yang shalat dengan yang tidak tentu berbeda keadaannya. Boleh jadi karena lingkungan terdiri dari orang-orang yang shalat, maka iapun ikut dan menjadi orang yang shalat.
Tidak ada alasan shalat karena lingkungan itu tidak diterima, tetapi justru hadirnya lingkungan menjadi penting agar yang dilakukan tidak menyalahi orang pada umumnya.
Bila kita berada pada lingkungan orang shalat, maka syukurilah, namun bila kita shalat di lingkungan orang-orang yang tidak shalat maka bukan sekadar bersabar tetapi menantang untuk merubah mereka, lahirlah kata jihad.
Tujuan hidup dapat saja dicapai dengan kebetulan atau usaha yang sungguh, di sisi lain apa yang dapat dilakukan maka niat yang kuat dan tekat yang bulat.
Ibadah shalat memang sesuatu yang luar biasa, bukan saja ketenangan hidup yang diperolehnya, tetapi rutinitas yang dilakukan memiliki makna berbeda satu dengan lainnya.
Bila orang shalat tahajud pada satu malam mungkin itu memberi ketenangan, tetapi tahajud di malam berikutnya ia akan mendapatkan nilai lain.
Jadi niat itu bukan menjadi sesuatu yang temporal tetapi menjadikan shalat adalah bagian dari kehidupan, maka tujuan hidup sudah tercapai walaupun masih sebahagian.
Pengalaman shalat sendiri itu baik, namun niat yang kuat shalat berjemaah itu adalah hal utama, dan setiap bersama pasti ada sesuatu yang diperoleh.
Berjemaah adalah sebuah lingkungan kini tinggal kita apakah ingin ikut atau tidak, niat yang kuat akan menjadi ukuran bagi kita. Maka benarlah bahwa shalat jangan dipahami hanya secara tekstual saja.
Dalam catatan lain, Sulidar pernah menulis bahwa jika Alquran dan al-Hadits dipahami secara tekstual saja akan terjadi kekakuan dalam bersikap dan berperilaku.
Namun jika alquran dan al-hadits dipahami secara tekstual dan kontekstual serta menggunakan metode pemahaman trandisipliner dalam bahasa yang dikenal di UINSU Medan adalah wahdatul ulum, maka suatu pandangan akan proporsional dan sesuai dengan apa yang dituju.
Pandangan itu mestilah holistik, integralistik dan komprehensif, jika digunakan pemahaman tersebut maka pandangan agama akan utuh, tidak sepenggal-sepenggal.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.