Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Profesionalisme guru adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan serta pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. (Hendri Fauza, 2019).
Latar belakang masalah selalu menjadi awal dari sebuah kegiatan, mengapa ini perlu dilakukan, karena mengetahui masalah secara baik dan benar itu berarti telah setengah menyelesaikannya.
Masalah pendidikan adalah adanya ketimpangan antara regulasi dan teori berjalan di atas linier sementara angka, data, fakta dan berita berada di lapangan tampil zigzag.
Seorang Hendri Fauza, selalu melihat hal ini bukan semata masalah tetapi justru peluang untuk kita lakukan sesuatu menjadi kegiatan, bisa saja proyek atau program.
Identifikasi dan tujuan serta kegunaan harus dicatat sedemikian rupa. Mengapa perlu identifikasi karena ini menunjukkan apakah kita mengenal lebih dalam masalah yang akan kita bahas atau tidak.
Dengan mengidentifikasi berarti mencermati, menelaah lebih jauh, sampailah membuat dan merujukan dengan jelas apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah pendidikan ini.
Semua tentu harus bermanfaat bagi siapa saja, pelaku dan pengguna pendidikan, terlebih pemangku kepentingan tentang perlunya masalah ini dipecahkan.
Pendidikan sangat terkait dengan masyarakat, dinas pendidikan, kementerian agama, sampai kepala sekolah, bahkan siswa di ujung sana.
Kajian teoritik tetap penting, karena kita bukan satu satunya orang yang membahas masalah ini, banyak orang telah mendahului, maka itu perlu dibaca sebagai perbandingan, pertimbangan dan kajian.
Teori itu perlu walaupun fakta di lapangan yang lebih menentukan, namun paling tidak kita telah mengetahui kemungkinan risiko apa yang akan terjadi, inilah logika dari sebuah hipotesis.
Metodologi sebagai sebuah langkah membimbing kita bagaimana menyelesaikan. Kita memiliki tenaga, waktu dan pembiayaan, atas dasar efektifitas dan efisiensi, maka diperlukan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah.
Metodologi mengajarkan kepada kita apapun yang kita lakukan harus tercatat dan dapat dipertanggungjawabkan sekecil apapun risiko yang akan terjadi.
Kita bertanggungjawab terhadap waktu yang kita gunakan, keterlibatan pihak lain yang kita undang, sampai pembiayaan dimanfaatkan, tetapi yang utama tanggung jawab pribadi sampai profesi.
Bentuk pelatihan, adalah sebuah pilihan, apapun masalahnya dapat diselesaikan dengan pelatihan yang bersifat pemberdayaan (empowering). Inilah jawaban dari masalah kependidikan, keguruan, persekolahan hari ini.
Seorang Hendri Fauza, kita kenal tak pernah lelah dengan berbagai program pelatihan, lewat lima lembar proposal maka jadilah sebuah kegiatan.
Bukan seremoni yang ia tuju atau harapkan, tetapi jauh dari itu memberikan layanan pada masalah pendidikan yang dihadapi saudara-saudara kita hari di lapangan.
Kita menyadari bahwa tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, bila pendidikan itu bermasalah maka menantang para pendidik untuk menyelesaikannya karena itu adalah tuntutan profesi bukan karena sekadar jabatan.
Dengan pelatihan sebagai sebuah pilihan, tentu pendidikan hari ini sebagian dapat diatasi, menunggu ribuan masalah lagi yang akan datang untuk dicermati dan dihadapi.
Profesionalisme guru dapat saja diartikan sebagai sebuah pelatihan tentang kondisi, arah, nilai, tujuan, agar dapat mengatasi masalah.
Seorang guru yang profesional, ia akan menjaga kualitas sebagai sebuah keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Dengan itulah ia layak dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.
Tulisan di atas terprovokasi oleh sistematika proposal, itulah yang kita kenal dari seorang dosen filsafat di fakultas tarbiyah, beliau sangat concern dengan pelatihan, kelembagaan dan terjun langsung kepada stakeholder untuk mencari solusi.
Sungguh 65 tahun usia beliau, sangat bermakna dalam perjuangan. Teruskanlah sebagai sebuah pengabdian di dunia pendidikan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.