Merupakan kewajiban bagi setiap cendekiawan muslim untuk menjelaskan hakikat risalah Muhammad saw, yang merupakan petunjuk rahmat bagi segenap alam semesta kepada umat Islam. Nabi saw, telah menjelaskan berbagai hukum dan ketentuan untuk menyelesaikan segala persoalan individu dan masyarakat secara mendasar. Ia tidak sekedar memberikan obat penenang untuk meringankan penderitaan sesaat tanpa mematikan bibit penyakit. Ikhtisar penyelesaian masalah kemiskinan secara tuntas selalu merujuk kepada sumber-sumber Islam yaitu Al qur`an dan hadits shahih disamping pendapat para imam dan ulama. (Yusuf Qardhawi,1995:12).
Apakah ajaran yang terdapat pada Al Qur`an masih relevan hari ini? Apakah masyarakat hari ini masih membutuhkan Al Qur`an sebagai pedoman hidup? Siapa yang bertanggungjawab terhadap penyelarasan ajaran Al Qur`an dalam kehidupan era modern hari ini?
Sungguh tiga pertanyaan ini selalu menjadi bagian penting dalam pembahasan baik pada tingkat diskusi ringan, setingkat mahasiswa terlebih bagi para ilmuwan.
Bila masih ada ruang diskusi itu artinya kita tidak menyakralkan sesuatu untuk dibahas, dikaji bahkan diinterpretasi saat ini.
Tetapi justru kejumudan akan hadir ketika orang menjadikan “pantang” “tabu” identik dengan absolut pada Al Qur`an dan akhirnya jadilah barang antik rongsokan atau sekedar pajangan bahkan pusaka untuk hanya sekadar warisan.
Qardhawi menantang bahwa semua umma Islam mempunyai kewajiban terlebih mereka yang menyatakan diri kelompok cendikiawan muslim untuk menjelaskan hakikat risalah Muhammad saw, agar dapat menjadi petunjuk rahmat bagi segenap alam semesta kepada umat Islam. Apakah lewat penelitian tak terbatas, lewat situs sejarah yang harus diungkap atau lainnya.
Secara induktif kita sendiri menjadikan sejarah Nabi SAW, adalah bukti nilai-nilai Al Qur`an itu dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini telah menjelaskan berbagai hukum dan ketentuan untuk menyelesaikan segala persoalan individu dan masyarakat secara mendasar pada zaman pertumbuhan, perkembangan bahkan kejayaan.
Tetapi justru nilai Al Qur`an sangat ampuh untuk mengatasi persoalan ketika ummat Islam mengatasi masalah baik masalah individu, terlebih masalah peradaban.
Betapa tidak setiap kajian dari nilai-nilai Al Qur`an melahirkan berbagai interpretasi yang multiguna, kekayaan tafsir dari para mufassir, filsafat Islam dari para filosof, bahkan bagaimana kerjaan dari para khalifah menjadikan nilai Al Qur`an tidak berhenti pada era tertentu, pada kawasan pinggiran, atau hanya pada episentrum timur tengah saja.
Inilah maka sekali lagi Qardhawi menjelaskan bahwa Al Qur`an tidak sekedar memberikan obat penenang untuk meringankan penderitaan sesaat tanpa mematikan bibit penyakit.
Di sisi lain ummat membutuhkan ajaran yang konsisten, apakah dengan peraturan, dengan kekuasaan atau dengan kebijakan yang tentunya didasarkan nilai-nilai Al Qur`an.
Ini dipandang perlu khususnya sebagai langkah sebelum ikhtisar penyelesaian masalah kemiskinan secara tuntas selalu merujuk kepada sumber-sumber Islam yaitu Al qur`an dan hadits shahih di samping pendapat para imam dan ulama.
Tidak ada yang tidak dapat diselesaikan bila semua ummat, ilmuwan, cendikiawan terlebih penguasa mempraktekkan Al Qur`an dalam kehidupan sehari-hari.
Dari kelas yang kecil, apakah pendidik inspiratif telah merencanakan pendidikan berdasarkan nilai Al Qur`an, apakah guru madrasah hanya sekadar mengajarkan sejarah Al Qur`an, sungguh pertanyaan ini lebih dahsyat daripada tiga masalah di awal pembahasan ini.
Untuk itu, mulailah jadikan Al Qur`an sebagai bagian dari kehidupan dari bangun tidur sampai tidur dan bangun lagi.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.