Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar yakni; (1) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli dan kerjasama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati, dan (9) toleransi cinta damai, dan persatuan. (Zubaedi, 2011:72).
Kata karakter sangat sarat dengan hal yang bersifat abstrak, tetapi kita berkeinginan dapat diterapkan oleh seorang, oleh masyarakat bahkan bangsa.
Maka kata Karakter Bangsa kadang menjadi bagian dari pembangunan nasional, ada istilah Character Building, dan entah apalagi istilah lain. Pokoknya berbicara tentang karakter sangat “sensi” baik dalam bidang pembangunan nasional, apalagi dalam pendidikan.
Apa yang ditulis oleh Zubaedi, sesungguhnya karakter itu sederhana, apalagi dapat diterapkan dari hal kecil. Di kelas pembelajaran contohnya, maka karakter itu dapat dilakukan dari apa saja yang mampu dilakukan oleh siswa baik sendiri, berkelompok, maupun bersama.
Bagaimana kita mencontohkan pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran di kelas:
1. Cinta kepada Allah adalah dengan memulai belajar mengucapkan doa, dan akhir dari kegiatan belajar juga menyerahkannya kepada Allah agar mendapat keberkahan lewat do`a.
2. Cinta kepada alam semesta beserta isinya adalah dengan cara memberlakukan semua benda secara efisien dan efektif, tidak berlebihan atau mubazir.
3. Tanggung jawab contohnya adalah melakukan sesuatu sesuai dengan aturan, dan apabila ada kesalahan, maka siap untuk diperbaiki sesuai dengan pedoman.
4. Disiplin, hadir tepat waktu masuk kelas, dan keluar kelas sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
5. Mandiri, melakukan kegiatan belajar dengan kesadaran sendiri, tidak mesti karena perintah, apalagi karena ada guru yang mengawasinya.
6. Jujur, adalah apa yang ada di pikirannya, itu juga yang dilakukannya sama ia menikmati dengan hati apa yang dirasakan dari pikiran dan tindakannya.
7. Hormat terhadap nilai yang dijunjung secara bersama. Seorang peserta didik yang sedang berpuasa, tidaklah ia akan mendapat cemooh, atau pandangan sinis bagi mereka yang tidak berpuasa, terlebih sebaliknya.
Tujuh hal kecil tersebut bila dilakukan dan diterapkan dari ruang-ruang kelas setiap sekolah maka dalam satu daerah akan menjadi gerakan secara nasional.
Jadi karakter itu bukanlah hal sulit dilakukan, tetapi sesungguhnya ada di sekitar kita.Kami ingin mencatat hal penting tentang satu karakter utama yakni kata “jujur”.
Dalam kegiatan di kelas memang seperti di atas tadi adalah apa yang ada di pikirannya, itu juga yang dilakukannya sama ia menikmati dengan hati apa yang dirasakan dari pikiran dan tindakannya.
Kita akan uji hal ini dengan dua hal yang dapat kita contohnya yakni; “jujur berbagi”, dan “jujur meminta”. Seseorang yang berbagi rezeki kepada orang lain ini dapat dikatakan jujur, sementara seseorang yang meminta pada orang lain cenderung tidak jujur. Apa alat ukurnya, sebagai berikut:
Jujur adalah sesuatu yang kita lakukan dari lubuk hati, kita senang melakukannya, dan menyukai orang lain melakukannya bahkan kita menyesal mengapa tidak melakukannya sejak dulu, akhirnya kita berharap atau mimpi akan melakukannya sampai kapanpun.
Apakah seorang anak yang berbagi rezeki senang melakukannya?, bila ada orang lain melakukan anak tersebut senang, sampai pertanyaan terakhir, apakah ia berharap sampai mati akan berusaha ingin berbagi pada orang lain? Bila itu benar, maka memberi adalah perbuatan jujur.
Sementara itu pula tentang meminta, apakah kita senang melihat orang lain meminta, apakah kita juga ingin sampai tua tetap meminta, bila memang tidak, maka perbuatan meminta bukanlah perbuatan jujur. Jelas, apalagi kegiatan seperti merokok apakah itu jujur atau tidak, menurut kami tidak perlu dijawab.
Sehebat siapapun para pecandu rokok bila ditanya apakah ia ingin anaknya merokok, hampir pasti jawabannya, tidak. Kita juga tahu pemilik pabrik rokok terbesar di negeri ini bukanlah seorang perokok.
Jadi jujur adalah sebuah karakter yang tidak jauh dalam kehidupan sehari-hari, dan mungkin kita laksanakan dari ruang kelas yang kecil, dari sekolah sampai masyarakat. Akhirnya benar karakter bukan saja sensi, tetapi justru memaknai jati diri.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.