Dalam ruang kelas hubungan antara guru dan murid dengan status dan peran mereka masing-masing membentuk suatu jaringan hubungan yang berpola. Pola jaringan hubungan antara guru dan murid akan memberikan dampak terhadap perilaku, kompetensi, kapital sosial budaya, dan keberhasilan peserta didik di masa yang akan datang. (Susanti, 2022: 30).
Satu orang guru berinteraksi dengan guru yang lain akan menghasilkan dua guru dengan cara berpikir yang mungkin saja sama, mungkin saja berbeda.
Satu orang siswa berkumpul dengan siswa yang lain akan menghasilkan diskusi mungkin saja hasilnya lebih baik dibanding siswa yang sendirian.
Satu orang guru dengan satu orang siswa, atau beberapa orang siswa pastilah berbeda cara berinteraksi, dan akan menghasilkan diskusi, pembelajaran yang lebih beragam.
Inilah yang disebut dengan pola jaringan antar warga belajar di satu kelas.
Pola jaringan pada dasarnya adalah hubungan atau interaksi antar warga belajar yang disengaja dalam satu kesempatan.
Sedikitnya ada tiga pola jaringan yang menjadi dasar dalam pembelajaran yakni sebagai berikut:
-Pola jaringan yang disengaja.
Pola ini adalah bentuk interaksi yang direncanakan sedemikian rupa oleh guru, tertulis dalam rencana pembelajaran, dipraktekkan dan dikembangkan oleh guru, serta menjadi bahan evaluasi keberhasilan belajar. Dengan di sengaja, berarti dapat direkayasa sesuai dengan kemampuan guru kepentingan pembelajaran tetapi yang utama sesuai dengan keadaan atau kebutuhan pesera didik.
-Pola jaringan yang tidak disengaja.Pola ini selalu terjadi di kelas, dimana siswa melakukan hubungan dengan siswa lainnya, atau guru secara tidak sadar melakukan interaksi dengan beberapa siswa. Tidak ada dalam perencanaan apalagi tertulis di rencana pembelajaran, namun diakui selalu dilakukan oleh warga belajar. Guru paling tidak haruslah menyadari apapun yang terjadi dikelas paling tidak harus bermanfaat untuk pendidikan, atau serendah-rendahnya bukan menjauh dari tujuan pembelajaran.
-Pola jaringan alami. Guru adalah manusia biasa, begitu juga dan siswa, pada dasarnya ingin berinteraksi atau berkomunikasi. Hal ini merupakan sifat alami, maka tidak selamanya atas dasar kepentingan, atau karena kegiatan pendidikan interaksi akan terjadi. Melihat anak yang lambat masuk kelas, naluri seorang guru akan menegur, atau mendengar apa masalah yang dihadapinya.Interaksi ini sekali lagi tidak ada dalam perencanaan pembelajaran, tetapi secara alami selalu berlangsung mungkin saja setiap pekan, setiap bulan dan lain sebagainya.
Bila ketiga pola interaksi dipahami secara baik dan benar, maka seorang guru akan memiliki kesempatan bagaimana memberdayakan seluruh warga belajar, semua kesempatan, serta berbagai peralatan menjadi menarik.
Artinya interaksi antara guru, siswa, waktu, tempat dan media adalah sebuah pola interaksi pembelajaran yang indah.
Teori orkestra dalam Quantum Teaching mengadopsi keragaman peserta didik yang harus diakomodir, memberdayakan seluruh potensi, lingkungan menjadi sebuah simponi yang teratur indah dan menarik.
Pembelajaran yang dimaksud oleh Eka Susanti tentu benar-benar bukan saja bersifat struktural harus terencana, tetapi alami dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Itulah sesungguhnya pola interaksi dalam kegiatan pembelajaran yang setiap saat terus berubah.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.