Bekerja, istirahat, makan dan bekerja lagi adalah rutinitas yang dilakukan oleh setiap orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bekerja di satu sisi adalah untuk mencari rezeki diperuntukkan memenuhi kebutuhan hidup atau menafkahi baik untuk diri sendiri maupun anggota keluarga yang menjadi tanggungjawabnya.
Istirahat adalah memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk memberi kebaikan pada diri sendiri agar memiliki nutrisi kesehatan, memulihkan kebugaran untuk dapat bekerja lagi.
Makan adalah memberi asupan yang diharapkan menstimuli atau melancarkan kerja organ biologi agar terus berfungsi dan akhirnya tetap hidup dan bertenaga. Ya….bekerja lagi, istirahat lagi…..lalu makan lagi……begitulah seterusnya.
Kapan harus bekerja, kapan pula harus istirahat, disaat mana kita juga harus makan, semuanya memiliki ritme yang unik, tetapi kita terus mengalaminya. Unik berarti kadang masing-masing individu berbeda, tetapi justru tujuannya sama. Selang waktu kita boleh bekerja sesuai dengan jam kantor, tetapi justru istirahat kebebasan individu mengebiri beberapa bagian kesempatan yang tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Bahkan ada yang makan di tengah jam kerja, ada pula yang istirahat untuk makan di kantin padahal itu jam kantor. Hem…..sungguh unik, tetapi mungkin saja niatnya sama. Sama-sama pekerjaan beres, makan enak, dan istirahat nyantai…..
Salah satu fenomena di pinggir kota, tampak di antara beberapa dosen ada yang bekerja membawa bekal makanan, bahkan ada yang membawa peralatan untuk istirahat. Kenyataan ini mungkin karena ia tetap memperhatikan kesehatan, kesempatan serta kedisiplinan.
Bekerja harus sehat, istirahat harus terjaga, dan makan harus dinikmati, ternyata beberapa dosen mengalami hal ini. Perbincangan di ruang dosen pun terjadi dari persoalan mahasiswa, nilai ujian sampai teknologi AI dan semuanyalah…..bahkan semaunya…..namanya juga diskusi para dosen. Di tengah perbincangan tersebut sampailah cerita tentang dosen yang membawa bekal makanan ke tempat kerja atau ke kampus.
Pak Sapri; ibu-ibu dosen sering kali saya lihat banyak bawa makanan, enak juga ya, bisa berbagi, apa itu tidak repot bu?
Bu Safnah; kami ini kan ibu-ibu ya makan, minum semua harus kami siapkan lah pak, namanya juga ibu rumah tangga yang juga bekerja.
Pak Sapri; oh….ya mungkin kalau kami kan bekerja juga sebagai kepala rumah tangga.
Bu Safnah; bagaimana pak, bapak-bapak ada juga yang sebagian membawa bekal makanan ke kampus, tetapi lebih banyak tidak membawa, mungkin setiap orang berbeda ya pak?
Pak Sapri; hem…. kami ini kelompok dosen yang senang membawa bekal makanan ke kampus bu, paling tidak ada tiga macam anggota kami, pertama tanda sayang istri kepada suami, kedua tanda sayang suami kepada istri, dan ketiga tanda adanya saling menyayangi antara suami dan istri.
Bu Suci; bapak ini kok cerita bekal makanan kaitannya dengan sayang-sayang apa maksudnya pak?
Pak Sapri; oh…..makan dari masakan istri tercinta adalah tanda sayang yang membawa berkah untuk keluarga……hem……(Pak Sapri sambil mencium tempat bekal makanan yang bau harum ternyata aroma pete).
Seketika satu ruangan dosen tertawa…hahahahahhahha.
Berselang kemudian jam istirahat siang dosen semakin rampai kumpul, bukan hanya cerita menjelang ujian semester sampai kepada kenaikan gaji tahun depan, ditimpali dengan rencana pemerintah mengurangi nol nol nol alias redenominasi. Namanya juga diskusi dosen…..
Perbincangan tentang bekal makanan terus dibahas, ditelusuri bahkan diinvestigasi……namanya juga diskusi dosen. Kali ini Pak Marmuj memberi pencerahan sedikit berbeda dari biasanya.
Pak Marmuj; memang banyak kesan ketika dosen membawa bekal makanan ke kampus, boleh jadi dia memang senang membawa, atau mungkin juga dia tidak bisa makan sembarangan di luar rumah, macamlah, namanya juga kesan.
Bu Safnah; Izin pak, sebenarnya kalau bapak-bapak dosen membawa makanan selagi itu tidak menganggu perkuliahan atau tugas utamanya berarti tidak ada masalah.
Pak Marmuj; oh….ya benar, tapi kita selalu mendengar tentang membawa bekal makanan ke tempat kerja seperti dosen ada pandangan minor. Paling tidak dari penelusuran saya beberapa tahun terkahir tapi ini tidak ada di meta data atau AI ya….ini murni pengamatan saya….
Pertama, sebagian dosen tidak mau membawa bekal karena repot sekali, belum lagi berangkat dari rumah pagi-pagi, sibuk, bawaan banyak laptop, berkas penelitian, pokoknya ribet lah….
Kedua, tidak menghidupkan kantin di kampus, maksudnya dosen sengaja tidak mau membawa bekal makanan karena ia ingin menghidupkan kantin, atau rumah makan di dalam dan sekitar kampus, ya…benar juga pandangan seperti ini.
Ketiga, pelit dasar memang pelit.
Ketujuh, memang dosen ada yang kadang makan kadang tidak makan.
Semua rekan dosen jadi hening, sampai-sampai ada juga dosen yang kadang makan kadang tidak sungguh miris, iba dan semua perasaan tertumpah, bertanya-tanya siapa gerangan dosen tersebut.
Dari perbincangan direspon dengan tertawa hahahaahhaha, kini hening saling memandang dirinya sendiri…… namanya juga diskusi dosen. Begitulah suasana ruang dosen, masuk kelas mengajar, mendidik dan melatih serta mengevaluasi, duduk di ruang dosen istirahat, makan dan berbincang semuanya bermakna untuk saling berbagai rasa. Semua disyukuri, tidak ada yang berlebihan antara satu dengan lainnya.
Diskusi tentang dosen membawa bekal akan terus menjadi bagian dari warna kebiasaan sebagian dosen, juga menjadi pemandangan yang berbeda, karena boleh jadi mahasiswa juga sebagian ada yang membawa bekal makanan. Berarti tak masalah pikir sebagian dosen. Oh….iya namanya juga diskusi dosen.
Ketika mau masuk kelas berikutnya bu Safnah menanyakan ke Pak Marmuj…
Bu Safnah ; Pak Marmuj dari tadi saya penasaran apa memang benar ada dosen yang kadang makan kadang tidak, siapa ya pak? Kan kita mungkin boleh beri santunan atau bagaimana ini pak. (mungkin hasrat hati ingin berbagi).
Pak Marmuj; hem….termasuk saya kadang-kadang bu..…
Bu Safnah terperangah; ah….yang benar pak…..
Pak Marmuj; tetapi itu ada dosen yang juga ustadz kita, dia satu hari makan satu hari tidak.
Bu Safnah semakin penasaran; siapa pak……
Pak Marmuj; hem….maksudnya satu hari satu makan kadang tidak, mereka itu puasa bu, ya biasa Puasa Senin Kamis, atau puasa Daud. Hem….
Pak Marmuj melangkah naik ke lantai dua seakan melarikan diri dari bu Safnah karena tidak ingin diberi santunan.
Hahahahhaha. Namanya juga diskusi dosen.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; rumah tangga adalah bagian dari tempat hidup seorang suami, istri dan anak, semua memiliki peran dan tanggung jawab, semua merasa istimewa karena saling memberikan yang terbaik untuk anggota lainnya.
Kedua; bekerja, istirahat dan makan adalah rutinitas yang harus diperhatikan, setiap orang membutuhkannya, namun ritme melakukannya memang unik berbeda setiap individu. Saling mengerti dan menghargai perbedaan adalah luar baisa.
Ketiga; membawa bekal makanan ke tempat kerja memiliki makna yang sangat ragam, tinggal bagaimana kita mempersepsikannya. Tidak ada yang sia-sia dalam setiap tindakan, maka ketika membawa bekal makanan pasti bukan sekedar pindah tempat untuk menyantap, ada makna lain yang dirahasiakan dari kata keberkahan.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita mencari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber.



















