Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. (Lusiana Andriani Lubis, 2016:4).
Di berbagai penelitian, bahkan di sepanjang waktu karya akademik salah satu kesimpulan tentang komunikasi adalah lebih dari 70% hidup kita adalah untuk berkomunikasi.
Dari bangun tidur sampai tidur lagi, dari rumah kemudian keluar baik bekerja, sekolah, bertetangga semua dilakukan tidak terlepas dengan apa yang disebut komunikasi. Ini membuktikan bahwa komunikasi itu adalah bagian penting dalam kehidupan seseorang.
Seseorang yang hidup sendiri di rumah juga tetap melakukan komunikasi apakah dengan anggota keluarga, atau bahkan dengan orang lain lewat media sosial yang dibantu oleh teknologi. Lebih dari itu komunikasi ternyata juga dapat dilakukan dengan diri sendiri atau bahkan dengan Tuhan sebagai pencipta.
Dari sini kita mulai menyadari bahwa obyek, subyek semua yang ada di luar diri kita adalah bagian yang harus dimengerti dan dipahami agar komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Mengapa perlu memahami lebih luas tentang pihak lain tentang komunikasi ini, hal ini diawali bahwa kita adalah saling membutuhkan, dan juga memberikan apresiasi kepada mereka adalah bagian dari kehidupan kita.
Pihak lain tentu dipahami memiliki latar belakang yang berbeda, mempunyai kehidupan yang lain bahkan unik, atau bahkan mempunyai tujuan yang tidak sama.
Dari sini lahir apa yang disebut dengan komunikasi antar budaya yang tujuannya tidak lebih adalah untuk saling mengerti dan memahami antar sesama pihak yang berkomunikasi.
Prof Lusiana ahli dalam hal komunikasi antar budaya telah lama memahami hal ini, menurut beliau bahwa sedikitnya ada enam hal penting sebagai prinsip komunikasi antara budaya;
Pertama, komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. Ini mengawali pemahaman kita bahwa tidak semua orang yang ada di hadapan kita itu sama, baik latar belakang terlebih tujuan kita berjumpa.
Kedua, dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi. Budaya tercipta dari polarisasi antar individu, tetapi ketika komunikasi berlangsung otoritas individu tetap terjadi, bahkan kadang mewarnai.
Ketiga, gaya personal memengaruhi komunikasi antarpribadi. Dalam komunitas apapun, atau budaya apapun ternyata gaya adalah milik individu, hal ini menandai bahwa budaya sesungguhnya mewakili banyak individu, tetapi kadang individu tidak selamanya menggambarkan budaya yang melatarbelakanginya.
Keempat, komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian. Ternyata ada ikatan emosional bahkan etik dalam budaya, apalagi antar budaya. Demi menjaga marwah adat sebagai simbol budaya boleh jadi seseorang menjadi korban, atau dikorbankan.
Kelima, komunikasi berpusat pada kebudayaan. Hasil cipta, rasa dan karya manusia adalah kebudayaan, salah satu yang dilahirkan adalah komunikasi. Bayangkan santunnya budaya tertentu, kadang disalahartikan oleh budaya lain yang tetap mempertahankan gaya komunikasi blak-blakan, tembak langsung. Yang penting saling mengerti dan memahami tetapi yang utama tidak saling mencurigai apalagi menyinggung atau merencahkan.
Keenam, efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya. Kadang kita mempelajari budaya adalah bertujuan untuk mengerti, mendalami bahkan boleh jadi menaklukkan dalam arti positif. Komunikasi lewat bahasa, baik verbal maupun nonverbal selalu dijadikan alat agar kita mendapat simpati, atau bahkan perhatian lebih, tujuannya jelas ingin masuk dalam budaya lain.
Hem…benar juga kata Prof Lusiana Andriani Lubis, ternyata budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung.
Kini kita menyadari bahwa benar bila budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki.
Jadi bila kita bangun tidur maka berkomunikasilah dengan baik, karena itu akan menggambarkan diri sebagai individu, bahkan mewakili budaya sebagai identitas.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.



















