Bekerja, istirahat, berpenghasilan kemudian liburan mungkin ini salah satu siklus dalam kehidupan. Boleh jadi ada siklus yang berbeda, bekerja, bekerja, bekerja baru istirahat, ada pula istirahat, istirahat kemudian bekerja lagi. Namanya juga siklus ada yang pandai menikmati ada pula jadi beban, sehingga kadangkala menjadi bagian dari kehidupan bahkan melekat atau menempel pada wajah seseorang apa yang dikerjakan.
Kita selalu melihat wajah orang lain berbeda padahal sama usianya, ada pula berbeda masa kerja namun wajahnya tampak sama. Ada pula kejadian semua pekerja memiliki ekspresi wajah yang sama ketika mereka baru mendapat upah…. ya namanya juga bekerja.
Mungkin psikologi wajah terus mencari teori baru menjadikan antara bekerja, istirahat dan beban menjadi varian baru dalam tampilan wajah sebagai gambaran psikologi. Sungguh itulah manusia, itulah dunia tidak ada habisnya diceritakan, tidak batasnya untuk diberitakan, bahkan tak ada ujungnya untuk dilalui siapapun yang akan menyampaikan.
Pak Marmuj sendiri dan teman-teman sudah lama bekerja, sebagai pendidik boleh jadi dipahami sudah lama bekerja atau sebentar lagi pensiun. Sama dengan teman bekerja kadang tampak pada beban di wajah, ada pula yang tidak itu semua kembali pada bagaimana kita mempersepsi kerja dalam hidup ini. Diam juga bekerja, byar………seorang guru dikejutkan oleh tamu di ruang guru pada jam istirahat.
Peneliti (tamu); selama pagi pak. (sengaja memilih seorang guru yang wajahnya paling beda atau paling “mutu”).
Guru pertama; ya,….selamat pagi, ada apa.
Peneliti; apa kabar bapak, bapak sepertinya sudah lama menjadi guru, bagaimana pengalaman mengajar selama ini pak.
Guru pertama; ya anak zaman sekarang sudah sangat berbeda dengan anak zaman kita dulu.
Peneliti; bedanya dimana pak.
Guru pertama; anak zaman sekarang sudah mempunyai banyak guru, bukan hanya kita tetapi mereka telah berguru dengan gaget, dengan gawai, dengan HP, dengan komputer dan macam-macam lah. Sementara anak zaman kita dulu guru ya cuma satu yakni guru di sekolah.
Peneliti; ya, begitu lah pak. Oh ya..apakah guru paling senior di sekolah ini?
Guru pertama; tidak, ada yang lebih senior itu pak Pak Mardu.
Peneliti merasa terkejut padahal ia melihat guru pertama dengan wajah penuh beban tampak berusia telah menceritakan beda masa lalu dengan masa kini, ternyata ia bukan buku paling senior di sekolah ini.
Setelah mendapat penjelasan akhirnya peneliti menemukan guru Pak Mardu sedang berdiri di depan kelas, tidak menyia-nyiakan waktu penelitipun langsung menghampiri.
Peneliti; maaf apakah benar bapak pak Mardu?
Guru kedua (Pak Mardu); ya saya pak Mardu, ada apaya.
Peneliti; bolehkah kita sedikit cerita pak, ya…tentang guru dan pekerjaan, itu saja.
Guru kedua; ok, ini kan sebentar lagi hari guru, menurut saya zaman sudah banyak berubah, kalau dulu kita didatangi murid, sekarang kita yang mendatangi murid.
Peneliti; lho….mengapa demikian pak?
Guru kedua; ya, kalau dulu kita sebagai guru cukup datang ke sekolah sesuai dengan jadwal dan kita dapat menyampaikan pendidikan dari seluruh apa yang kita ketahui, dan kita alami.
Tapi sekarang justru kita yang mendatangi murid ada yang di kelas kita ajari, ada yang luar kita hampiri, ada pula yang di ruang khusus kita layani, belum lagi beban administrasi yang macam-macam.
Peneliti; memangnya tugas guru bukan di kelas saja ya pak?
Guru kedua; hem….tugas guru sekarang banyak di luar kelas, ini mungkin resiko guru sertifikasi, hem…..entahlah.(tampak guru kedua sambil menaikkan kedua bahunya).
Peneliti; maaf namanya bapak guru paling senior di sekolah ini?
Guru kedua; eh…maaf jugalah, saya bukan paling senior, tetapi ada yang paling senior lagi, itu dia namanya Pak Marmuj.
Peneliti menjadi bingung padahal sudah jumpa guru pertama tampak wajah penuh beban, ini lebih senior tampak pundak lebih berat, ini ada yang lebih senior lagi seperti apa gerangan.
Kembali ke ruang guru akhirnya peneliti seakan tidak percaya yang tadi duduk di sudut ruangan ternyata adalah guru paling senior di sekolah ini, peneliti mencoba mendekati.
Peneliti; apa kabar pak, apakah benar bapak Pak Marmuj?
Pak Marmuj; ya benar ada apa ya?
Peneliti; perkenalkan saya peneliti dari BRWG, mau bincang-bincang dengan bapak. Begini pak tadi sudah saya jumpai dua orang guru, katanya bapak guru paling senior di sekolah ini, tapi kok….saya lihat-lihat….
Pak Marmuj; ya ada apa, semua guru disini ada yang junior ada yang senior, memangnya?
Peneliti; begini pak sepertinya tidak ada hubungan antara guru senior dengan tampilan wajah, kami lihat bapak yang paling-paling dan paling senior wajah bapak seperti usia masih paruh baya. Jadi dua guru tadi kok tampak lebih…..hem…lebih “mutu”.
Pak Marmuj; Oh…itu, guru pertama memang dia sudah senior tapi saat selalu menceritakan telepon seluler, setiap ada yang baru ingin memiliki, akhirnya dia begitulah, diatur oleh teknologi.
Guru yang kedua dia selalu gila hormat, apa yang dipelajari, apa yang dimiliki merasa paling hebat, padahal zaman telah berubah.
Peneliti mengangguk-angguk memahami apa yang disampaikan oleh Pak Marmuj.
Pak Marmuj; kalau saya selalu menikmati apa yang saya miliki, dan yang penting kita sadar semua telah berubah, eh….tadi katanya dari BRWG itu apa artinya.
Peneliti; oh, itu artinya Badan Riset Wajah Guru….
Hahahahaha…..
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; Bekerja adalah bagian dari hidup, hiduplah untuk bekerja karena dengan bekerja kita akan mendapatkan kesehatan, kebahagiaan dan akhirnya keberkahan.
Kedua; jangan sekali-kali berfikir kita paling hebat dalam pekerjaan, karena sebelum kita ada pekerjaan itu sudah dilengkapi dengan masalah, bahkan ketika kita telah tiada pekerjaan tetap ada yang menyelesaikannya.
Ketiga; mensyukuri apa yang dimiliki dimulai dari lihat diri sendiri, menikmati apa yang ingin dilakukan dengan senang hati, semua pekerjaan pasti selesai, karena dalam hidup ini kita tidak sendiri.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber.



















