Menjadi aktivis zakat bukan sebatas menjadi pengurus, namun lebih dari itu, aktivis zakat adalah seorang “pemegang amanah Allah” sebagai amil, dan sekaligus amanah umat untuk memastikan tujuan zakat dapat diwujudkan. Tugas memberdayakan masyarakat yang faqir dan miskin menjadi masyarakat yang memiliki kemampuan untuk tegak dan berdiri di atas kaki sendiri. (Syuaibun,2020:43).
Tidak ada yang paling membahagiakan di hati ini kecuali kita dapat berbagi pada orang lain, apalagi yang kita lakukan adalah dari diri kita sendiri untuk orang di sekeliling kita.
Konsep berbagi memang menjadi penting dari sejak siapa yang mampu berbagi, kapan harus berbagi, dan apa yang harus dibagikan. Lebih luas dari hal ini berbagi ternyata bagian dari jiwa yang memiliki kelebihan sehingga ia mampu berbagi pada orang lain.
Dari sudut yang berbeda, tidak mesti memiliki kelebihan harta baru berbagi kepada mereka yang membutuhkan, tidak mesti meluangkan waktu untuk orang yang dikasihi baru melakukan kebersamaan, dan tidak pula menunggu diminta untuk berbagi disaat itu kita baru sadar mau memberi.
Sungguh dari niat yang tulus dari hati, membiasakan apa yang bisa diberi pada orang lain, maka berbagi harus tumbuh dari dalam diri mengingkap masalah, menerobos waktu bahkan melompati permintaan orang lain.
Dalam Islam konsep zakat diidentikkan dengan kepedulian untuk berbagi, walaupun benar terdapat aturan bahwa jumlah harta yang dimiliki (nisab dan haul) menjadi syarat untuk mengeluarkan, tetapi dasar untuk berbagi harus mengawali dari itu semua.
Syuaibun Manurung MA adalah sosok inspiratif yang telah lama menjadi aktivis zakat, ternyata ini bukan persoalan profesi atau pekerjaan tambahan semata.
Menurut beliau bahwa lebih dari itu menjadi aktivis zakat bahkan bukan sebatas menjadi pengurus, aktivis zakat adalah seorang “pemegang amanah Allah” sebagai amil, dan sekaligus amanah umat untuk memastikan tujuan zakat dapat diwujudkan.
Bila diawali dari niat yang ikhlas, maka pekerjaan menangani kepedulian untuk berbagi ternyata lebih dari apa yang kita bayangkan, bahkan kita diajak meleburkan diri bagian dari orang yang harus peduli zakat itu sendiri.
Tugas berikutnya dalam hal berbagi adalah memberdayakan masyarakat yang faqir dan miskin menjadi masyarakat yang memiliki kemampuan untuk tegak dan berdiri di atas kaki sendiri. Inilah sesungguhnya tugas utama dari aktivis zakat dalam masyarakat, dimana proses zakat adalah instrumen atau media untuk memberikan pemberdayaan yang lebih luas dari sekedar berbagi.
Mereka yang mendapatkan zakat bukan hanya untuk menerima dan menjadikan bagian dari para mustahik, tetapi merubah pola fikir dari penerima menjadi pemberi bahkan pembagi yang mandiri.
Kemandirian dalam hidup setelah mendapat bagian dari zakat adalah hal utama, maka keberlanjutan setelah mendapat zakat bukan untuk mendapat zakat tahun berikutnya, tetapi keluar dari zona untuk memberdayakan diri atau mandiri.
Ternyata bahagia itu sederhana, dapat berbagi pada orang lain, apalagi orang tersebut dapat mandiri tidak lagi menerima apa yang kita beri, itu artinya ia telah keluar dari zona ketergantungan dan menjadi berdikari.
Bahagia yang kita miliki setelah berbagi adalah memberi inspirasi bagi mereka yang mengikuti jejak kita yakni memberi kepada orang lain lagi untuk menularkan kebaikan.
Semangat berbagi tidak ada cerita untung rugi, tetapi keberkahan ketika kita telah melakukan tanpa disadari ada campur tangan Tuhan memberi jalan bahwa mendapatkan keberkahan dalam mengelola rezki.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.