Tetangga Pak Marmuj mengadakan syukuran di mana anaknya tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), pantaslah karena kesyukuran itu memang sebuah kebahagiaan. Sama-sama diketahui bahwa keberhasilan anak menyelesaikan studi adalah hal luar biasa bagi masyarakat saat ini apalagi tinggal di kampung, di balik itu sesungguhnya adalah juga keberhasilan orang tua mampu menyekolahkan anak sampai tingkat SMA.
Ketika mulai pendaftaran untuk masuk perguruan tinggi, orang tua sesungguhnya sudah tidak terpikirkan lagi, ya sudahlah bekerja saja. Namun anak yang telah memiliki teman, dan komunitas ketika SMA, ingin juga daftar kuliah.
Sampailah pada saat memilih ingin masuk fakultas apa, orang tua bingung, diajak diskusi, dari pertanyaan paling sederhana, fakultas itu apa ya? sampai kalau kuliah nanti bekerjanya di mana ya? Akhirnya orang tua dan anak pada satu sore mendatangi Pak Marmuj guru di pinggir kota.
Tetangga; Pak Marmuj, ini mau tanya-tanya karena anak saya ingin kuliah.
Pak Marmuj: oh…. boleh kita cerita-cerita saja dulu lah.
Tetangga; pak.. kuliah itu kan biayanya tinggi, katanya kalau di kampus negeri ada UKT yang juga tinggi, apa itu artinya Uang Kuliah Tinggi? Saya kan cuma bertani dan berternak, saya tidak sanggup, tetapi lebih tidak sanggup lagi anak saya berpisah dengan kami di rumah, dia sehari-harinya membantu menggembala sapi. Ingin kuliah di swasta yang dekat dengan rumah, tetapi biayanya tinggi, tak sangguplah kami pak.
Pak Marmuj; oh….begitu,, yang penting anaknya mau kuliah ya pak. Memangnya mau kuliah di fakultas apa ya ini, anaknya kan sudah tahu.
Tetangga; oh… kuliah itu pakai fakultas ya pak…..
Pak Marmuj: _&*NP^(%&EC)*(^IP
Pak Marmuj; Kalau ingin jadi ustaz maka masuklah ke fakultas dakwah dan komunikasi, nanti akan bekerja menjadi dai dan memberi penerangan atau membina masyarakat untuk jalan kebaikan.
Tetangga; jangan nak, ayah tidak mau kau menjadi orang yang bekerja sampai larut malam, ceramah ke sana dan kevtempat jauh, bahkan kadang tidak sama yang dibicarakan dengan yang dilakukan.
Pak Marmuj: tidak begitu, semua baik-baik saja.
Pak Marmuj; Kalau ingin jadi dokter maka masuklah ke fakultas kedokteran, nanti akan bekerja memeriksa dan mengobati orang sakit.
Tetangga; jangan anakku, ayah tidak mau kau bekerja dan mendapatkan uang dari sakitnya orang, jangan, sekali-kali jangan.
Pak Marmuj; oh… atau yang lain.
Pak Marmuj; Kalau ingin jadi hakim maka masuklah ke fakultas hukum, nanti akan membela kebenaran, dan memberi keadilan kepada yang bersalah.
Tetangga; oh yang ini juga jangan anakku, hakim ini satu kaki nya memang di surga, tetapi justru satu kakinya ada di neraka, jangan keluarga kita tidak ada yang demikian.
Pak Marmuj; Kalau ingin jadi guru maka masuklah ke fakultas tarbiyah dan keguruan, nanti akan menjadi pendidik dan memberdayakan masyarakat.
Tetangga; oh bolehlah,,, tetapi anakku, jadi guru uangnya sedikit mungkin tidak sebanding dengan biaya kuliahmu nanti.
Pak Marmuj; kalau ingin jadi saintic maka masuklah ke fakultas ilmu komputer, nanti akan menjadi brainware yang mampu merancang, mengembangkan, bahkan meng otak-atik isi komputer. (Pak Marmuj dengan wajah sedikit sewot…..)
Tetangga; ha…. itu komputer itu sepertinya bagus nanti kau bisa membeli semua yang kita inginkan lewat aplikasi. Seperti tetangga kita nak, dengan komputer itu dia bisa belanja-belanja online….. mungkin itu saja nak.
Pak Marmuj menjadi bingung, mau masuk fakultas apa ya pak anaknya.
Pak Marmuj; ya sudahlah, kita tanya atau serahkan kepada anaknya saja, kan dia juga sudah mengerti mau jadi apa kira-kira masa depannya.
Tetangga; terima kasih Pak Marmuj, mungkin kami akan diskusi dengan anak nanti di rumah, apakah tetap ingin kuliah atau tidak. Permisi ya pak, kami pulang dulu.
Waktu pulang sampai pintu gerbang pak Marmuj membisikkan kepada tetangga;,
Pak Marmuj; begini pak, ada tiga golongan orang yang tidak kuliah,
Yang pertama adalah golongan orang tua yang sanggup menyekolahkan anak, tetapi anaknya tidak sanggup belajar lagi.
Yang kedua adalah golongan orang tua yang tidak sanggup membiayai kuliah anak, tetapi anaknya siap dan sanggup belajar terus.
Yang ketiga adalah golongan orang gila, dia sendiri bingung apa itu kuliah.
Maka…..
Masuklah ke fakultas yang memiliki akreditasi, di mana dosennya memiliki kualifikasi tidak diragukan.
Sepanjang jalan dari kediaman Pak Marmuj sampai di rumahnya, tetangga melihat anaknya dengan penuh rasa haru, pikiran berkecamuk, tetapi tapak pada bibirnya tak satupun kata terucapkan, yang terlintas hanyalah; saya termasuk golongan yang mana ya….. golongan pertama, kedua atau…. jangan-jangan…..ah…entahlah….
Pak Marmuj di rumah baru teringat, ini mungkin akibat dulu kurikulum di SD sejak tahun 2002 kita memberlakukan pembelajaran tematik dengan menghilangkan mata pelajaran. Akhirnya kini anak dan orang tua tidak memiliki fokus atau kejuruan pilihan dalam ilmu yang akan ditekuninya. Atau justru sekarang adalah zaman yang membingungkan, bila dulu orang hanya berfikir kuliah atau tidak kuliah, kemudian, kuliah di kampus negeri atau di swasta, sekarang orang sudah memilih kuliah di perguruan tinggi terakreditasi unggul atau tidak unggul.
Atau bisa saja mungkin pilihannya adalah di perguruan tinggi konvensional, atau kuliah online saja. mungkin jangan-jangan…. ah….
Setelah beberapa bulan kemudian, Pak Marmuj bersama tetangga bakda shalat subuh berjama`ah, sempat menanyakan bagaimana anaknya sekarang apakah jadi kuliah atau tidak.
Pak Marmuj; hai pak, bagaimana kabar anak, apakah jadi kuliah, dimana?
Tetangga; anak saya di rumah saja, bahkan mengurung diri di kamar pada jam-jam tertentu, sesekali kadang ia bicara sendiri.
Pak Marmuj; Oh… itu adalah pilihan cerdas.
Tetangga; _(&*(*^&)*&%GH(PU*)&^
Pak Marmuj; Ternyata benar pak dia memilih kuliah yang dapat menjawab semua keinginan bapak dan dunia zaman now.
Tetangga; apa itu pak… saya jadi tambah bingung….
Pak Marmuj; dia kuliah di UICI.ac.id salah satu perguruan tinggi online yang menawarkan program studi milenial dengan tidak meninggalkan orang tuanya.
Bapak tahu UICI itu menciptakan platfom pendidikan berbasis komputer yang bersifat fully digitalized, yaitu Artivicial Intelligence Digital Simulator Teaching Learning System (AI DSTLS).
Sistem ini memungkinkan mahasiswa kuliah mana saja, kapan saja, dengan dan/atau tanpa koneksi internet. Ini sejalan dengan misi UICI untuk memberikan akses pendidikan kepada semua orang bahkan di daerah pelosok tanah air sekalipun.
Tetangga; wuahhhh, pantas pak sekarang anak saya rajin salat, sopan, malah dia pernah bilang sapi kita akan dibisniskan lewat online…. wuaahhhhh…luar biasa itu pak Marmuj.
Pak Marmuj; insya Allah dia akan menjadi orang yang diinginkan oleh kita semua, mari kita doakan, semoga semuanya berjalan lancar. Amin.
Pak Marmuj; biarlah dia kuliah, setelah dia belajar satu, dua dan tiga tahun dia akan menemukan jati dirinya sendiri, kelak profesi apapun insya Allah bila itu diniatkan dengan baik, maka akan mendapat keberkahan.
Tetangga; amin, amin, tetapi pak…..
Pak Marmuj; apalagi pak, bukan tidak banyak sekarang profesi dokter terapi ia lebih dikenal sebagai ustadz atau ceramah di youtube. Dokter Zaidul Akbar, atau dokter Aisah Dahlan itu contohnya.
Bukan tidak banyak pula alumni dari fakultas Dakwah justru menjadi musisi, sebutlah Wali Band.
Mungkin juga ada para dai yang kini menjadi Youtuber seperti ustaz Abdul Somad, Adi Hidayat. Atau juga da`i yang menjadi bisnismen seperti Yusuf Mansur.
Atau kuliah di fakultas teknik, malah sukses di dunia politik seperti Akbar Tanjung, dan lainnya banyak lagi lah….
Memang menurut Antonio Safi`i, bahwa Nabi Muhammad mengajarkan setiap kita dapat saja memiliki profesi apapun selagi itu untuk mengabdi kepada Allah. Semua profesi telah diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW.
Tetangga; kalau begitu kita besok syukuran lagi, ternyata anakku kuliah, dan jangan lupa Pak Marmuj datang ya pak ke rumah.
Pak Marmuj; hem…. yang itu saya setuju pak. ..hahahaha.
Hemmm. Memanglah Pak Marmuj memberi solusi untuk anak negeri.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; kuliah adalah belajar sampai tingkat perguruan tinggi, seorang mahasiswa yang lulus tes masuk kuliah, itu berarti telah disiapkan ia dapat menyelesaikan studi dalam waktu empat tahun. Kesiapan itu termasuk dalam hal belajar, kesiapan kesehatan, dan menghadapi berbagai masalah atau tantangan.
Kedua; orang tua yang akan menguliahkan anak, telah mempersiapkan diri untuk melepas anak agar ia memiliki dunia yang lain, yakni dunia akademis, penuh dengan dialektika apakah rasional, atau realisme. Jadi persoalan dukungan pembiayaan, adalah bagian kecil dari persiapan yang dilakukan orang tua.
Ketiga; hidup di zaman sekarang perkuliahan begitu mudah didapatkan, banyak pilihan, apakah itu sesuai dengan keinginan atau harapan. Dunia masa depan membutuhkan anak kita, maka persiapkan dengan kuliah di jurusan apapun itu yang pasti empat tahun kuliah dia akan menemukan sendiri di mana ia harus bekerja. Dan dari sana profesi akan menghampiri bersama kesuksesan pribadi.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber.