Bertetangga adalah bagian dari kehidupan di desa, ini menjadi suasana dimana hubungan antar warga menjadi akrab saling memberi, saling menerima satu dengan lainnya.
Suatu ketika ada tetangga Pak Marmuj yakni keluarga pak Marya hidup dengan ternak sapi. Setiap hari ia selalu menghitung-hitung berapa jumlah sapinya. Tahun demi tahun sapi terus bertambah, kadang kala ada yang dijual untuk pedaging, ada pula yang di jual untuk tukar tambah jadi pejantan dan lain sebagainya.
Pak Marya yang memiliki tiga anak kini sudah tua dan jatuh sakit. Beberapa waktu disaat sekarat Pak Marya sempat mengumpulkan ketiga anaknya untuk berwasiat. Semua anaknya berkumpul Pak Marya pun memberi wasiat dalam keadaan terbaring disaksikan seorang tetangga:
Pak Marya : Anak-anakku semua, bahwa saya meninggalkan kalian ilmu pengetahuan gunakanlah sebaik-baiknya untuk hidup di muka bumi ini.
Saya meninggalkan 17 ekor sapi bagi sesuai dengan kebutuhan;
Kau Marsa paling sulung dapat ½ bagian, kau Mardu juga dapat 1/3 bagian, sementara kau Marti sebagai anak bungsu dapat 1/9 bagian.
Ingat anak-anakku, sapi jangan di jual, jadikanlah itu untuk warisan yang dapat kalian kembangkan. Ingat bila sudah cukup ketika hari raya kurban maka kurbanlah.
Ingat sekali lagi anak-anakku jangan dijual kecuali untuk kebutuhan yang baik.
Tak lama kemudian Pak Marya pun meninggal dunia.
Suatu hari, dua hari tiga hari tujuh hari semua anak dalam keadaan berkabung. Dan setelahnya masing-masing kembali ke aktivitas semua. Setelah hari ke 19 kini ketiga anak pun tidak berlarut dalam kesedihan. Setelah 40 hari mereka mendiskusikan untuk membagi segera 17 ekor sapi sesuai wasiat ayahnya.
Pak Marsa mencoba membagi ½ x 17 hasilnya 8,5 namun karena ini sapi tidak mungkin untuk di bagi dua. Begitu juga dengan anak kedua, dan anak ketiga akhirnya mereka merasa kesulitan untuk membagi.
Anak kedua yakni Pak Mardu mengusulkan agar mereka memanggil ustadz ahli waris dari tokoh masyarakat yakni ustaz Marto.
Pak Marto pun mencoba memahami wasiat 17 ekor sapi, hasilnya nihil, bahkan ia mengusulkan agar sapinya ditahan sampai beranak pinak dulu. Tidak berhasil juga menyelesaikan wasiat ini.
Anak ketiga mengusulkan agar mereka mendatangi rumah Pak Marmuj yang kebetulan adalah tetangga sebelah rumah mereka.
Akhirnya mereka pun sepakat untuk datang berkunjung
Sebagai juru bicara disepakati anak ketiga yakni bang Marti.
Bang Marti : Assalamu`alaikum ada Pak Marmuj
Pak Marmuj : Waalaikumsalam, oh kalian rupahnya, silahkan masuk, silahkan duduk.
Bagaimana kabar kalian, hampir tak terasa ya…. sudah 40 hari orang tua kalian meninggal semoga ia diberi tempat yang sebaiknya di sisi Allah. Amin.
Seluruh anak almarhum pak Marya kompak, amiiiin.
Bang Marti : Begini Pak Marmuj kami datang kesini ada hasrat ingin minta tolong.
Pak Marmuj : apa itu cerita saja mungkin ada yang dapat saya bantu.
Bang Marti : Kami bertiga dulu sewaktu ayah sakit ada berwasiat tentang 17 ekor sapi dengan pembagian yang telah ditetapkan, !/2, 1/3 dan 1/9, sementara itu kami ingin segera membaginya, tetapi merasa kesulitan. Berkenan Pak Marmuj membantu memecahkan masalah ini.
Pak Marmuj : hem……..
Apa masih ada sapinya sekarang
Bang Marti : Ada Pak….. di belakang rumah kami…
Pak Marmuj : Kalau begitu kita langsung saja ke belakang, di tengah-tengah sapi itu kita bagi biar lebih nyata.
Bang Marti, Pak Marsa, dan Pak Mardu sepakat merekapun jalan ke belakang rumah bersama Pak Marmuj, sambil menunjukkan sapi-sapi yang akan dibagi.
Pak Marmuj : sebentar pastikan sapi kalian sebanyak 17 ekor kita hitung sama-sama ya….
(lantas semua menghitung bersama dan benar ada 17 ekor sapi), lalu Pak Marmuj pun membawa sapi yang ia miliki dari kandang belakang rumah.
Pak Marmuj : sekarang bila saya tambah maka semua sapi 17+1= 18 ekor, jelas ya.
: Ok kita mulai.
Anak Pertama Pak Marsa mendapat ½ dari 18 ekor sapi sama dengan 9 ekor, silahkan bawa pulang atau pisahkan.
Anak kedua Pak Mardu mendapat 1/3 dari 18 ekor sapi sama dengan 6 ekor, silahkan bawa pulang atau pisahkan.
Anak ketiga mendapat 1/9 dari 18 ekor sapi sama dengan 2 ekor, silahkan bawa pulang atau masukkan kandang.
Maka 9+6+2=17 ekor sapi telah dibawa pulang masing-masing atau dipisahkan dan ditandai sebagai miliknya.
Tinggallah satu ekor sapi dan ini memang milik Pak Marmuj.
Pak Marsa, Pak Mardu dan bang Marti terdiam……. bengong….. lho….. kok bisa…..
Pak Marmuj : Sudah apa lagi kan sudah kita bagi sesuai wasiat, dan tidak ada yang kurang sedikit pun.
Pak Marsa, Pak Mardu dan bang Marti…. bergegas menyalami Pak Marmuj seraya mengucapkan terima kasih….terimakasih…..terimakasih…..berkali-kali…..seperti tak nyata, atau….berfikir kok sesimpel itu.
Pak Marmuj : Ok ini sapi saya, saya bawa pulang, mudah-mudahan wasiat orang tua kalian sudah benar kita selesaikan, dan rawatlah dengan baik agar berguna bagi masa depan kalian.
Sampil pulang ia berbisik pada pak Marsa (anak pertama)
Pak Marmuj : Jangan lupa sebentar lagi hari raya Idul Adha, kalau ada rezeki ikutlah berqurban dengan tetangga.
Tidak begitu pasti, dan tidak ada suara yang terdengar, tetapi kepala Pak Marya tampak menganggu` angguk……. membuat dua adiknya penasan….
Inilah kisah dari tetangga yang mencoba mencari jalan keluar dari berbagai pihak, sejak profesional, ahli hukum dan lain sebagainya. Ternyata solusinya ada di tengah-tengah masyarakat kita sendiri bahkan tetangga yakni pada seorang guru di pinggir kota Pak Marmuj namanya.
Selesai.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, kalau tidak ada jalan keluar maka itu bukan masalah, maka hati-hati merumuskan bahwa apakah hal itu benar-benar sebuah masalah.
Kedua; mencari solusi dari satu masalah boleh saja menggunakan berbagai alternatif, karena pilihan-pilihan memberikan kita untuk kaya akan penyelesaian mana yang lebih efektif, simpel dan mungkin dilakukan. Namun semakin sederhana kita merumuskan masalah maka semakin simple cara menyelesaikannya.
Ketiga; dalam hidup ini satu ketika kita pasti menghadapi masalah, bukan untuk dihindari tetapi dicari jalan keluarnya. Setiap kita menghadapi masalah selalulah mencari solusi dengan sesama atau pada ahlinya, tetapi ikhtiar kepada Allah itu hal utama.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita mencari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber