Proses integrasi quantum agama dan sains harus memperhatikan empat prinsip. (1) berbasis pemahaman metafisik theistic, (2) prinsip teleologis dan fungsional, (3) perlu keterbukaan sains untuk sinergi dengan kitab suci, (4) perlu kesadaran untuk membaca teks suci dengan berbagai pendekatan dan metode. Empat prinsip ini berlaku untuk agama dan sains. Dengan demikian, agama harus terbuka dan berpikir ilmiah, sedang sains juga harus terbuka dan mendasarkan diri pada worldviews theistik. (Soleh, 2020:125).
Mengapa kita mesti memilih jenis pendidikan? Mungkin karena ada nilai lebih di satu fakultas, dan berbeda pula dengan fakultas lain, apakah karena persoalan akreditasi atau pembiayaan.
Mengapa kita mesti memilih satu program studi? Mungkin ada hubungannya dengan alamat profesi yang akan kita tuju satu saat nanti, keilmuan yang dikelola oleh program studi akan menawarkan epistimologi untuk menjawab dan eksis dimasa depan.
Pilihan akan tetap ada sampai kapanpun dimana kita bisa bingung atau pemenang karena pilihan itu adalah pertimbangan matang bukan sekedar acak jatuhnya dadu di atas meja.
Pemilihan studi di perguruan tinggi selalu menghadirkan dasar ilmu pengetahuan, kondisi lingkungan serta tuntutan masa depan. Kemampuan diri yang diukur dengan tes masuk sesungguhnya harus menyadari didalam pilihan kita diajak untuk mendiskusikan ilmu pengetahuan yang sarat dengan thesa, antithesa dan sintesa.
Salah satu yang terjadi hari ini adalah thesa agama selalu dihadapkan dengan antithesa sains begitu juga sebaliknya. Oleh Achmad Khudori Soleh, berupaya menjelaskan gejala saling mendekat dan terbuka dari agama dan sains inilah yang disebut integrasi quantum. Inilah tawaran konsep integrasi dari sebuah penelitian beliau.
Dalam perspektif yang ditawarkan bahwa; proses integrasi quantum agama dan sains yang peneliti usulkan harus memperhatikan empat prinsip yakni sebagai berikut:
Pertama, integrasi quantum harus berlandaskan worldview yang tidak materiastik. Worldview ini tidak hanya menuntut pandangan ontologis yang metafisis tetapi lebih dari itu adalah theistic, sehingga pandangan terhadap realitas menjadi lebih luas dan selaras dengan nafas keindahan semesta. Sistem kerja sains pernah mengakui ini sebelum menjadi sains modern yang bersifat materialistik.
Kedua, integrasi quantum tidak lepas dari tata nilai atau value. Sebaliknya, integrasi quantum harus berkaitan erat dengan value yang diajarkan dalam agama atau nilai-nilai universal yang dapat dipahami. Artinya, integrasi quantum tidak bebas nilai (no value free).
Ketiga, integrasi quantum menuntut adanya keterbukaan sains yang berlandaskan pada realitas (empirik) untuk menerima teks wahyu sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan darinya. Sains masa depan harus dapat bergandengan dengan wahyu sehingga tidak terjadi indepedensi atau bahkan kontras di antara keduanya.
Keempat, integrasi quantum meniscayakan adanya kesadaran dan keterbukaan dari umat Islam bahwa teks suci al-Qur'an harus dan akan dibaca dengan menggunakan berbagai pendekatan dan metode. Pada awalnya mungkin dapat menimbulkan shock, tetapi keragaman analisis ini pada saatnya akan bersinergi dengan sains, disamping dapat memacu perkembangan peradaban secara cepat.
Hari ini ratusan bahkan mungkin ribuan program studi memberi tawaran untuk dijadikan tujuan kuliah di perguruan tinggi, artinya kekayaan terhadap sains terus meningkat sebagai produk dari ilmu pengetahuan dan peradaban.
Dunia telah mengalami perubahan bandul orientasi kebudayaan dan peradaban dari materialisme di belahan barat, justru saling berbagi dengan spiritualisme dari belahan timur. Ini juga terasa di fakultas, di program studi bahkan dalam satu mata kuliah yang kita ajarkan di kelas.
Ternyata integrasi ilmu itu bukan hanya ada pada dunia yang jauh disana seperti di konferensi, seminar atau diskusi para ilmuan saja, tetapi ada di visi pembelajaran seorang pendidik.
Dosen dan guru di kelas juga memiliki kewenangan dan kuasa atas pilihan integrasi quantum sebagai salah satu tawaran keilmuan yang lebih beradab.
Ingat, seorang mahasiswa memilih program studi dalam satu fakultas bukan semata-mata untuk mencari pilihan kerja, tetapi penyelamat anak bangsa di masa depan sesuai dengan peran dan pengabdiannya.
Di sini kita percaya bahwa ketika mahasiswa diterima lulus pada satu program studi ternyata sekian persen pasti ada campur tangan Tuhan disana.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.