Para ulama yang peduli terhadap nasib keturunan ahli waris yang meninggal sebelum pewaris dikenal dengan istilah “patah titi” terlihat telah melakukan berbagai upaya advokasi untuk melindungi hak keturunan ahli waris yang telah telah meninggal mendahului pewaris tersebut. Sebagian dari mereka mengambil jalan wasiat wajibah berdasarkan pemikiran hukum Ibnu Hazm, sementara yang lain menjalankan metode penggantian ahli waris yang dikenal sebagai ahli waris pengganti. Metode yang kedua ini merupakan hal baru dalam hukum kewarisan Islam. (Hasan Matsum : 2017).
Hari ini manusia adalah penduduk utama di muka bumi, sebagai tuan rumah maka hamparan yang ada di bumi seluruhnya menjadi warisan yang tak ternilai diperuntukkan bagi manusia.
Lantas kita melihat sebagian manusia ada yang menerima warisan tersebut, ada yang ingin melebihi saudaranya untuk memiliki, dan ada pula dengan suka rela, seperti tidak peduli apa yang terjadi.
Dan bumi terus berputar, warisan terus terjadi, di tengah-tengah itulah sebagian ada yang menemukan masalah, bahkan bukan tidak jarang justru terjadi saling membunuh atau bahkan menghilangkan kelompok waris yang sah.
Itulah gambaran yang terjadi masa lalu, masa kini dan pasti bisa saja terjadi dimasa yang akan datang. warisan bukan hanya persoalan materi, tetapi menyangkut hukum dan peradaban.
Kajian tentang persoalan warisan dalam hukum Islam sesungguhnya telah jelas dan tegas bila dirujuk dari Al Qur`an dan Sunnah, kini tergantung bagaimana kita menjadikan generasi yang memiliki komitmen terhadap sumber rujukan tersebut.
Hasan Matsum beberapa tahun lalu telah menyadari, bahwa hukum waris ternyata selalu seiring dengan jalannya putaran bumi, di mana penduduk yang semakin bertambah, maka interpretasi terhadap hukum waris pun semakin kaya, tetapi juga semakin kompleks.
Menurut Hasan, bahwa para ulama yang peduli terhadap nasib keturunan ahli waris yang meninggal sebelum pewaris dikenal dengan istilah “patah titi” terlihat telah melakukan berbagai upaya advokasi untuk melindungi hak keturunan ahli waris yang telah telah meninggal mendahului pewaris tersebut.
Refleksi ini tentu bukan hanya pada sejarah, bisa saja ada dilingkungan kita, atau bahkan pada keluarga kita sendiri ketika menghadapi persoalan warisan keluarga.
Sebagian dari mereka mengambil jalan wasiat wajibah berdasarkan pemikiran hukum Ibnu Hazm, sementara yang lain menjalankan metode penggantian ahli waris yang dikenal sebagai ahli waris pengganti.
Analisis yang dilakukan oleh Ketua MUI Kota Medan ini menegaskan, bahwa metode yang kedua ini merupakan hal baru dalam hukum kewarisan Islam.
Oleh karenanya lembaga ahli waris pengganti banyak dikritik oleh mereka yang tidak setuju dengan lembaga tersebut, dengan alasan hak kewarisan ahli waris pengganti tidak memiliki dasar hukum secara syar'i.
Berdasarkan hal tersebut dirasa perlu untuk menemukan fondasi hukum lembaga ahli waris pengganti tersebut dalam kedua sumber hukum Islam, yaitu Alquran dan Hadits, sehingga memiliki dasar yang kuat dalam aplikasinya.
Jelas sekali, tantangan hari ini adalah menciptakan generasi yang mau mewarisi Al Qur`an bukan dari mushafnya, atau kemudahan teknologi aplikasinya, tetapi bagaimana nilai ajaran menjadi pengawal dalam setiap keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang penting persoalan warisan dalam kehidupan atau keluarga.
Kita diingatkan oleh Hasan Matsum sekali lagi bahwa; metode yang digunakan dalam penggalian dasar hukum ahli waris pengganti yaitu metode al-istiqra' al-ma'nawi asysyatibi dengan pendekatan normatif-teologis-yuridis yang kemudian dianalisis secara kualitatif-deduktif.
Dengan metode ini, bahwa ahli waris pengganti memiliki dasar hukum yang cukup kuat baik dari Alquran maupun Hadits.
Selesai. Dan sebenarnya memang tidak ada yang masalah dalam hal warisan, tetapi yang paling utama jangan sekali-kali kita wariskan masalah pada generasi anak cucu kita.
Warisan yang terbaik adalah ilmu pengetahuan yakni, upaya secara konsisten mencintai nilai-nilai Al Qur`an dan Sunnah agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dan akhirnya kita dapat menemukan hukum baru dengan narasi yang lebih terhormat yakni; indahnya berbagi warisan tidak terkotori oleh tangan-tangan peminta warisan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.