Jilbab bukan sekadar pakaian, tetapi juga harus dibarengi dengan akhlak yang baik, seperti menjaga lisan, tidak sombong, serta memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan hormat. Sebab, jilbab yang indah adalah yang disertai dengan hati dan perilaku yang mulia. (Gus Baha, 2025).
Puasa sudah, lebaran sudah, bermaafan sudah, sungguh inilah hari paling bahagia seakan kita semua adalah menjadi fitri suci tak punya noda apalagi dosa.
Balutan pakaian penghias tampilan kini menjadi pemandangan di rumah, di tempat keramaian termasuk di lingkungan kerja. Di sudut meja biasanya duduk manis seorang putri dengan jilbab pertanda ia adalah muslimah dengan karakter yang disiapkan untuk menjaga seluruh isi kantor di dalamnya.
Apakah semua yang berjilbab adalah berperilaku baik seperti pesan menutup aurat kepada siapa saja? Tak perlu bertanya, apalagi diragukan, karena putri kita berjilbab setelah memasuki usia dewasa itu berarti ia telah mempertimbangkan berbagai resiko dan tanggungjawab yang melekat di dalamnya.
Berbeda dengan anak TK atau RA mereka mungkin cantik karena peraturan sekolah harus mengenakan jilbab, tetapi itu adalah awal bagaimana ia mencintai budaya menutup aurat.
Pendidikan yang mengikutinya adalah memberi kebiasaan bahwa semua langkah dan pekerjaan, tata cara bergaul dan bertindak harus disesuaikan dengan jilbab di kepalanya.
Gus Baha memberi penegasan bahwa apabila putri kita mengenakan jilbab dengan hati yang baik dan benar, maka itulah jilbab yang indah diapakai kepala dan disertai dengan hati dan perilaku yang mulia.
Tetapi Gus Baha juga memberi cara untuk melakukan hal tersebut dengan cara menjadikan jilbab bukan sekadar pakaian, tetapi juga harus dibarengi dengan akhlak yang baik.
Akhlak akan tampak ketika kita berinteraksi dengan Tuhan, dengan orang lain, dan terlebih dengan diri sendiri. Tingkah laku nyata yang dicerminkan oleh jilbab di antaranya:
Pertama menjaga lisan. Yang penting dibicarakan, yang dibicarakan yang penting-penting, putri kita yang berbicara sedikit tetapi penuh makna adalah dalam rangka menjaga lisannya. Bahkan tidak bicara pada sembarang orang yang tidak dikenal, tetapi melayani dengan baik orang lain penuh tanggungjawab. Awali dengan salam, atau permisi, akhiri dengan salam serta terima kasih, itulah ciri lisan yang terjaga oleh jilbab.
Kedua tidak sombong. Memang ada harga jilbab puluhan ribu, tetapi ada juga yang sampai puluhan juta, mungkin karena tempat membelinya. Tetapi menjadikan seorang putri yang mengenakan jilbab bukan berarti ia harus berbeda kelas dengan saudara yang tidak mengenakan jilbab. Justru jilbab dapat dijadikan tali persaudaraan, saling berbagi kebaikan, bahkan ketika kita jumpa dengan putri siapa saja yang mengenakan jilbab maka menyejukkan.
Ketiga memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan hormat. Naluri perempuan menyayangi melebihi dari segala-galanya, disinilah letak kasih sayang dan hormat memberikan tempat pada putri kita yang berjilbab. Empat lelaki yang menjagamu untuk tetap mengenakan jilbab sebagai sebuah kehormatan yakni; ayahmu, saudara laki-lakimu, suamimu, dan anak laki-lakimu. Dan kami para laki-laki siap menyayangi empat putri yang mengenakan jilbab yakni; ibuku, saudara perempuanku, istriku dan anak perempuanku.
Di hari lebaran ini, gunakanlah jilbab wahai putri-putri kami semua, iringilah dengan kebaikan, hormat pada sesama, dan sayangi dirimu sebagai wanita kekasih Tuhan.
Tidak ada jilbab yang paling mahal di dunia ini, karena kemahalan sudah ada dibalik pesan moral yang tersemat para pemakainya.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.