Islam melaksanakan prinsip hak-hak manusiawi bagi wanita dan pria, Islam tidak menentang kesederajatan hak antara Wanita dan pria, tetapi menentang kesamaan hak bagi keduanya, Islam telah mengakhiri praktek memandang kaum Wanita secara merendahkan dan menghina, Al Qur`an telah menjaga keseimbangan dalam sejarah yang dituturkannya. (Mutahhari,1986:90).
Lihat kebunku penuh dengan bunga// ada yang putih dan ada yang merah// setiap hari kusiram semua// mawar melati semuanya indah// bapak pegang tongkat ibu pegang sapu// bapak naik pangkat ibu jadi guru.
Lagu tahun 1970-an itu sampai kini masih ada diingatan kita tentu kita yang sudah lahir tahun 1970-an. Tetapi hanya sebagian dari anak zaman sekarang untuk menyanyikannya, ataupun mungkin sudah tidak ada lagi di taman kanak-kanak.
Membuat stigma bapak naik pangkat dalam pekerjaannya, sementara ibu menjadi guru sebagai pekerjaan di luar rumah adalah hal yang terjadi di dunia nyata. Dilantunkan kepada anak yang masih belia dimana ia memperoleh gambaran seorang ayah adalah gagah benari dan perkasa berhasil naik pangkat.
Bersamaan itu ibu adalah mereka yang lembut menyayangi mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih dari itu melayani, dan memberi bantuan untuk belajar di sekolah.
Bila lagu ini dijadikan prektor tentang satu tuntutan profesi sejak tahun 1970-an mungkin sebagian hasilnya adalah terbukti di tahun 2000-an.
Dominasi para politikus atau pejabat yang memang banyak bapak-bapak sampai dibatasi agar perempuan sekian persen untuk duduk di kursi legislatif.
Sementara lembaga pendidikan tenaga kependidikan angka partisipasi atau mahasiswa yang tercatat rata-rata di atas 60 bahkan 70% adalah perempuan.
Apa yang mau diceritakan dalam hal ini? Semua antara bapak dan ibu yang bekerja itu tidak ada yang diskriminatif, dan terjadi berjalan sebagaimana adanya. Hak pria dan wanita tidak mesti mendapat keistimewaan pada pasal tertentu, mereka memperoleh kesempatan sesuai dengan kodratnya.
Islam melaksanakan prinsip hak-hak manusiawi bagi wanita dan pria, dan benarlah maka Islam tidak menentang kesederajatan hak antara wanita dan pria, tetapi menentang kesamaan hak bagi keduanya.
Yang mungkin kita khawatirkan justru karena dibuat aturan harus 30% perempuan menduduki satu posisi atau jabatan, adalah memaksa mereka yang belum mumpuni untuk menerima tanggungjawab diluar kemampuannya.
Ternyata berjalan alami itu lebih indah dari pada dipaksa oleh aturan yang terkesan melindungi.Islam telah mengakhiri praktek memandang kaum Wanita secara merendahkan dan menghina. Silahkan siapa saja berkarier, tetapi ingat rumah tangga dan keluarga itu juga mendapatkan hak untuk dilayani.
Bapak naik pangkat, ibu jadi guru, semua boleh bahagia, tidak mesti dengan pangkat keluarga akan bahagia, tidak mesti jadi guru generasi akan berkarya. Ternyata sejarah telah membuktikan keberkahan dari kerjasama keduanya adalah kunci dari segala-galanya.
Mungkin ini yang dicatat oleh Mutahhari; Al Qur`an telah menjaga keseimbangan dalam sejarah yang dituturkannya.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.