Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat. (Abdurrahman, 1993:10).
Kegiatan belajar dan mengajar atau disebut dengan pembelajaran perlu dikelola dengan baik, pengelolaan secara formal memang sebuah langkah sistematis dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan.
Namun ketika menghadapi masalah atau menghadapi keadaan yang berbeda, justru di sana diperlukan strategi, dan cara dalam menyelesaikan, dan itulah seninya mengelola pembelajaran.
Peserta didik memang harus dipandang utuh, jasmaniah, rohaniah, eksistensi dan segudang persoalan yang tersemat pada dirinya. Semakin detail kita mengenal peserta didik, maka semakin mudah kita mengidentifikasi semua yang terjadi dan mungkin akan terjadi pada anak.
Namun demikian terdapat beberapa aliran psikologi belajar yang membenarkan satu aspek saja dalam mengembangkan minat belajar siswa, mungkin ini hasil penelitian terbaru.
Walaupun demikian kita tidak mau menjadi anak terpecah, bila terdapat kemampuan pada satu bidang pastilah ada kelemahan pada bidang lain, ini artinya perlu pemahaman terhadap anak secara utuh.
Kita memang mengakui bahwa masing-masing anak memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Mungkin saja satu anak lebih cepat perkembangan dalam bidang kognitif, sementara anak yang lain akan cenderung cepat menangkap pada bidang seni, dan banyak lagi varian lain.
Boleh saja kita telusuri mungkin akibat dari gen dari keluarga mereka, atau lingkungan yang tercipta baik di rumah maupun kelompok di mana mereka bermain.
Di sinilah kita harus melihat secara utuh bagaimana anak dari sejak lahir, lingkungan bahkan kondisi hari ini yang menyertai pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tidak cukup ilmu pendidikan yang dilengkapi dengan penelitian untuk memahami anak secara lengkap. Maka psikologi dan bimbingan konseling selalu memberikan diagnosis dan sekaligus rekomendasi bagaimana mendampingi anak dalam belajar atau mengatasi masalah.
Saatnya guru berkolaborasi dengan profesi lain baik secara informal maupun formal hal ini perlu dilakukan oleh satuan pendidikan.
Jelaslah bahwa bila seorang guru konsentrasi kepada satu anak yang bermasalah, maka sangat disayangkan ia akan mengurangi waktu normal melayani siswa lainnya.
Alangkah sayangnya bila siswa yang menunggu untuk diberi dorongan terabaikan. 29 siswa dalam satu kelas bukan hanya melulu diberi layanan tentang kemajuan pendidikan, di antara mereka ada yang harus dibimbing mengatasi masalah, dibina untuk keluar dari masalah, dan diapresiasi untuk kemampuannya mengatasi masalah.
Reinforcement akan berhasil bila guru selalu berkomunikasi dengan orang tua, guru lain, terlebih guru bimbingan konseling dan mungkin saja siswa lain.
Guru inspiratif tidak kekurangan akal untuk menghadapi semua masalah dalam pendidikan dan pembelajaran.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.