Pendidikan sebagai pemegang peran dalam proses pengembangan baik secara kelembagaan, materi pendidikan, guru sebagai pelaksana pembelajaran, metode sarana, dan sebagainya dari seluruh aspek dan faktor pendukung proses pendidikan, haruslah dapat melihat secara cermat dan dapat membangun paradigma baru yang berupa pendidikan di era global yang sarat dengan tantangan sehingga dapat memberikan ruang baru terhadap beberapa peluang yang dapat memberi pandangan baru dan memberikan sumbangan terhadap berkembangnya dunia global. (Hidayat, 2016:273).
Paradigma dibangun atas dasar berbagai pemikiran besar tentang pendidikan seperti ideologi, filsafat dan psikologi. Ideologi pendidikan terlahir dari pikiran-pikiran yang arif dan bijaksana tentang praktik pendidikan suatu masyarakat.
Bagaimana memahami pentingnya pendidikan di suatu masyarakat, bagaimana proses yang dilakukan, serta apa tujuan dan manfaat bagi masyarakat melaksanakan pendidikan, maka lahirlah apa yang disebut filsafat.
Praktik sehari-hari dalam menghadapi berbagai persoalan maka pendidikan harus selalu menyesuaikan dengan keadaan, kondisi serta situasi seseorang, itulah yang disebut psikologi. Bila ditelusuri dari bawah maka psikologi banyak memberi kontribusi terhadap praktik baik tentang pendidikan.
Penelitian tentang anak, tentang belajar, tentang kesiapan belajar seseorang menghasilkan berbagai strategi yang dipertimbangkan seorang pendidik.
Hasil kajian ini bukan saja disajikan dalam bentuk jurnal untuk dibaca semua orang, tetapi lewat seminar dan workshop untuk ditindaklanjuti mengatasi masalah dalam waktu yang relatif singkat.
Filsafat dan psikologi jelas memiliki urutan yang kuat tentang pemikiran pendidikan, di mana secara terus menerus dikaji dari pengalaman seseorang, beberapa orang lahirlah penelitian-penelitian baru tentang praktik pendidikan.
Kajian ini dilakukan berulang-ulang untuk waktu yang lama, maka lahirlah filsafat pendidikan, sampai di sini pagelaran hasilnya dilakukan dalam bentuk simposium, kongres dan lain sebagainya. Akhirnya filsafat selalu memberi arah pada perubahan peraturan perundang-undangan mungkin saja satu dekade.
Filsafat yang dapat mewakili berbagai kepentingan dan untuk sandaran jangka yang lebih jauh adalah ideologi. Ideologi pendidikan digali dari bermacam bidang yang terkait dengan pendidikan, dari rentangan waktu yang lama, dari berbagai tempat dan bahkan mewakili antarzaman.
Sekali ideologi dirumuskan, maka akan dipertahankan dan justru zaman akan membuktikan apakah ideologi itu kuat atau tidak, pembuktian tersebut lewat penelitian, praktik di masyarakat dan bahkan tantangan tentang keadaan yang dialami selama ini.
Ideologi pendidikan Pancasila kini sedang diuji apakah mampu menghantarkan rakyat dan bangsa ini, bertahan atau tidak.
Dalam paradigma pendidikan tidak ada yang permanen, atau pasti apalagi diam dan dikultuskan, artinya paradigma pendidikan yang berakar dari hasil cipta, karya dan karsa manusia pastilah nisbi dan mungkin saja berubah.
Ideologi pendidikan selama ini menjadi rujukan bagaimana praktik pendidikan dilakukan, namun apakah ia sendiri tetap bertahan atau justru menjadi bagian dari perubahan itu sendiri.
Ideologi pendidikan harus selalu beriringan dengan filsafat yang dikembangkan, dan akhirnya apakah filsafat banyak memberi kemudahan bagi suatu bangsa atau tidak tampak dari lahirnya para pemikir pada zaman tersebut.
Kini antara ideologi dan filsafat banyak menjadi landasan dalam mengembangkan pendidikan, namun kita sadari di sisi yang lain praktik pendidikan terus berubah, berkembang bahkan progresif.
Kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi, banyak memengaruhi kegiatan pendidikan, sebagai contoh dulu guru adalah orang yang digugu dan ditiru, tetapi kini murid bukan menggugu dan meniru seorang guru saja.
Banyak sumber ilmu pengetahuan yang menjadi sokoguru, bahkan sumber ilmu. Filsafat bila tidak mengadaptasi tentang keadaan ini, maka akan tergerus, atau diam di kampus saja.
Penelitian tentang pendidikan yang terus memproduksi ratusan bahkan ribuan baik dalam bentuk naskah akademik seperti skripsi, tesis maupun disertasi, maupun diekspos dalam jurnal sesungguhnya lambat laun akan meniupkan angin untuk filsafat dan ideologi.
Inti dari cerita ini adalah filsafat dan ideologi yang mencoba mempertahankan diri tanpa turun ke lapangan melihat hasil penelitian atau kenyataan masyarakat, maka akan ditinggalkan orang.
Begitu juga dengan dosen, profesor serta pemangku kekuasaan yang mengawal ideologi dan politik pendidikan, bila ia tetap diam dan menjadi penjaga regulasi, maka akan berbeda jalan dengan apa yang terjadi.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.