Oleh : Dr Zunidar Sinaga MPd
Hari ini kita semua mencatatkan diri dan menjadi saksi bahwa pendidikan merupakan bagian penting untuk mewariskan, memelihara dan mengambil peran bagi pembangunan anak bangsa.
Tahun 2045 sudah tinggal 21 tahun lagi. Sebagian kita telah mempersiapkan baik dengan kurikulum, pembelajaran, maupun teknologi terlebih kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Betapa pentingnya peran guru di era modern saat ini. Ketika masyarakat telah berubah, di saat yang sama pemerintah memiliki tanggung jawab yang semakin berat, di tengah tengah itulah lahir perguruan tinggi ingin memberi satu solusi.
Kiprah STIT Al Ittihadiyah yang sampai saat ini fokus dalam upaya menciptakan guru yang berkualitas merupakan pilihan sangat tepat.
KEHILANGAN PERAN
Kita memang menyadari, bahwa guru di sisi lain seakan kehilangan peran.
Anak-anak kini lebih banyak waktu untuk bermain gadget, semua materi Pelajaran telah diambilalih oleh google, Artificial Intelligence, bahkan guru di kelas pun
Sebagian telah kehilangan ruh sebagai pendidik utama. Mungkin ini yang disebut era zaman kehilangan pesan.
Padahal, kita masih ingat orang tua tahun 1970 dan 1980-an mengajarkan kepada kita:
Rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh. Berakit rakit ke hulu berenang renang ke tepian, biar lambat asal selamat.
Kini, kata kata bijak itu seakan sudah hilang ditelan masa, terhapus oleh youtube, juga dihilangkan oleh tiktok, dan lain sebagainya.
Tetapi apakah guru atau calon guru yang ada di depan kita ini akan kehilangan peran, sungguh ini sebuah tantangan.
Pada 1962 yang lalu seorang ilmuwan Eropa Abraham Maslow pernah menyatakan:
Kita harus lebih banyak belajar tentang cara menanamkan kekuatan, harga diri, sikap berani karena benar, sikap tidak menyerah pada dominasi dan pemerasan, sikap tidak menyerah pada propaganda dan ketidakbenaran.
Yang benar itu benar, yang salah itu salah, membenarkan yang benar itu adalah ilmu pengetahuan dengan pembuktian. Sementara menyalahkan yang salah itu adalah konfirmasi dalam kehidupan nyata.
Membenarkan yang salah hampir sama dengan menyalahkan yang benar, maka mengetahui hakikat kebenaran dan kesalahan adalah hal penting dalam menuntut ilmu pengetahuan.
Guru dan pendidikan memang hari ini seperti di persimpangan jalan.
Pandangan berbeda muncul bahwa pendidikan bukan hanya pada anak, orang dewasa juga terus belajar untuk mendapatkan pengetahuan terlebih keterampilan, maka andragogi menjadi pilihan.
Pendekatan dan tujuan sudah bergeser, dari pemberian pembimbingan, tetapi lebih kepada pengarahan atau pemberdayaan (empowering), lembaga pelatihan banyak mengadopsi ini.
Di era yang lebih modern pendidikan diadopsi dari makna heutogogy, di mana kebutuhan belajar bukan karena usia, tetapi karena keadaan untuk mendapatkan sesuatu.
Belajar karena kesadaran tetapi tidak mau terikat dengan banyak yang bersifat formal maka belajar mandiri, terbebas aturan, waktu dan tempat menjadi pilihan itulah heutogogy yang memberikan kemerdekaan bagi si pembelajar.
Bagian lain muncul penyeimbang dengan apa yang disebut peerdagogy yang berasal dari kata peer atau sebaya, sekelompok atau komunitas tertentu.
Atas dasar kebutuhan kerja, keadaan psikologis, atau juga tuntutan situasi maka peerdagogy kini tumbuh dan berkembang di era milenial.
Pada varian yang terakhir pebelajar justru yang lebih kuasa menentukan kapan mereka harus belajar, kepada siapa mereka harus berguru, apa materi dan ukuran pencapaian semua dapat dipilih dan disesuaikan dengan kemampuan.
Harapan seseorang tentu dapat terjadi untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain. Kita mesti memiliki harapan, karena dengan itu pekerjaan akan dilanjutkan, apalagi kebenaran pasti akan ditemukan, baik cepat maupun lebih cepat dari yang diperhitungkan.
Harapan selalu tertuju pada generasi penerus, paling tidak harapan pada anak kita sendiri, kemudian anak didik, dan anak muda generasi bangsa.
Memberikan catatan bahwa kebenaran itu penting untuk menjadi bekal tentang masa depan ternyata bukan sekadar harapan, tetapi itulah hakikat dari tujuan pendidikan.
Akhirnya benar kegelisahan seorang Willem Iskandar dituliskan sebelum ia meninggal yakni; saat kita akan berpisah, Aku berpesan kepadamu, Jangan lupa mengingatkan anak, agar selalu mencari kebenaran.
Para guru wisudawan hari ini, mari kita saling mengingatkan dan menyadari bahwa ada saat berpisah dengan muridnya, tetapi ia harus mempersiapkan pesan tentang arti kehidupan.
Anak tak mesti mengingat guru setelah berpisah, tetapi pesan tentang mencari kebenaran dalam kehidupan itu yang lebih utama.
KEBERKAHAN ILMU
Akhirnya saya sampaikan satu hadits Rasulullah SAW : Jadilah kamu orang yang mengajar, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengar, atau orang yang mencintai ilmu pengetahuan, dan jangan jadi orang kelima, maka celaka dan masuk neraka.
Semua kita di sini pasti tidak mau celaka apalagi masuk neraka. Semua kita adalah orang yang mencintai ilmu pengetahuan terbukti dengan kehadiran di majelis ilmu pengetahuan seperti wisuda ini.
Semoga kita adalah orang yang mau saling mendengarkan, dan semua kita pasti tetap ingin belajar, dan saya berdoa semua kita yang ada di acara ini adalah orang yang mengajar, baik sebagai pendidik, pelatih, pemimpin maupun sebagai guru.
Insya Allah keberkahan ilmu kita akan terbukti dari semua pengabdian selama ini maupun yang akan datang. Aamiin ya rabbal alamin.(**)