Ketika musim libur sekolah, Pak Marmuj membawa murid-muridnya untuk berkemah di area kemping di luar kota, mungkin sekaligus menghilangkan kepenatan belajar selama satu tahun ajaran.
Memang merencanakan satu kegiatan diawali dari perencanaan setahun sebelumnya, tetapi yang penting adalah bagaimana mencari kebermanfaatan untuk kegiatan pendidikan atau pembinaan setelahnya.
Seperti biasa dalam rapat kelas ada yang mengusul ada pula yang menimpali, ada pihak yang membantah atau justru mengalihkan kegiatan lain. Tampak ketika seorang siswa mengusulkan untuk liburan ke pantai, ia dicaci bahkan dibantah oleh teman lain dengan alasan, muslim badai, laut mati dan lain sebagainya. Ada pula yang mengusulkan kita tidak perlu menginap, sementara yang lain minta harus kemping sepekan.
Tampaklah masing-masing individu siswa menonjolkan keakuannya.
Pak Marmuj pun memberi usul dan langsung disepakati mencari tempat sesuai dengan tujuan kegiatan, sedikit dingin tepatnya di Ladang Edukasi Sei Mencirim. Di luar kota tidak jauh dan terhindar dari macet dengan suasana pedesaan, sungguh kenyamanan menanti para pendatangnya.
Kegiatan berkemah memang dikemas sedemikian rupa, bukan hanya sekadar pindah tidur tetapi banyak hal yang dapat dijadikan momentum mengembangkan bakat dan kreasi. Dari hidup mandiri tentang membersihkan tempat tidur, makan berbagi, sarapan dengan satu tampan daun bersama. Sampai refleksi terhadap kehidupan keluarga.
Tujuan dari kemping memang dilakukan untuk memberikan pengalaman langsung bagi siswa bagaimana hidup di luar keluarga utama, dengan keluarga baru, jadi memang banyak hal yang didapatkan ketika kita mengikuti acara kemping ini.
Pak Marmuj mencoba mengemas acara kemping kali ini adalah untuk mengembangkan kepribadian yang lebih baik.
Sampai saat malam ketiga Pak Marmuj meminta seluruh peserta kemping dengan satu tenda untuk satu orang anak (bivak solo) sejak dari waktu ashar sampai tengah malam.
Wah….. ini pengalaman lain pikir anak-anak.
Briefing pertama dimulai:
Pak Marmuj; anak-anakku sekalian, kita akan melaksanakan bivak solo.
Murid: siap pak.
Pak Marmuj; anak anak ada beberapa tata tertib yang akan saya bacakan
Pertama; semua anak harus berada di tenda masing-masing mulai shalat ashar.
Kedua; setiap anak melakukan, masak, makan, minum dan tidur sendiri sampai waktu tengah malam.
Ketiga; kami siapkan tiga lembar kertas folio bergaris, silahkan tulis sesuai dengan format dalam kertas putih selama kegiatan berlangsung.
Dan keempat;
Setiap anak tidak dibenarkan berkomunikasi (bicara, saling mengunjungi) kepada siapa saja selama solo bivak.
Kelima; apabila ada yang melanggar peraturan di atas, maka akan diberi sangsi.
Terima kasih, jagalah kebersihan, dan kami akan memberi pengawasan selama berlangsungnya bivak solo.
Waktu shalat ashar pun tiba, dan semua peserta kemping sudah siap di tenda masing-masing. Ada yang sibuk membersihkan tenda, ada pula yang sendiri membaca buku, ada pula yang mempersiapkan makan dan lain sebagainya.
Ketika menjelang magrib, sebagian murid ada yang mulai menirukan suara hewan.
Menjelang malam, murid masuk ke tenda masing-masing, merenung, sebagian ada yang menulis, sebagian ada yang keluar. Ada yang mendadak azan di tendanya sendiri, dan banyak lagi ekspresi, atau kreasi dari murid-murid.
Ketika keluar jumpa dengan pengawas, murid ingin bicara tetapi pengawas buru-buru memberi isyarat tidak boleh
Tampak ada murid yang ingin minta tolong, tetapi ia terhalang oleh peraturan, akhirnya sedikit stress.
Sebagian lain ada murid yang ingin berkunjung kepada rekan akrabnya, tetapi ditegur oleh pengawas, akhirnya ia pulang lagi ke tendanya. Suasana memang hening, tetapi riuh dan berkecamuk berbagai hal ada di diri masing-masing peserta kemping kali ini.
Suara nyanyian solo terdengar satu persatu, ada pula yang bersiul di tengah malam, ada yang mengaji tak berhenti dan lain sebagainya. Itulah yang terjadi menghantarkan murid tertidur lelap, beberapa tenda ada yang terdengar suara tangisan lirih.
Mereka menuliskan tujuh hal yang pernah ia lakukan sebagai hal kebaikan, dan tujuh hal yang tidak baik dan ia menyesali. Tampak sebagian siswa menulis lebih dari tiga lembar, dan sebagian ada yang masih dua lembar.
Menjelang pukul 00 tepatnya 23.53 menit Pak Marmuj mengumpulkan kelompok murid muridnya untuk duduk melingkar membawa semua kertas yang ia bagikan sebelumnya.
Tepat waktunya pukul 00 Pak Marmuj pun memberi isyarat bahwa waktu diam untuk solo bivak telah selesai.
Lantas apa yang terjadi……
Semua murid dengan mata berkaca, berpelukan, menangis, dan ada yang terdiam.
Mulailah Pak Marmuj meminta satu persatu membacakan apa yang mereka tulis.
Kemudian merefleksikan apa yang mereka rasakan.
Murid: Saya baru tahu pak ternyata bicara itu penting, saya mau bicara tetapi tidak boleh, padalah saya mau minta tolong penting kali tadi.
Murid2: Saya baru tahu pak, kalau kita tidak boleh bicara ternyata kita bisa menulis untuk menyampaikan isi hati kita.
Murid3: Sakit pak, sendiri,………… kawan yang selama ini akrab, sepertinya sombong tak mau bicara, sakit sekali pak, sakitnya itu disini pak, sambil menunjukkan dadanya……
Pak Marmuj: sudah-sudah…..
Pengalaman kita baru 7 jam sendiri dengan sengaja tanpa bicara atau tidak bersama, ternyata penuh dengan makna ya….
Yang penting dari ini semua adalah; ternyata kita memang membutuhkan orang lain, kita tidak bisa hidup sendiri, walaupun kita mampu melakukannya.
Orang lain sama seperti kita saling membutuhkan, maka pelihara cara berhubungan, cara komunikasi, utamanya bicara. Bicaralah yang penting-penting, dan yang penting-penting baru bicarakan. Jangan sekali-kali menyinggung perasaan orang lain, karena kita memang membutuhkan siapa saja orang di sekeliling kita.
Pak Marmuj: Ok…. semua tulisan yang anak-anak buat tadi simpan dengan baik, pertahankan hal kebaikan, dan kurangi, bahkan buang jauh-jauh keburukan yang ada selama ini.
Penelitian membuktikan bahwa hampir 80,0% ketika manusia sadar ia melakukan bicara atau berkomunikasi dengan orang lain. Untuk itulah maka janganlah bicara sesuatu yang diulang-ulang, lakukanlah bila memang punya alasan yang tepat.
Tidak semua hal harus dibicarakan, karena pendidikan terbaik adalah tindakan, dan tauladan adalah contoh terbaik dalam mengajarkan apapun di atas bumi ini.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; setiap manusia memiiki kemampuan untuk berkomunikasi, dengan bicara, menulis, memberikan isyarat semua tumbuh dan berkembang menjadi bagian dari budaya. Maka peliharalah tata cara komunikasi kita dengan baik, agar tidak kehilangan kesempatan, dan jadikan lah itu bagian dari kehidupan yang sehat.
Kedua; manusia diciptakan salah satu tujuannya adalah untuk memberi kebaikan pada orang lain, maka bila hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan sengaja, adalah hal yang sangat menyakitkan. Artinya betapa senangnya orang yang diberi kesempatan untuk berbagi walau dengan saling berbagi, dengan cerita, apalagi bertolong-tolongan.
Ketiga; dengan bicara pada orang lain kita dapat melakukan kebaikan, tetapi bukan tidak jarang keburukan seperti ketersinggungan berujung pada perkelahian. Bicaralah yang memang diperlukan, bila perlu baru bicarakan.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber