Suatu ketika dalam perkuliahan Pak Marmuj menetapkan dalam Kartu Rencana Studi (KRS) sebuah mata kuliah yang ia senangi yakni Filsafat Ilmu. Pak Marmuj berharap dengan mata kuliah ini ia dapat menjadi ilmuan bukan tidak mungkin saya akan berdiskusi dengan filosof dunia, atau paling tidak saya mengenal atau mengerti buku-buku yang mereka tulis.
Terbayang oleh Pak Marmuj mata kuliah filsafat Ilmu, Homo Sapiens, Al Ghazali, Plato, sampai Sutan Takdir Alisyahbana, Fuad Hasan dan lain sebagainya. Memang mata kuliah Filsafat Ilmu rupanya telah lama diminati oleh Pak Marmuj sejak ia mulai gandung membaca buku.
Dalam pertemuan pertama:
Dosen : Mata Kuliah Filsafat Ilmu bertujuan mengembangkan cara berfikir yang radikal, universal dan sistematis.
Pak Marmuj : bagaimana caranya prof.
Dosen : anda semua harus rajin membaca, dan banyak membaca.
Pak Marmuj : berapa buku harus kami baca Prof.
Dosen : Boleh satu buku, boleh dua buku, atau lebih dari tiga buku.
Pak Marmuj : wah enak juga, boleh memilih.
Dosen : nanti kamu akan tahu artinya berdasarkan berapa buku yang kamu baca.
Pak Marmuj : Terima kasih Prof.
Pertemuan pertamapun selesai, masing-masing mahasiswa membawa fikiriannya, ada yang terbayang wah…. membaca satu buku saja, ada pula mencoba kalau bisa mencari dua buku, tetapi ada pula wah boro-boro tiga buku, satu saja sudah alhamdulillah. Dan macam lainnya.
Pertemuan kedua Pak Marmuj sudah menyiapkan buku tipis berjudul: System Thinking karya Jujun S.Suriasumantri, buku ini memang berhasa Inggeris, tetapi isinya penuh dengan referensi tentang dasar-dasar keilmuan.
Sejak saat itu Pak Marmuj telah memiliki dasar pengetahuan, setiap ia bicara selalu menyandarkan pendapatnya dengan buku tersebut. Sesekali ia sebut warna bukunya lila, penerbitnya Binacipta, dan seterusnya. Teman-teman Pak Marmuj pun sebagian merasa bangga punya teman telah tamat membaca buku. Pak Marmuj pun sedikit sombong dengan apa yang dibacanya.
Ketika Pak Marmuj diminta untuk membaca satu pendapat dari seorang ahli tentang filsafat, maka ia mencoba menjelaskan bahwa benar pengetahuan itu harus didasarkan logika, jadi kemampuan kita menganalisis dari berbagai teori itu yang menentukan. Bolehlah sedikit sombong, banyakpun boleh karena memang buku tersebut benar-benar menjadi senjata alas argumen. Ini lebih dikarenakan teman yang lain tidak membaca buku bandingan.
Pada pertemuan berikutnya profesor menyuruh Pak Marmuj membaca satu pendapat lain dari seorang lagi tentang filsafat empirisme, ia menelaah lebih jauh bahwa kebenaran itu didasarkan pada pengalaman langsung di lapangan, dari sejak fakta yang didapat, dianalisis kemudian dibuktikan lagi dilapangan.
Kini Pak Marmuj pun jadi bingung yang mana yang benar.
Akhirnya Pak Marmuj menemukan dan membaca buku Jujun S.Suriasumantri tentang Ilmu dalam Perspektif, yang isinya juga memberikan informasi bahwa ilmu pengetahuan dibangun atas dasar logika deduktif dan deduktif.
Apa yang terjadi Pak Marmuj mulai kegilaan membaca, lebih gila lagi, ia justru bingung. Membaca satu buku mungkin sedikit terarah dengan pengetahuan yang ia peroleh bahwa logika deduktif itu adalah penting untuk menelusuri filsafat sebagai induk ilmu. Kini ia membaca empirisme di mana ilmu harus berasal dari lapangan atau analisis fakta secara induktif, dan dibuktikan di lapangan lagi lewat fakta. Bingung…….
Tanpa diminta profesor Pak Marmuj terus mengeksplore buku-buku filsafat ilmu lainnya. Kini justru ia lebih penasaran pak marmuj menelusuri buku ketiga Jujun S Susriasumanteri berjudul Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, bahkan beliau masih ingat warna biru penerbit Sinar Harapan konon paling banyak dibajak di pinggir-pinggir kampus.
Pak Marmuj pun semakin kuat bahwa ternyata benar ilmu itu bukan dibangun dari deduktif dan induktif tetapi dari keduanya harus disatukan. Kebingungan sudah mulai berkurang.
Pak Marmuj teringat ada satu buku berjudul Kebangkitan Al Islam yang ditulis oleh Hidayat Nataatmadja, di bab Terakhir beliau menulis khusus untuk mengomentari buku Jujun tentang Filsafat Ilmu. Sungguh tulisan ini menjadi antithesa, bahkan antiklimaks dari apa yang digandrungi Pak Marmuj tentang Filsafat Ilmu……..
Sudah tiga buku, tambah satu buku justru tambah penasaran tentang Filsafat Ilmu yang tidak ada berhenti untuk diskusi, itulah yang ada dalam fikiran Pak Marmuj.
Pak Marmuj pun semakin kegilaan dan akhirnya ia membaca buku Jujun S.Suriasumantri yang keempat yakni Ilmu dalam Perspektif Moral Sosial dan Politik. Semakin nyatalah bahwa ilmu itu tidak ada artinya tanpa diterapkan di lapangan, bahkan harus bermanfaat untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Tiba pada pertemuan terakhir perkuliahan semua mahasiswa sudah siap menunggu kehadiaran dosen di kelas:
Dosen : Silahkan siapa yang ingin memberi refleksi dari buku yang dibaca.
Pak Marmuj : saya prof. Siap.
Dosen : ya silahkan…..
Pak Marmuj :
: saya semakin penasaran membaca buku lain Prof, sepertinya benar membaca satu buku kita hanya mendapatkan satu sudut pandangan tentang ilmu pengetahuan, ketika membaca dua buku sedikit sombong, tetapi justru menggiring untuk menjadi orang yang kebingungan. Ketika saya teruskan justru semakin penasaran tiga buku tidak cukup untuk membuat kesimpulan, dan akhirnya lebih dari beberapa buku saya harus melanjutkan bacaan.
Itulah Prof. Pengalaman dari tugas membaca buku yang diminta.
Dosen : ya berarti Pak Marmuj sudah mulai membaca….
Mata Kuliah Filsafat Ilmu ini memberi rasa penasaran, bahwa sebuah buku ternyata tidak akan berhenti atau membuat kesimpulan sendiri, tetapi menantang untuk terus menelaah lebih dalam itulah radikal. Anda tidak harus mengagumi seseorang, justru pertentangan pemikiran seperti Jujun S.Suriasumantri dan Hidayat Nataatmadja menunjukkan keuniversalan dalam mencari sumber pengetahuan. Membaca dari buku pertama sampai buku terakhir secara berurut itu lebih baik, dari pada membaca karena diminta dosen, apalagi hanya untuk sekedar menjawab soal ujian. Titik.
Pak Marmuj : Hem. 0inwqqnw3t7u70qinjjj3qhtn8h8oqy470qh6qr8owqrq5n8ojl
Perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu pun selesai.
Pak Marmuj dan membaca buku, memang bukan karena mengikuti perkuliahan, tetapi adalah karena kebutuhan dan kini telah menjadi habit.
Sesuatu akan sangat bermakna ketika kita mampu membacanya, lebih dari itu menerapkan apa isi bacaan, dengan cara yang bijaksana kita dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat dunia. Dan baca lagi apa yang terjadi setelahnya, tidak ada habisnya, antara dunia, fakta, bacaan, refleksi serta membaca lagi.
Mungkin keberkahan ilmu bagi orang yang menulis ada di balik sana, dan sama derajatnya dengan orang yang menerapkan bacaan tadi.
Pada catatan terakhir Pak Marmuj dengan menggunakan canvas menulis Quotes:
Bila anda membaca satu buku maka akan sombong.
Bila anda membaca dua buku mungkin akan bingung.
Maka bacalah lebih dari tiga buku semoga anda akan bijaksana.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; membaca adalah jendela dunia, bila kita ingin mengetahui isi dunia yang sesungguhnya terapkanlah apa yang kita baca.
Kedua; seluruh isi dunia dapat ditulis dan dijadikan buku, siapa saja dapat membacanya, kapan saja dapat menerapkannya, tetapi hati-hati jangan sekali-kali merekayasa sesuatu yang tidak pada tempatnya.
Ketiga; benarlah; membaca satu buku sombong, membaca dua buku bingung, membaca lebih dari tiga buku kita akan bijaksana. Bayangkan orang yang tidak membaca mungkin ia tidak bingung melihat dirinya yang sombong, atau justru ia menjadi bingung ketika ia berbicara dengan bijaksana.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber.