Mutu merupakan suatu ide yang dinamis, sedang definisi-definisi yang kaku sama sekali tidak akan membantu. Memang makna mutu yang demikian luas juga sedikit membingungkan pemahaman kita. Akan tetapi beberapa konsekuensi praktis yang signifikan akan muncul dari perbedaan-perbedaan makna tersebut. Dengan alasan tersebut, mutu membutuhkan diskusi yang lebih lanjut. (Edwad Sallis,2012:51).
Satu ketika dalam diskusi terdengar satu kalimat bahwa lulusan dari perguruan tinggi X sangat bermutu, ditimpali oleh pendapat yang menyatakan bahwa lulusan dari perguruan tinggi Y kurang bermutu, dan akhirnya ada pendapat ketika bahwa perguruan tinggi Z menghasilkan lulusan yang mutunya stara dengan perguruan tinggi asing.
Itulah, mutu selalu dikaitkan dengan lulusan, dan bahkan di perguruan tinggi ada lembaga khusus yang mengelola bahkan menjamin mutu.
Pada konteks perguruan tinggi di era milenial, maka tidak ada yang pasti, dan tidak ada pula yang berlaku universal tetapi semua dinamis dan bahkan progresif. Termasuk di dalamnya adalah hal mutu, dimana mutu merupakan suatu ide yang dinamis, karena mutu yang kaku akan ditinggalkan.
Bayangkan standar mutu di satu perguruan tinggi yang khas atau distingsi, bila dibawa ke tempat perguruan tinggi lain mungkin saja akan berbeda hasilnya.
Ini artinya perguruan tinggi yang memiliki mutu terkait alumni tidak mesti dicontoh 100% oleh perguruan tinggi termasuk proses dan pola pengukuran mutunya.
Pada era yang semakin mengalami perubahan besar ini, maka perguruan tinggi boleh saja membuat kebijakan mutu secara spesifik, sesuai dengan keunggulan yang dimiliki. Tidaklah mesti sama total dengan perguruan tinggi yang telah mapan, karena bagaimanapun Sumber Daya Manusia (dosen dan tenaga kependidikan) pastilah berbeda.
Termasuk perbedaan tersebut adalah input atau mahasiswa serta lingkungan, apalagi pembiayaan. Kemampuan perguruan tinggi memahami dan menginterpretasikan sampai pada mengeksekusi hal mutu, pada akhirnya akan menjadi distingsi dari perguruan tinggi tersebut.
Jadi memang jelas bila dinyatakan bahwa memang makna mutu yang demikian luas juga sedikit membingungkan pemahaman kita. Akan tetapi beberapa konsekuensi praktis yang signifikan akan muncul dari perbedaan-perbedaan makna tersebut.
Dari diskusi tentang tiga perguruan tinggi yakni X, Y dan Z semuanya salah satunya mengarah pada produk, atau alumni. Alumni yang bermutu atau tidak, bukan dilihat dari input, proses serta besarnya cost yang dikeluarkan, akan tetapi pasti diukur dari kemampuan bekerja serta eksis dalam pekerjaannya.
Memang banyak indikator yang dikembangkan oleh penerima alumni, dan mereka membuat ukuran tersebut sesuai dengan standart baku mutu.
Lebih dari itu alumni X,Y dan Z bisa saja saling bersaing, atau bekerjasama atau bahkan saling berkolaborasi untuk membangun perusahaan demi keberhasilan atau puncak karier.
Dengan alasan tersebut, mutu membutuhkan diskusi yang lebih lanjut, bagaimana semua perguruan tinggi menghargai perbedaan masing-masing, namun ketika sama berkerja, mereka telah dibekali untuk saling berkolaborasi.
Makna kolaborasi adalah adanya kesadaran tidak ada yang sempurna dalam kehidupan, akan tetapi masing-masing memiliki kelebihan dan bila disatukan akan menjadi satu kekuatan yang luar biasa.
Inilah bagian penting yang harus dilihat oleh perguruan tinggi bagaimana menjadikan alumni mampu berkolaborasi sebagai standar mutu seorang alumni.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.