Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Ilmu sepatutnya membawa kepada kemuliaan akhlak, sementara penegakan akhlak tidak terbatas pada sopan santun dirinya secara personal melainkan adanya upaya kolektif untuk menciptakan moralitas sosial. Hal itu menjadi penting karena bangsa dimana mereka hidup dan mendedikasikan ilmunya adalah bangsa yang memuliakan adab dan martabat. (Syahrin Harahap, 2019:93).
Perguruan tinggi adalah tempat mendalami ilmu pengetahuan, dan dari sana kita akan temukan bagaimana orang menjadikan garis linier antara ilmu, moral dan akhlak. Mengelola perguruan tinggi memerlukan satu keahlian, baik dalam hal manajemen, pembelajaran maupun seni. Ketiganya menyatu dalam satu kesatuan sebagai sebuah sistem yang harus dimiliki oleh pimpinan perguruan tinggi. Manajemen adalah mengelola sumber daya manusia, sumberdaya potensi, sumber daya sarana dan fasilitas dengan berbagai regulasi.
Pembelajaran adalah mengembangkan core bisnis dari perguruan tinggi yakni pendidikan, pembinaan, pelatihan terhadap mahasiswa agar mencapai tujuan kualitas sumber daya manusia yang unggul. Sementara itu seni adalah keahlian unik yang dimiliki seseorang dalam memimpin, mengembangkan dan mengendalian berbagai hal terkait dengan kegiatan akademik.
Tulisan ini khusus memokuskan bagaimana cara mengelola seni pembelajaran. Salah satu yang selalu kita temukan adalah mengajar bersama di program pascasarjana. Apa yang kita alami selama ini, di Taman Kanak Kanak satu kelas didampingi oleh dua guru, waktu SD satu guru untuk satu kelas, waktu Sekolah Menengah satu guru hanya untuk satu mata pelajaran, sampailah di perguruan tinggi satu dosen hanya untuk satu disiplin ilmu.
Tetapi pada tingkat magister justru guru bersama berdua untuk mengajarkan mahasiswa yang lebih sedikit jumlahnya. Apa yang terjadi, inilah pemaknaan kita terhadap siapa yang belajar, siapa yang mengajar ternyata harus dikelola oleh bagaimana cara mengajarkannya.
Pada tingkat perguruan tinggi lahir apa yang disebut dengan “team teaching”, “tandem”, atau juga”mengajar bersama”. Sedikitnya ada empat model dalam mengembangkan mengajar bersama ini.
Pertama, Modeling, mengembangkan diri sebagai contoh teladan, dosen utama memberi contoh bagaimana mengelola ilmu, mengembangkan, mengajarkan sampai pada bertanggungjawab terhadap ilmu yang diajarkannya. Peran dosen utama adalah menjadi model, peran dosen kedua adalah mencontoh, melihat untuk pengembangan diri.
Kedua, Coaching, memberi bimbingan kepada orang lain, dalam hal ini peran dosen utama adalah memberi bimbingan dalam merencanakan, mengelola sampai mengevaluasi, bila terjadi kesalahan masih tetap menjadi tanggung jawab dosen utama. Peran dosen utama adalah menyiapkan diri untuk membimbing, mengarahkan dosen kedua. Sementara dosen kedua siap dibina, siap dibimbing dan diarahkan untuk mendapatkan keampuhan ilmu yang mereka ajarkan bersama.
Ketiga, Scaffolding, memberi bantuan kepada orang lain, sampai saatnya siap berdiri tegak dengan perlahan baru dilepas. Peran dosen utama adalah melindungi menguatkan serta mengukuhkan sampai dosen kedua memiliki kemampuan atau percaya diri mengajar di depan kelas. Sementara dosen kedua siap melakukan percobaan dengan izin dosen kedua untuk memulai pembelajaran, mengembangkan sampai mengeveluasinya.
Keempat, Fading, yakni memberi kepercayaan penuh secara bertahap dari dosen utama kepada dosen kedua. Peran dosen utama secara sukarela tetapi bertanggungjawab agar dosen kedua memiliki kemampuan dan ditampilkan secara mandiri. Sementara dosen kedua siap menerima estafeta kemampuan dari dosen utama.
Mengajar bersama di tingkat perguruan tinggi biasanya disatukan antara dosen utama dengan dosen junior, artinya bukan saja persoalan pengelolaan waktu tetapi ada nilai lain yakni melakukan transfer keilmuan, teransfer kepercayaan, sampai pada estafet parental keilmuan.
Bila ini dikelola dengan baik, maka seni mengembangkan pembelajaran di program pasca sarjana akan berjalan dengan alami, tidak ada yang lompat pagar, tidak ada yang saling tumpang tindih, tetapi justru saling melengkapi.
Kita, para dosen utama harus menyadari bahwa pembelajaran memang perlu pengampu atau nilai parental dari yang paling dahulu, tetapi bukan tidak banyak kemampuan Instruksional Teknologi (IT) justru dosen junior yang lebih up date. Begitu juga kepada dosen junior tidak ada yang tidak dapat dijadikan pelajaran, bagaimana mendampingi, atau didampingi dosen utama adalah hal luar biasa.
Seni mengembangkan pembelajaran akan lahir pada setiap sesi pertemuan bersama dalam melakukan kegiatan pendidikan. Ilmu, adab dan akhlak, akan lahir dari sesi sesi yang unik seperti di atas untuk mendedikasikan ilmunya maka lahirlah bangsa yang memuliakan adab dan martabat. Benarlah kata orang bijak, “hebat superman, tetapi lebih dahsyat supertim”.
Kita setuju; berkolaborasi membangun negeri, lewat pendidikan kita besinergi.