Wahai maut, datanglah engkau
Lepaskan aku dari nestapa
Padamu lagi tempatku berpaut
Di saat ini gelap gulita. (Amir Hamzah, 1941).
Hidup ini untuk mati, tidak ada hidup untuk hidup, karena memang pasangan hidup adalah mati. Dalam agama Islam, mati, hidup, mati kemudian hidup selamanya.
Di mana kini kita sedang dalam keadaan pase kedua yakni hidup setelah mati, dan akan mati, untuk hidup kembali, tidak ada yang perlu risau, dan memang sudah menjadi bandul waktu, apalagi dipertaruhkan, maka maut alias mati, silahkan datang, bila memang itu pilihan untuk mendapatkan hidup kekal yang terakhir.
Memilih untuk maut, boleh saja apabila sudah menjalani tiga hal; kita telah melaksanakan hidup sesuai dengan petunjukmu yang penguasa hidup. Kedua kita telah memperjuangkan prinsip agamamu atau membela kebenaran sesuai dengan tugas kemampuan yang Engkau berikan, dan ketiga bila memang itu ada pilihan sebagai jalan ridha yang akan diberikan.
Amir Hamzah berjuang lewat tulisan, namun karena situasi atau keadaan menjadikan dirinya terpojok dalam pemikiran, tetapi ia tetap tegar membela kebenaran. Ia dalam penjara ruang kecil, tak mengapa, yang penting tulisan yang ditemuka setelah ia wafat adalah bukti, mati itu pilihan bila ingin mendapatkan hakikat dari perjuangan.
Dengan mati Amir Hamzah masih berharap ia dapat dilepaskan dari nestapa, bayangkan dikerjas oleh penghianat bangsa, gejolak negeri yang tak kunjung usai. Situasi yang membingungkan mana kawan mana lawan, mungkin mati adalah pilihan bila itu menjadi jalan untuk keridhaan.
Kepasrahan memang dipantangkan, begitu Amir Hamzah dan keluarga menjadi jembatan orang untuk menyeberang mendapatkan kebahagiaan sesaat.
Ia relakan demi bangsa, akhirnya tempat dan saat yang gelap gulita, menyadarkan beliau bahwa ada Tuhan yang menyertai dan tidak meninggalkan beliau. Tempat berpaut, dengan senjata utama, terawal dan terakhir dalam kehidupan ummat yaitu doa sebagai akhir dari adanya harapan.
Amir Hamzah, walau terbunuh, hilang dimana letak kuburan, tetapi bukti satu pasal soal gigi menjadi alat forensik. Beliau ditemukan dan diakui sebagai seorang pahlawan nasional yang memberi jejak sejarah tak terbantahkan.
Dari pusaramu kami mencatat bait-bait lewat kecanggihan teknologi hari ini, karena engkau sesungguhnya masih hidup setelah mati;
Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu Ketika memulai perang, kita kadang mengkhawatirkan.Ketika melakukan perjuangan, selalu kita pinggirkan kebersamaan.
Ketika sudah berakhir dan menjadi pusara di kuburan, justru kita elu-elukan.
Wahai para teladan, aku berharap engkau hadir ketika kami memperingati hari pahlawan.
Wahai para teladan, datanglah walau kami sedang mengalami kebimbangan
Wahai para teladan, kami percaya sesungguhnya kau melihat dari atas langit tentang ketidak adilan.
Wahai para teladan, anak negeri kini menunggu engkau untuk menerima cinta lewat sebuah harapan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.