Tiga hal utama permasalahan dalam keluarga yakni; 1. Hubungan dalam sebuah keluarga hendaknya dijaga keharmonisannya baik-baik antara orang tua kepada anak, maupun sebaliknya. 2. Baik anak maupun orang tua, hendaknya tidak mengedepankan kepentingan masing-masing, akan tetapi segala permasalahan harus diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai kebaikan bagi masing-masing pihak. 3. Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga peradilan negara yang bertugas dan berwenang memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi mereka yang bermasalah harus lebih berhati-hati dalam memutuskan suatu perkara, karena pertanggung jawabannya tidak hanya di dunia, akan tetapi juga di akhirat. (Yumni, 2011).
Keluarga adalah adanya hubungan atau interaksi antar anggota dalam rumah tangga, yakni orang tua terdiri dari ayah, dan ibu, serta anak.
Keluarga didirikan dibangun dan bertujuan untuk membentuk satu tatanan kecil yang berbahagia bagi seluruh anggota keluarganya. Kebahagiaan tentunya pada setiap individu, tetapi dengan kebersamaan lebih berbahagia dengan cara membangun bersama.
Apa yang dituju oleh seorang tua dalam membangun keluarga, tidak lain adalah kebahagiaan seluruh anggota keluarga, suami atau istri yang senang, anak-anak yang senang serta semua dalam kesenangan.
Begitu juga dengan anak, bahagia adalah ketika mereka melihat orang tuanya sehat dan senang, hubungan atau interaksi antara orang tua dan anak juga dilakukan dengan senang hati.
Jadi jelas bahagia memang dirasakan sendiri-sendiri, tetapi ketika dirasakan bersama itu lebih berarti. Maka membangun keluarga dan membinanya juga dilakukan dengan kesadaran bersama pula.
Dalam perjalanannya, interaksi antara orang tua dan anak kadang kala berselisih khususnya tentang kepentingan waktu untuk kesempatan, kepentingan momen untuk kegiatan dan kepentingan kegiatan untuk berbagi peran.
Dapat saja sebagian orang mengalaminya sesekali, tetapi ada yang justru berlarut-larut sehingga ia mendapatkan masalah karena mengalaminya berulang-ulang akhirnya tidak tidak selesai.
Berselisih karena kepentingan waktu, dimana orang tua yang memiliki waktu bekerja, sehingga tuntutan dari pekerjaannya menghasilkan sedikit waktu untuk anak di rumah.
Pastilah ini menjadi masalah bagi anak yang membutuhkan waktu di mana orang tua memberi perhatian dengan waktu yang cukup apakah untuk di rumah bercengkerama bersama, atau beribadah bersama bahkan mungkin saja untuk berwisata.
Orang tua yang telah terikat dengan waktu kerja kadang sulit mengurangi waktunya untuk anak, padahal ia harus sadar pekerjaan memang sulit didapatkan, apalagi dipertahankan, namun lebih sulit memelihara waktu untuk anak, karena waktu itu terus berlalu.
Berselisih karena momen untuk kegiatan dimana sebagian anak mendapatkan moment adalah untuk bermain, saat berangkat ke sekolah, pulang sekolah, atau bermain adalah momen di mana orang tua dibutuhkan untuk memberi perhatian.
Perkembangan anak yang berbeda, antara anak-anak dengan anak, begitu juga dengan remaja maka momen mereka sangat sulit dikompromikan dengan orang tua.
Waktu, tempat dan kejadian yang mereka rancang sedemikian rupa seperti nongkrong di cafe, atau pesta kelompok teman, tentu tidak pernah bersatu dengan jadwal dan kegiatan yang dimiliki orang tua.
Hal ini harus dipahami bersama, bukan saja orang tua tetapi anak yang mulai tumbuh dewasa sama sama mengerti mana saat yang harus dijadikan momen kebahagiaan bersama, contohnya saat libur sekolah, maka orangtua pun menjadwalkan diri turut serta.
Berselisih tentang berbagi peran selalu dialami siapapun dalam keluarga. Hari ini beda dengan zaman dulu, di mana anak anak pada masa lalau patuh membantu pekerjaan orang tua, dari sejak menata tempat ketika bangun tidur, sampai membersihkan halaman rumah di sore hari.
Ternyata jauh berbeda, anak hari ini lebih berfikir praktis, semua dapat diselesaikan dengan aplikasi. Jadilah orang tua tetap menyapu, dan anak asyik dengan gadgetnya. Lantas siapa yang berperan untuk membersihkan rumah.
Harmonis dalam kebahagiaan tentu bukan hal yang mahal, semua dapat dicapai, bila seluruh anggota keluarga menyadari dari sejak peran, sadar akan waktu dan siap menyepakati momen.
Orang tua harus memahami psikologi perkembangan anak, dan anak yang remaja tumbuh menjadi dewasa juga harus mulai mengerti bagaimana memaknai orang tua sebagai pendamping dalam mengarungi kehidupan.
Bilapun ada perselisihan di antara mereka semata karena salah persepsi, dan moment interaksi sesaat saja. orang tua yang memahami hal ini adalah mereka yang sadar bahwa alih generasi tidak mesti dilakukan sendiri tetapi perlu campur tangan yang lebih tinggi.
Doa adalah jawaban dari itu semua, maka masalah dalam keluarga awalilah dengan niat berumah tangga untuk beribadah, akhirnya dengan doa semua akan menyelesaikan masalah.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.