Dalam menyusun dan menyampaikan materi perkuliahan kepada mahasiswa, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, di antaranya adalah mahasiswa, ruangan kelas, metode dan materi itu sendiri. Sebagai subyek belajar, mahasiswa harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam setiap proses pembelajaran. (Zaini, 2002:4).
Perkuliahan berasal dari kata kuliah, siapa yang kuliah adalah mahasiswa. Perkuliahan membutuhkan ruang yang standar dan nyaman, untuk siapa untuk mahasiswa agar dapat belajar mengikuti perkuliahan dengan nyaman.
Perkuliahan membutuhkan metode yang beragam agar mencapai sasaran untuk siapa untuk mahasiswa agar memperoleh pengetahuan yang diberikan.
Perkuliahan adalah menyampaikan materi tertentu agar menjadi wawasan, keterampilan sekaligus membentuk kepribadian tentu jelas bagi mahasiswa.
Jadi, jelas sentral pembicaraan ketika menceritakan tentang perkuliahan adalah mahasiswa, mahasiswa yang memiliki peran utama dan bahkan menjadi pertimbangan variabel dalam merencanakan, mengelola dan mengembangkan perkuliahan.
Mahasiswa hari ini sudah banyak perubahan, mereka adalah generasi Z yang lahir setelah tahun 2000 dengan berbagai karakteristik yang sangat berbeda jauh dengan dosen yang lahir sebelum tahun 2000.
Di antara ciri-ciri generasi Z adalah; melek digital, kegiatan berbasis aplikasi, senang dengan narasi yang pendek-pendek dan lain sebagainya. Maka perkuliahan harus menyesuaikan seperti ruangan, metode dan materi kepada karakteristik generasi Z.
Merencanakan ruang kuliah dengan mempertimbangkan kemudahan akses digital seperti jaringan wifi, bahkan masuk atau tidak ke kelas cukup dengan aplikasi seperti ruang zoom, google class room dan lain sebagainya.
Begitu juga materi yang akan diajarkan adalah materi yang dapat dikemas pada sistem aplikasi dapat disampaikan lewat e learning.
Mengelola metode perkuliahan harus sesuai dengan karakteristik mahasiswa, hari ini mahasiswa telah memperoleh kemudahan akses untuk berbagai situs tentang ilmu pengetahuan.
Teknologi Artificial Intelligence (AI) bukan saja membantu dan memudahkan, tetapi mahasiswa dapat ikut akses menjadi bagian dari pemain pengendali ilmu pengetahuan.
Metode tidak dapat lagi bertahan dari siapa yang menyampaikan ilmu pengetahuan (dosen), tetapi mahasiswa dapat memiliki keterampilan yang lebih dari itu.
Mengembangkan materi perkuliahan memiliki makna bahwa nilai budaya yang akan diajarkan tidak berubah, tetapi kemasan terus mengalami penyesuaian.
Bayangkan aplikasi tentang rencana pembelajaran dulu bernama SAP, kemudian RPS, selanjutnya RPS, dan entah apalagi setelahnya.
Padahal yang diajarkan rukun Islam tetap sama lima, tetapi cara, tampilan, sampai tagihan sudah berbeda, walaupun intinya tetap agar mahasiswa dapat mengamalkan lima rukun Islam.
Hari ini memang mahasiswa memiliki kemampuan luar biasa dibanding kita dosen yang lahir sebelum mereka lahir. Jadi apa yang dapat kita lakukan, apakah mempertahankan metode, kewibawaan atau pengendali dengan nilai.
Seorang dosen memang berkuasa tetapi sebatas disiplin keilmuannya, kita harus sadar bahwa dosen adalah bagian dari perguruan tinggi yang terus beradaptasi dengan suprasistem yang lebih besar.
Reformasi, Digitalisasi, dan Internasionalisasi, adalah nyata dihadapan kita, sementara itu ikhlas beramal adalah motto bekerja, lantas apa yang akan dilakukan.
Tidak ada yang tidak dapat dilakukan, kecuali kita diam dan berhenti belajar yang lapangannya lebih luas sedikit dari otak kita, yakni otak yang haus akan ilmu pengetahuan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.