Kegiatan dalam rangka memperingati Harlah Guru Nasional bukan sekadar seremonial belaka, tetapi memberi apresiasi adalah bentuk kesyukuran. Perkumpulan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) Sumatera Utara memberi anugerah dan penghargaan untuk guru honor madrasah dengan masa pengabdian 10, 20 dan 30 tahun. Inilah sesungguhnya makna memperingati hari guru dalam konteks yang lebih luas. (Ilyas Halim, 2023).
Mengapa mesti ada hari guru, apakah hari lain tidak memiliki makna bagi guru, atau hari lain kita lebih disibukkan hari murid, tentu tidaklah demikian.
Sepanjang tahun semua kejadian telah mencatatkan tanggal, dan bulan, semua pekerjaan dan profesi telah mencantumkan waktu, untuk pekerjaan, salah satu tujuannya adalah untuk mengenang, merefleksi, dan yang penting menata masa depan. Termasuk hari guru yang selama ini diperingati.
Guru perlu dikenang maksudnya adalah untuk mengingat semua hal yang pernah diajarkan kepada kita, sepanjang kita belajar dan bersamanya. Dengan cara kita mengenang guru, diharapkan kita akan menjadikan diri kita mengikuti hal apa saja yang diajarkan.
Banyak cara orang mengenang guru, apakah datang ke pusara bila ia telah meninggal untuk mendoakannya, atau mendatangi mereka memberi sesuatu yang membahagiakan. Mungkin termasuk cara memberi penghargaan adalah pilihan paling tepat bagi guru yang masih bertugas.
Guru yang selama ini telah melakukan tugas mendidik, maka perlu dilakukan refleksi maksudnya untuk memaknai ulang bagaimana peran mereka bagi kita murid-muridnya.
Refleksi tidak sebatas hubungan antara guru dan kita, lebih dari itu perlu didiskusikan eksistensi guru apakah masih relevan sesuai dengan perkembangan zaman, atau justru kehilangan makna, atau bahkan semakin dibutuhkan.
Refleksi kadang memberi ruang untuk kebebasan kita dalam merenung lebih jauh apakah kita sudah benar-benar menempatkan guru pada makna yang sesungguhnya.
Guru perlu diajak untuk bicara tentang masa depan, tidak ada yang luar biasa, karena memang dunia guru adalah dunia pendidikan, dan muaranya pasti tentang masa depan generasi muda.
Tugas guru bukan memberi keterampilan untuk kesiapan hari ini, tetapi menempatkan murid siap hidup di masa depan yang tidak ada yang berani memastikan apakah terjadi atau tidak.
Itulah guru, setiap tugasnya dituntut merencanakan, merekayasa, mendesain, bahkan menghayal tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Jelas itu kenyataan di mana ruang-ruang kelas, bukan sekadar mempelajari sejarah, dan menganalisis kondisi hari ini, tetapi semua demi masa depan anak.
Seorang Ilyas Halim, yang menjadi imam guru madrasah di Sumatera Utara jelas dan tegas mengingatkan kita semua, apa yang harus kita kenang, bagaimana kita merefleksi, serta bagaimana kita menatap masa depan tentu penuh dengan perhitungan.
Ribuan guru yang telah bertugas tak sebanding dengan ribuan jam pelajaran yang telah mereka kerjakan, itupun tidak ada apa-apanya dibanding dengan ribuan detik demi detik yang penuh arti bagi mereka yang harus tetap menjadi suri tauladan untuk beribu-ribu muridnya.
Penghargaan 10, 20, 30 tahun bagi guru madrasah hanyalah sebuah media kecil, ternyata guru madrasah lebih dari itu nilai yang harus kita berikan kepadanya.
Sungguh, semoga guru madrasah adalah bukan sekadar pelengkap pendidik persekolahan kita, lebih dari itu punggawa pengawal peradaban masa depan kita.
Guru honor bukan pegawai negeri yang ia jadikan tolok ukur untuk mengabdi, pengorbanannya pantas diapresiasi, itulah bentuk kesyukuran kita pada negeri yang kita cintai.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.