Solusi yang sangat penting bagi kemunduran intelektualisme Islam, pertama adalah Islamisasi ilmu pengetahuan, yang didahului dengan dewesternisasi, kedua adalah pemahaman dan pengkajian serta penguasaan Kembali filsafat Islam atau yang dapat kita sebut sebagai tasawuf filosofis, karena ia adalah landasan bagi pembentukan pandangan dunia Islami yang sesuai dengan kebenaran (al Haqq) yang hakiki. (Alatan, 2006:295)
Kemajuan dan kemunduran adalah hukum sejarah yang tidak dapat dihindari, bangsa yang maju pasti pernah mengalami kemunduran, begitu juga bangsa yang mundur bisa saja mereka pernah mengalami kemajuan atau justru memang memiliki warisan seperti itu selamanya.
Mengapa ada bangsa yang maju, pertama, karena ada perbandingan atas ukuran maju dan mundur yang disepakati, kedua belajar dari sejarah sebelumnya, kemunduran itu sangat tidak enak, maka solusinya harus keluar dari kemunduran yakni kemajuan.
Ketiga, bisa saja kemajuan itu karena besarnya investasi terhadap masa depan, sehingga kegiatan hari ini semua bermuara bagaimana kepastian masa depan yang harus maju dan berhasil.
Ilmu pengetahuan, filsafat, tasawuf adalah perjalanan ilmu pengetahuan yang tidak berhenti sebagai sebuah siklus para intelektual. Ilmu pengetahuan menghasilkan teknologi yang menjadi perangkat membangun kebudayaan.
Sementara filsafat melahirkan hikmah tentang makna kehidupan produknya adalah kearifan para pemimpin bangsa, kuatnya ideologi serta bermartabatnya satu generasi.
Sampai pada tasawuf yang menciptakan ketenangan bagi orang yang melakukan, tidak tamak dan menjadikan semua yang ada adalah bagian dari anugerah Tuhan. Produknya masyarakat damai, nyaman, jauh dari konflik, bahkan menjadi berkah dari masyarakat sekitarnya.
Perjalanan para intelektual mungkin ada yang sebatas menyelesaikan satu disiplin ilmu pengetahuan dengan penelitian skripsi, dialah ilmuan untuk satu bidang, dan mungkin bertahan untuk satu generasi.
Ilmu yang diperolehnya dikembangkan dan kemudian dijadikan alat memberikan kemudahan bagi hal-hal praktis masyarakat di sekitarnya. Semakin banyak masalah dihadapi masyarakat, maka semakin mereka memiliki peran.
Bagi intelektual yang melanjutkan studi sampai tingkat magister, sesungguhnya ia telah memulai petualangan keilmuan dengan melakukan perbandingan tesis anti tesis untuk melahirkan sintesis baru.
Apakah itu westernisasi, irasional maupun lainnya, adalah upaya melakukan langkah yang lebih baik dari sekedar ilmu untuk ilmu, dan ilmu untuk masyarakat.
Mereka telah melampaui dengan menjadikan filsafat sebagai pertimbangan, maka ilmu sebagai seni dan mencari hikmah, etika keilmuan mereka peroleh sebagai landasan mengabdikan ilmu untuk hidup dan kehidupan yang lebih berkah.Langkah intelektual yang terakhir adalah tingkat doktor di mana ia memperoleh aras keilmuan yang sesungguhnya.
Ada tiga hal penting dalam tahap ini yakni; Parental yang memberikan pengukuhan bahwa ia ada dan berada dijajaran dunia keilmuan sejak sejarah hari ini dan masa yang akan datang, melegitimasi bahwa ia juga diberi peran dan tanggungjawab atas kelangsungan hidup manusia.
Kedua, ia mempunyai keterampilan dalam menempatkan diri dalam sistem yang sedang terjadi, karena seorang ilmuan hidup di lingkungan sosial, teknologi serta budaya yang sangat kompleks.Maka menempatkan diri dalam situasi tersebut adalah keahlian tersendiri yang setiap saat harus diadaptasi.
Ketiga, kemampuan menyampaikan secara akademis menyebarluaskan baik gagasan maupun satu kebijakan kepada pihak lain selalu disebut dengan inovasi dan defusi.
Seorang ilmuwan harus menyadari bahwa keilmuan yang dimiliki tidak berhenti di atas buku dan teori, tetapi mampu diterima pihak lain, diterapkan, dan kemudian dibudayakan bahkan menjadi sejarah.
Pandangan tentang ilmu, filsafat dan tasawuf bila ditelusuri dengan hikmat maka inilah sesungguhnya dasar-dasar untuk meletakkan peradaban. Peradaban yang maju bila konsisten menempatkan ketiganya, tetapi bila dilakukan secara acak atau random, mungkin itu penyebab peradaban itu kadang maju, kadang mundur.
Buktinya peradaban yang maju selalu mencatatkan nama orang-orang besar, apakah itu filosof maupun sufi, paling tidak menempatkan mereka pada posisi terhormat.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.