Metafisika berangkat dari yang kita alami sampai kepada prinsip-prinsip dasar. Dengan demikian diharapkan bahwa kita sampai pada sang Ilahi yang disebut Allah oleh orang yang beragama. Selain itu dengan menyadari keterbatasan daya pikir manusia, metafisika mengajarkan kepada kita kebijaksanaan hidup. Hidup perlu ditangkap dalam keseluruhannya, tetapi tidak berarti kita memahami kehidupan ini secara tuntas. (Bagus, 1991:191).
Hadapkanlah badanmu ke arah timur, sama artinya berarti kita membelakangi arah barat, hadapkanlah badanmu ke arah utara sama halnya disaat yang sama kita tidak menghadap selatan.
Begitu juga ketika kita menengadah ke atas, itu berarti kita sedang alpa melihat bagian bawah, tetapi untuk mengetahui sekeliling kita bukan dengan cara memutar 360 derajat, cukup dengan melihat ke dalam.
Ke dalam diri kita maksudnya ke pikiran kita, ke perasaan kita dalam lubuk hati di mana kesadaran tentang hidup dan kehidupan dapat dimulai dan dari sana kita mengendalikan semuanya.
Apa yang sedang kita sadari dari dunia nyata selalu beriringan dengan dunia maya yang hadir dan menjelma setelahnya. Dunia nyata adalah apa yang dapat kita lihat seluruh alam semesta tergantung panca indera kita kemampuan menangkap, merekam dan melihatnya.
Dunia nyata adalah apa yang dapat kita dengar dari seluruh irama yang terjelma baik oleh alam, oleh manusia, maupun diamnya udara. Sekali dengarlah sesuatu dengan cara menutup kedua telinga, dari sana kita akan mengetahui suara paling dahsyat dari seluruh penjuru dunia, yakni suara mesin biologi karya Tuhan dalam diri kita.
Dari dunia nyata kita dapat mengetahui dari apa yang kita hirup lewat hidung, sulit untuk diukur dengan resonansi atau frekuensi. Harumnya bunga mawar adalah kesepakatan karena saat yang sama kita merasakannya, padahal belum tentu pengiriman harum bermakna dalam pikiran semua orang.
Sampai pada dunia nyata rasa, kita semua setuju bila diberi garam maka asin adalah kata untuk mewakili, begitu juga dengan gula, maka kata manis adalah representasinya.
Dalam hal ini kita tidak termasuk orang yang sakit, garam baginya bisa saja tawar, atau gula bisa saja dirasakannya pahit, itulah dunia nyata.
Alam nyata yang mengelilingi kita juga memberikan respon berbeda, ada saudara kita sama saja rasanya hawa di pagi hari, karena ia sudah lama tinggal di pegunungan, tetapi bagi kita merasa sangat kedinginan.
Apa sesungguhnya yang ditawarkan oleh dunia nyata, tidak lebih adalah temporal, relatif dan tidak ada yang obyektif 100% atau mutlak.
Ada sisi lain yang tidak dapat dijangkau oleh dunia nyata yakni kenyamanan, kepuasan, kebahagiaan termasuk di dalamnya hidup dengan ketergantungan.
Dalam hal ini metafisika menawarkan sesuatu yang berbeda yakni berangkat dari yang kita alami sampai kepada prinsip-prinsip dasar. Ini memang kita butuhkan karena akan sampai pada sang Ilahi yang disebut Allah oleh orang yang beragama.
Dengan metafisika inilah maka kita akan menyadari keterbatasan daya pikir manusia, metafisika mengajarkan kepada kita kebijaksanaan hidup.
Jadi tidak perlu jauh ke gunung untuk melihat dunia secara keseluruhan, tidak perlu ke langit untuk melihat bumi secara utuh, atau tidak mesti menggunakan seluruh uang di bank untuk mencari kebahagiaan.
Cukup dengan menemukan makna hidup dan kebahagiaan lewat perenungan bahwa pikiran, hati dan kehidupan ada dalam kendali diri kita.
Kita adalah apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita rasakan, jadilah kita sadar hidup ini ternyata hanya menyepakati saya adalah orang bahagia, titik.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.