Ustazah mempunyai program kerja, salah satunya adalah pengajian rutin, kemudian diajari juga para anak-anak didiknya yang buta aksara terhadap baca tulis Al-Qur'an. Dari yang tidak tahu menjadi tahu cara membaca Al Qur'an, serta melakukan kegiatan lainnya seperti paraktek ibadah, kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), serta kegiatan kesenian dan olahraga. Da'i dan khususnya orang tua memberikan contoh yang tauladan dan hubungan dengan anak-anak yang dijiwai dan disemangati oleh nila-nilai keagamaan menyeluruh. (Mutiawati, 2021).
Belajar dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan kepada siapa saja. Lalu apa yang dipelajari tentu apa saja yang ada di dunia ini, selagi itu dapat dilihat, dipahami dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari maka dapat dijadikan materi pelajaran.Tentu bila diputuskan untuk dipelajari, maka pastikan ada tujuan yang akan diperoleh atau dituju di akhir kegiatan.
Dalam catatan penelitian di atas bahwa; tujuan utamanya adalah membuat para anak-anak lebih bersemangat mempelajari dan mendalami ajaran agama Islam, dengan cara menyampaikan materi-materi ceramah agama.
Kenyataannya memberikan kontribusi bagi pembinaan akhlaq anak-anak. Langkah-langkah strategis yang dilakukan da'i dengan cara mengaktifkan pengajian anak-anak dan menyertakan mereka dalam berbagai kegiatan keagamaan.
Keberhasilan strategi da'i dalam membina akhlaq anak-anak terlihat juga dari banyaknya anak-anak yang melaksanakan ajaran agama, baik dalam pelaksanaan shalat, mengaji.
Di samping itu anak-anak juga aktif memakmurkan mesjid, ada yang azan, ada yang pukul bedug, dan bagian wanita membersihkan pekarangan mesjid, sebagai bentuk keseriusan mereka dalam menjalankan ajaran agama.
Dalam ajaran agama Islam untuk mendidik anak-anak agar menjadi sopan santun yang baik harus memulainya dengan membentuk sikap taqwa anak-anak kepada Allah SWT.
Begitulah peran dai atau ustazah, tidak terikat oleh kurikulum tertentu, apalagi ia harus condong pada mazhab tertentu, bahkan tidak perlu lewat organisasi tertentu.
Kehadiran pada da`i atau ustadzah di tengah-tengah masyarakat, biasanya karena memang dibutuhkan oleh mereka, maka sebagai orang yang memberi pencerahan, selalu berangkat dari apa yang dibutuhkan.
Masyarakat hari ini membutuhkan sosok yang dapat menjadi tempat untuk bertanya tentang berbagai masalah sosial dan keagamaan.
Sosok yang dimaksud juga sekaligus adalah orang yang dapat dijadikan panutan atau tauladan dalam hal melaksanakan ibadah seharian.
Dengan itu pula sosok inilah yang diharapkan menjadi motivator atau menggerakkan para anak muda untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.
Masalahnya hari ini adalah banyak ustaz dan ustazah diterjunkan ke masyarakat, berbanding sama dengan banyaknya jumlah masyarakat yang membutuhkan kehadiran mereka.
Perlu waktu untuk saling mengingatkan tentang jadwal kedatangan, dan sekaligus kapan mereka harus pulang, program-program pendek yang tergerus oleh rutinitas anggaran atau jadwal akademis seperti KKN, Pengabdian, PPL dan lain sebagainya.
Hasilnya seperti yang kita lihat hari ini, masih perlu pembinaan program lebih lanjut.Program yang berkelanjutan, sekaligus pemberdayaan dan melibatkan sebanyak mungkin orang adalah hal penting. Berkelanjutan harus dimulai dari mereka atau masyarakat sendiri bagaimana mereka harus membuat program keagamaan dan kemasyarakatan.
Ini dapat dilakukan bila kita hadir untuk memberdayakan buka memperdaya lewat bantuan untuk satu kali kegiatan. Melibatkan pemerintahan, tokoh agama, terlebih masyarakat itu sendiri adalah penting, maka salah satu yang masih efektif adalah dengan cara menciptakan pendampingan.
Pendampingan terhadap masyarakat akan dianggap berhasil ketika ia diusir dan tidak dibutuhkan lagi, karena mereka telah mampu berdikari baik dalam perencanaan, pengelolaan terlebih dalam pengendalian. Itulah sesungguhnya filosofi yang harus ditanamkan oleh para dai atau ustazah di masa depan.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.