Allah menjadikan segala sesuatu melalui sebab musabab dan menurut suatu ukuran. Tidak seorang pun manusia lahir dan melihat cahaya kehidupan tanpa melalui sebab musabab dan berbagai tahap perkembangan. Tidak sesuatu pun terjadi di dalam wujud ini kecuali setelah melewati pendahuluan dan perencanaan. Begitu juga perubahan pada cakrawala pemikiran manusia terjadi setelah melalui persiapan dan pengarahan. (Subhi As-Shalih,2017:165).
Hukum sebab akibat menjadi logika ketika kita menelusuri sesuatu dalam kajian ontologi. Hakikat sesuatu selalu disandarkan dari mana itu bisa terjadi, apa penyebabnya, dan apa pula hakikat sehingga latar belakang menjadi penentu tentang sesuatu yang akan kita pahami.
Memahami sesuatu akan berhenti atau selesai ketika seting latar belakang dapat ditemukan, dan penyebab logis dapat diterima itulah kajian filsafat ontologi.
Para ontolog sendiri menyadari bahwa menelusuri hakikat sesuatu bisa saja dapat diketahui di mana ujung atau awal sesuatu itu terjadi. Tetapi juga secara tidak sadar mereka tersadar bahwa ada sesuatu yang memang tidak dapat diketahui.
Sebagai bagian dari hal ini adalah semua manusia memiliki penyebab kelahiran, ditarik sampai asal muasal ini dapat diterima. Namun data dan fakta pada logika lain menunjukkan bahwa jumlah manusia semakin bertambah, itu sekaligus menyetujui berarti awalnya adalah sedikit dan mungkin nol.
Logika yang terbangun dari dua dalil di atas adalah ada penyebab utama lahirnya manusia, mungkin saja tidak dari manusia. Menjawab hal ini ontologi berpendapat ada penyebab utama dalam bahasa yang lain disebut prima causa, atau penyebab utama.
Orang yang beragama prima causa ini adalah Tuhan atau sang pencipta manusia. Maka kesimpulan awalnya manusia itu diciptakan oleh Tuhan sebagai penyebab utama.
Seiring dengan perkembangan manusia, maka dari kelahiran sampai kematian semua perjalanannya satu sisi menjadi sebab, tapi disisi lain juga menjadi akibat. Untuk itulah maka kita menyetujui pernyataan bahwa, tidak seorang pun manusia lahir dan melihat cahaya kehidupan tanpa melalui sebab musabab dan berbagai tahap perkembangan.
Lantas apakah semua akibat dapat diketahui dari penyebab, bila ini benar, berfikir dan merencanakan untuk menjadi penyebab adalah hal utama dalam hidup ini. Ternyata bukti lain menunjukkan tidak semua perencanaan akan menjadi kenyataan, apalagi kenyataan yang terjadi di muka bumi ini tidak semuanya adalah karena perencanaan manusia.
Sesungguhnya dalam ilmu-ilmu Al Qur`an lewat pendalaman yang dilakukan oleh Subhi As-Shalih justru tidak sesuatu pun terjadi di dalam wujud ini kecuali setelah melewati pendahuluan dan perencanaan.
Maknanya semua yang terjadi di alam semesta adalah saling memiliki keterkaitan satu dengan lainnya, tidak ada yang kebetulan tanpa rekayasa. Dan tidak ada yang tercipta itu menjadi sia-sia tanpa tujuan yang pasti dan nyata.
Apa yang harus kita lakukan, kita ternyata diajak untuk mengendalikan pikiran, perasaan dan keyakinan kita. Logika yang dibangun dari pengalaman empiris tidak selamanya memberi kepastian apalagi hukum sebab akibat yang mutlak.
Dengan bantuan pemikiran maka akan terjadi hal yang luar biasa, karena begitu juga perubahan pada cakrawala pemikiran manusia terjadi setelah melalui persiapan dan pengarahan.
Kata pengarahan adalah sebuah pernyataan pengakuan logika punya kelemahan, dan seperti hal di atas ontologi punya batas ruang, maka kembali kepada Tuhan itulah jawaban.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.