wartagarudaonline-Medan | Terjadinya pemotongan atau rasionalisasi terhadap anggaran Dinsos (Dinas sosial) Provsu dilakukan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) menimbulkan reaksi keras dari kalangan anggota DPRD Sumut, karena selain tidak ada alasan, juga terlalu dini melakukan pemangkasan anggaran, baru berjalan 3 bulan setelah disahkannya APBD murni 2024.
Apalagi disebut-sebut pemotongan anggaran Dinsos mencapai Rp 10 milyar diperuntukkan untuk kepentingan kemanusiaan dan warga panti-panti sosial dan panti binaan, membuat sejumlah anggota dewan ‘berang' menuding Pemprovsu melalui TAPD tidak peka terhadap kesulitan warga panti sosial dan binaan di Sumut.
Misalnya Hendro Susanto salah satu anggota Banggar (Badan anggaran) DPRD Sumut membenarkan sejumlah anggota banggar menolak pemangkasan atau pemotongan anggaran di dinsos, bahkan pihaknya sendiri keberatan terhadap cara TAPD memangkas anggaran dinsos.
“Dan yang kita sayangkan, pihak Pemprov dalam hal ini TAPD sudah melakukan pemotongan di triwulan I, diawal tahun anggaran 2024. Anggaran di dinsos itu untuk warga panti binaan, untuk tanggal darurat jika ada bencana, dan kemanusiaan. Jadi tidak ada alasan memotong anggaran dinsos,” tegas anggota dari FPKS ini.
Hal senada juga dinyatakan Ketua Fraksi Nusantara DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga dan menegaskan, anggaran dinas tidak bisa dipotong, karena selain tidak ada yang emergency (situasi darurat), seperti ketika terjadinya Covid-19, juga tidak instruksi dari pemerintah pusat.
Menurutnya, anggaran yang masih berjalan tidak boleh digeser-geser atau dipotong, karena selain tidak ada yang emergency maupun surat perintah dari Mendagri. “Jadi apa alasannya TAPD melakukan pemotongan. Laksanakan saja anggaran yang sudah dialokasikan, terlalu dini menggeser-geser anggaran dan ujuk-ujuk mau memotong anggaran,” ujarnya.
Zeira yang juga anggota Banggar ini peringatkan TAPD atau Pemprovsu agar tidak melakukan pemotongan, memangkas anggaran yang sudah disahkan dalam RAPBD 2024, karena tidak ada hal yang emergency . Jika dilakukan pemotongan anggaran dinas-dinas patut dipertanyakan.”Ada apa dengan TAPD,” tegasnya.
Karena, lanjut politisi dari PKB ini, tahun anggaran masih berjalan dan serapan anggaran belum diketahui berapa persen sudah dilaksanakan dan target pendapatan yang sudah dicapai juga belum diketahui, Pada APBD 2024 diestimasikan jumlah anggaran yang akan dibelanjakan dan berapa pendapatan yang diperoleh sesuai ditargetkan.
“Belanja dan pendapatan sudah dianggarkan dan sudah dibahas bersama, sebelum diketok sudah ditanya apakah akan tercapai target. Mereka bilang bisa tercapai dari PKB dan sumber pendapat lainnya, tapi belum memasuki pebahasan P-APBD sudah dilakukan pemotongan. Kalau mereka melakukan pemotongan karena pendapatan tidak memenuhi target, berarti mereka tidak mampu kelola APBD, apa saja kerja mereka,” tandasnya.
Kalaupun terjadi perubahan pada anggaran belanja di OPD selaku pelaksana anggaran, akan muncul pada pembahasan di-PAPBD 2024, yang pembahasannya di bulan Juni-Juli sesuai Permendagri. Jadi, saat ini masih bulan April masih berjalan pelaksanaan anggaran APBD 2024.
“Kalaupun ada program yang tidak dilaksanakan atau tidak diserap, sesuai nomenklatur di Mendagri akan ditandai bintang atau menunda pembelanjaan, kalau pendapatan tercapai program yang ditandai bintang tetap dilaksanakan di PAPBD
Demikian halnya Yahdi Khoir juga anggota Banggar menyebutkan, pergeseran anggaran akibat rasionalisasi dan efisiensi anggaran itu sah saja dan oke-oke saja, tapi tidak menyangkut kepentingan dasar masyarakat, apalagi menyangkut kepentingan program-program sosial, terutama untuk masyarakat PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial).
Salah satu program yang dirasionalisasi TAPD adalah anggaran untuk rehabilitasi panti-panti sosial, dimana hampir semua kondisi panti sosial kita sangat menprihatinkan dan tidak layak, termasuk ransum atau makan penghuni panti.
Karena itu, lanjut anggota dewan dari FPAN ini, sebagai anggota dewan sangat sedih ketika Kadis Sosial menjelaskan, salah satu anggarannya yang digeser akibat rasionalisasi TAPD, anggaran pembangunan/ rehabilitasi bangunan panti sosial.
“Kami sangat-sangat tidak setuju dan minta dengan keras agar anggaran tersebut tidak dirasionalisasi, tapi harus tetap dianggarkan, sebab kepentingannya sangat vital bagi kepentingan saudara-saudara kita yang tinggal di panti, agar tempat tinggal mereka layak untuk dihuni,” ujarnya.
Jika ingin dirasionalisasi, tegasnya lagi, sebaiknya program-program yang tidak strategis dan tidak mendesak, serta yang bisa ditunda seperti kegiatan-kegiatan seremonial, bimtek, pelatihan-pelatihan kurang diperlukan dan pembangunan-pembangunan fisik tidak prioritas dan tidak mendesak.(UJ)