Setiap kali bulan Ramadan tiba, umat Islam sejagad pada umumnya dan di Indonesia khususnya selalu menyambutnya dengan ceria disertai dengan berbagai rutinitas.
Menjelang kehadiran Ramadan 1445 H kali ini misalnya, umat Islam di Indonesia disibukkan dengan tradisi ziarah kubur, punggahan, saling bermaafan, dan juga membeli sejumlah bahan makanan untuk persiapan sahur dan berbuka.
Umat Islam sepertinya sangat antusias dan selalu penuh semangat dalam menyambut kehadiran bulan yang sangat istimewa serta penuh berkah tersebut.
Tetapi, pernahkah kita melakukan semacam evaluasi dan introspeksi, sekaligus bertanya kepada diri kita masing-masing.
Mengapa setelah bertahun-tahun, bahkan ada yang sudah berpuluh tahun, rutin melaksanakan ibadah puasa, kepribadian (akhlak) dan mindset kita dalam melakoni kehidupan, tidak juga mengalami transformasi ke arah lebih baik ?
Padahal, tujuan menjalankan ibadah puasa itu sendiri, sejatinya dimaksudkan agar segenap umat Islam mampu meraih ultimate goal, yakni mengejawantah menjadi sosok hamba Allah yang bertakwa (muttaqin).
LAPAR dan DAHAGA
Dalam hal ini, Rasulullah SAW sejak dini telah mewanti-wanti umatnya, : “puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minuman saja, tetapi juga mencegah diri dari perkataan sia-sia dan keji”. (HR Baihaqi dan Al-Hakim).
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR Ath Thabrani).
Warning dari Rasulullah SAW itulah yang hingga saat ini, belum juga mampu diimplementasikan dengan baik oleh mayoritas umat Islam yang melaksanakan ibadah puasa.
Atas dasar itu pula, sesungguhnya sangat banyak di antara kita, yang tak kunjung berpuasa hingga mati, sebab saat berpuasa di bulan Ramadan, hanya mendapatkan lapar dan dahaga.
Ketika banyak orang masih tetap korupsi dan menghalalkan segala cara meraih kemenangan (praktik money politic dan kecurangan yang masif), demi mendapatkan kursi (legislatif dan eksekutif), berarti mereka belum lulus saat melakoni ibadah puasa.
Di saat usia sudah semakin menua, tapi masih juga suka ghibah, selingkuh, berjudi, memendam iri dengki, dan perbuatan dosa lainnya, juga bermakna yang bersangkutan tidak benar-benar sedang berpuasa di bulan Ramadan.
Orang-orang yang masih bangga dengan dosa-dosanya di masa lalu dan terus berlanjut hingga kini, alias belum terdapat tanda-tanda akan taubatan nasuha, merupakan sekumpulan orang yang sangat merugi, karena sejatinya mereka tak kunjung berpuasa hingga mati. Nauzu billah min dzalik …(**)