“I am still a Liverpool fan and will be forever, absolutely and that he will raise his Liverpool-born son as a Red supporter”.(Xabi Alonso, 2011).
Dalam tiga hari terakhir ini dan mungkin hingga beberapa bulan mendatang, keputusan Jurgen Klopp untuk meninggalkan Liverpool di akhir musim (2023-2024), dipastikan tetap akan menjadi pembahasan penting dan menarik.
Betapa tidak, keterangan pers yang disampaikan pelatih bertangan dingin itu, soal keputusannya berhenti melatih Mohamed Salah dkk, telah membuat ratusan juta penggemar Liverpool di seantero jagad, menjadi patah hati dan dilanda kesedihan nan mendalam.
Pengumuman itu terkesan sangat mendadak dan sama sekali di luar ekspektasi para penggemar, owner klub serta para pundit sepak bola. Sebab, kontrak Klopp seharusnya baru akan berakhir pada 2026 mendatang.
Namun, apa hendak dikata suami Ulla Sandrock ini, sudah membuat keputusan, yang bisa dipastikan tidak akan diralat lagi, seperti halnya kebiasaan penguasa dan oknum pejabat di Negeri Sijujung Koden, yang kerap inkonsisten (esok ndhele, sore tempe).
Seperti kita kenal selama ini, Klopp merupakan sosok pelatih yang memiliki karakter kuat dan pribadi idealis. Ketika dia sudah memutuskan untuk mundur, tentu tidak akan mungkin dianulir lagi.
KENISCAYAAN
Kendati mundurnya Klopp sangat disayangkan dan membuat para penggemar ketar-ketir. Tapi, perubahan merupakan sebuah keniscayaan, yang tidak mungkin dibendung.
Cepat atau lambat, Klopp pasti akan mengakhiri masa baktinya di Liverpool. Masa tugas selama 9 tahun sebagai pelatih, sesungguhnya sudah lebih dari cukup dan memang sangat wajar jika mantan pelatih Borussia Dortmund ini merasa lelah dan mulai kehilangan energi.
Lagi pula Jurgen Klopp telah mempersembahkan semua gelar bergengsi, untuk klub yang bermarkas di Stadion Anfield tersebut.
Selain mengakhiri 30 tahun puasa gelar Premier League, dia juga memberikan gelar Piala FA, Piala Liga Inggris, Community Shield, Super Eropa, Liga Champions, dan Piala Dunia Antar Klub.
Untuk itu, owner dan fans Liverpool tidak sepatutnya berlama-lama larut dalam kesedihan. Yang perlu dan harus segera dilakukan pihak manajemen adalah mencari dan menemukan figur yang tepat untuk menggantikan Klopp.
Dan, sosok paling tepat dan mumpuni untuk menduduki kursi kepelatihan yang ditinggalkan Jurgen Klopp, tiada lain adalah Xabi Alonso.
Hal ini bukan hanya karena torehan prestasinya yang cemerlang saat menangani Bayer Leverkusen musim ini (tidak pernah kalah 18 pertandingan dan kokoh di puncak klasemen Bundesliga).
Nilai plus penting lainnya yang tidak dimiliki pelatih lain, adalah karena Alonso ternyata masih menjadi Liverpudlian (sebutan untuk fans Liverpool) hingga saat ini, sebagaimana dikutip di awal tulisan di atas.
“Saya bersama putra saya yang lahir di kota itu, tetap dan selamanya akan menjadi penggemar Liverpool,” kata pelatih berkebangsaan Spanyol ini.
Lima tahun berseragam The Reds (2004-2009) dan menjadi salah satu pahlawan (mencetak satu gol) saat Liverpool melakukan comeback sensasional setelah tertinggal 0-3 atas AC Milan di babak pertama Final Liga Champions 2005, membuat nama Alonso selalu terpatri di hati fans Liverpool.
Xabi Alonso menjadi sosok yang sangat diinginkan menggantikan Klopp, tentu tidak hanya disebabkan talentanya sebagai pelatih cukup menjanjikan, melainkan juga karena dia merupakan living legend Liverpool.
Selain itu, karakter dan pola kepelatihan yang diterapkan suami Nagore Aranburu ini juga tidak jauh berbeda dengan Klopp.
Alonso juga dikenal piawai memoles talenta muda berbakat menjadi pemain top sekaligus selalu mampu memotivasi para pemainnya, untuk tampil trengginas di setiap pertandingan yang dilakoni.
Jika Xabi Alonso sukses didatangkan, niscaya Liverpool tidak akan mengalami turbulensi seperti dialami Manchester United, pasca ditinggal Sir Alex Ferguson.
Klopp pergi, Alonso dinanti.
You'll never walk alone. Njuah njuah banta karina. (***)