Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Pak Marmuj adalah seorang guru Sekolah Dasar mengajar di kelas enam.
Ketika mengajarkan tentang tumbuh-tumbuhan selalu membawa makanan untuk menjadi bagian dari pembelajaran kontekstual. Bayangkan seorang guru, memang sedikit repot tapi berseni bahkan terkadang unik.
Itulah Pak Marmuj dalam kisah pembelajaran tentang taksonomi buah-buahan. Dalam kesempatan lain Pak Marmuj kadang juga meminta siswa untuk membawa buah-buahan sesuai dengan konteks yang akan dibahas.
Ketika mulai pembelajaran tentang taksonomi tumbuhan, Pak Marmuj meminta sorang siswa yang membawa pisang, setelah diidentifikasi bahwa pisang adalah tumbuhan kaya akan vitamin C dan zat besi sampai Brazilia adalah negara penghasil pisang terbanyak di dunia sampailah ia untuk mengajarkan tentang tumbuhan pisang dalam kategori monokotil. Tumbuhan pisang bijinya tunggal dan ciri berikutnya adalah akarnya serabut. Begitu juga dengan buah kelapa, padi, keladi dan lainnya.
Berikutnya, ia meminta siswa yang membawa rambutan, setelah dimakan buah, maka bijinya pun dibelah untuk mencontohkan tumbuhan berkategori dikotil. Seperti halnya dengan buah rambutan dilihat bijinya dapat terbelah dua, maka tampak cirinya adalah akar tunjang, sama halnya dengan buah mangga, dan lainnya.
Pak Marmuj menjelaskan lebih detail lagi. Seorang siswa lain kemudian membawa buah-buahan khas dari Sumatera Utara dan lebih khusus lagi dari Kabupaten Tapanuli Selatan, ia membawa salak.
Pak Marmuj duduk sejenak, setelah menjelaskan dua kategori, ia minum untuk melegakan makan buah yang baru selesai. Tiba-tiba satu orang anak membawa lima buah salak.
Pak Marmuj membuka buah salak agar terkelupas dari kulitnya yang sedikit berduri. Buah pertama salak ada satu isi besar dengan dua kecil. Buah kedua salak lainnya dua isi besar dengan satu kecil.
Buah ketiga salak dibuka lagi isi ketiganya sama besar. Anak-anak bertanya jadi buah salak kemana harus dikelompokkan apakah monokotil, atau dikotil pak?
Pak Marmuj mencoba mengidentifikasi dari sisi biji, maka ia mencoba mengajak anak-anak mengelompokkan, dan lahirlah mono, dwi, dan yang ketiga ada tri, maka buah salak pun mereka sepakati tumbuhan trikotil atau tumbuhan berbiji belah tiga.
Akhirnya Pak Marmuj mengidentifikasi, lahirlah satu varian baru dalam ilmu botani dari kelas setelah monokotil, dikotil maka yang terakhir adalah trikotil.
Hampir lupa Pak Marmuj meneruskan penjelasan tentang buah salak yang mengandung nutrisi vitamin A, B, C, zat besi, serta karbohidrat. Kandungan gizi tersebut membuat buah ini memiliki manfaat untuk kesehatan tubuh, seperti membantu menurunkan berat badan.
Semua siswa bertanya: “mengapa tidak ada di buku pelajaran tentang trikotil ya pak?”. “Ya ini mungkin yang akan kita tulis bersama untuk modul pembelajaran di Merdeka Belajar yang sedang saya kembangkan”, jawab Pak Marmuj.
Semua siswa senang dengan belajar kontekstual seperti ini.Terbayang oleh mereka setiap hari jum`at selalu makan buah-buahan, ternyata banyak ilmu pengetahuan yang mudah diterapkan. Apapun makanannya pasti ada taksonominya.
Pembelajaran untuk Merdeka Belajar kadang memang mengasyikkan. Hal ini membawa pengalaman dan situasi nyata dari siswa untuk memahami berbagai konsep dan prinsip-prinsip baru. Dari seluruh materi yang diajarkan oleh Pak Marmuj maka harus disituasikan, atau diselaraskan dengan pengalaman peserta didik dimana mereka tinggal.
Mengapa ini penting, karena memang pembelajaran kontekstual adalah metode pembelajaran yang memokuskan pada pengalaman dan situasi nyata dari siswa untuk memahami konsep dan prinsip baru.
Model pembelajaran ini menempatkan materi pelajaran dalam konteks yang relevan dan menarik bagi siswa. Dengan demikian maka akan membantu mereka untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan membuat belajar menjadi lebih efektif utamanya berkesan.
Jangan-jangan cara ini dulu yang dilakukan oleh Carolus Linnaeus atau Carl von Linné abad ke 18 seorang ilmuwan Swedia peletak tatanama biologi, atau juga bapak taksonomi modern.
Sayang beliau waktu itu tak sempat makan Salak yang manis-manis asem. Gumam Pak Marmuj. Hmmm…… Pak Marmuj-Pak Marmuj.
Tiga hal yang dapat kita ambil hikmah dari cerita ini:
Pertama, semua yang ada di sekitar kita tumbuhan, buah-buahan adalah sumber ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan bagian dari pelajaran.
Kedua, seorang guru tidak harus melulu menjadi buku, dan literatur menjadi sumber ilmu pengetahuan, tetapi dunia nyata, pengalaman dan kehidupan sehari-hari siswa itu yang utama menjadi bagian dari pembelajaran kontekstual.
Ketiga, ilmu pengetahuan itu adalah kumpulan dari berbagai teori, tetapi tetap diawali dari fakta, dan diakhiri dengan fakta.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber.