Suatu ketika Pak Marmuj akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Sedikit kebingungan karena kurang pengalaman ke luar negeri, dan memang belum pernah.
Dari cerita pasport, visa sampai aplikasi bahkan suntik menginitis anti virus. Sungguh keluar negeri itu memang banyak syaratnya, panjang prosedurnya, bahkan sedikit melelahkan.
Berbincang di serambi masjid seperti biasa, tiga rekan Pak Marmuj membagikan pengalaman mereka ketika ke luar negeri. Semua pasti bangga, sedikit sombong, dan kadang berlebihan ketika mereka menyampaikan. Tapi itulah, namanya juga luar negeri hanya sebagian orang yang bisa melakukan perjalanan, dan sebagian pula yang menikmati.
Rekan pertama Pak Marmuj menyampaikan bahwa di luar negeri itu semua orang sangat peduli, kita dilayani, didiagnosa dan kemudian kita ditanya sekaligus dimasukkan ke ruang kesehatan. Apa saja yang kita minta semua diberi, semua orang ramah dan baik hati, kita ditolong bahkan diberi obat-obatan.
Rekan pertama ini ternyata menceritakan dia berobat ke luar negeri, dan dia berharap tidak kembali lagi.
Rekan kedua Pak Marmuj menceritakan pengalamannya bahwa ke luar negeri itu kita diundang masuk ke hotel, kemudian kita mempresentasekan makalah menyampaikan gagasan, kemudian ditanggapi, dijamu bahkan diajak keliling kota atau city tour.
Namun yang penting kita dapat pengalaman berjumpa dengan kolega. Sementara rekan kedua ini, justru berdo`a semoga kita diundang lagi, dan ia mau semangat untuk pergi lagi.
Berbeda dengan rekan ketiga Pak Marmuj, ia menjabarkan bagaimana sampai ke luar negeri, besama rekan sekantor kerja dengan judul studi banding, ia dihormati, kemudian jalan-jalan acara sedikit dan foto-foto untuk dokumentasi.
Bahkan ia bangga surat dinas sendiri, tetapi ia bisa membawa istri. Memang kita diminta untuk mengaplikasikan apa yang kita dapat dari luar untuk kemudian diterapkan dalam kegiatan sendiri di negeri ini.
Belum selesai cerita, ia meneruskan bahwa jadwal ke luar negeri berikutnya akan dilakukan ke tiga negara lain, mungkin bulan depan ia akan kunjungan lagi. Sungguh capek tapi banyak kesan dan pengalaman yang tak terlupakan.
Pak Marmuj pun sedikit bingung,
Apakah benar nanti di luar negeri kita dilayani, kemudian diterima di hotel, lalu apakah benar nanti kita setelah pulang diminta untuk mengaplikasikan apa yang kita dapat dalam kehidupan sehari-hari.
Pak Marmuj akhirnya pasrah, baru tiga rekan diajak bicara semua menceritakan pengalaman yang sungguh berbeda, apalagi empat, lima, sepuluh dan seterusnya. Akhirnya Pak Marmuj membatasi tidak bercerita kepada orang lain lagi.
Menjelang hari keberangkatan, Pak Marmuj mendatangi ustadz di mana ia selalu berkonsultasi.
Ustadz : Bagaimana Pak Marmuj sudah mantap mau berangkat (keluar negeri)
Pak Marmuj: siap saya sudah niat dan ikhlas.
Ustadz: sudah berangkatlah semua bila diniatkan dengan ikhlas, tinggalkan kami di sini, karena Tuhan akan memelihara keluargamu. Semoga tujuanmu dapat tercapai, dan jangan sekali-kali keluar dari niat yang telah kau tetapkan.
Pak Marmuj; terima kasih ustadz, saya akan ingat pesan ini. Semoga kita akan jumpa lagi.
Sampai di negeri tujuan Pak Marmuj kadang masih dihantui oleh cerita ketiga rekannya; apakah benar nanti di sana kita disambut, masuk hotel, presentase, atau sebelum pulang sudah siap untuk mencontoh dan seterusnya-dan seterusnya.
Ah. Jalani sajalah pikir Pak Marmuj. Benar saja, ia dapat menyelesaikan seluruh rangkaian perjalanannya ke luar negeri karena bersama rekan dan saling membantu dan mengingatkan.
Menjelang pulang Pak Marmuj sudah bersiap mengabarkan kepada anaknya, agar ditunggu di Bandara kedatangan pada pukul tertentu. Namun anak tak bergeming karena ia telah menggunakan aplikasi Fligtradar24, bukan saja pesawat yang sedang ditumpangi Pak Marmuj, bahkan seluruh pesawat di dunia ini dapat dilacak, nomor penerbangan sampai kapan sampai tujuan. Sungguh teknologi benar-benar digenggaman kita.
Ketika perjalanan pulang dari Bandara sampai ke rumah, anak pak Marmuj bertanya.
Anak: Bagaimana ayah, apa benar di luar negeri itu sesperti yang diceritakan tiga rekan ayah itu.
Pak Marmuj; ya, lebih dari itu ayah alami semua.
Ayah disambut, dilayani, dan ayah akan menerapkan seluruh pengalaman ini dalam kehidupan sehari.
Benar saja, karena memang Pak Marmuj keluar negeri bukan untuk wisata, apalagi berobat, apalagi tugas kantor studi banding. Tidak lain ia menjalankan ibadah Umrah ke Arab Saudi.
Nanti kalau jumpa tiga rekan akan saya ceritakan bahwa di luar negeri kini sudah berbeda. Biar tahu mereka.
Saya sudah ke luar negeri untuk ibadah Umroh, menahan tidak ingin pergi lagi lebih baik untuk membantu saudara yang lebih membutuhkan.
Daripada sibuk ke luar negeri, lebih baik benahi kampung halaman sendiri, biar mereka yang sibuk datang kemari. Kita jadi sehat, dan lebih mencintai negeri yang penuh berkah ini. Hem…. kapan aku jumpa tiga rekanku nanti ya, gumam Pak Marmuj.
Hem…. Pak Marmuj Pak Marmuj…. memanglah.
Tiga hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah:
Pertama; berkunjung ke luar negeri adalah upaya untuk mengenal dunia yang lebih luas, maka niatkan sebagai bagian dari rihlah untuk mensyukuri nikmat Tuhan yang begitu luas tiada tarra.
Kedua; gambaran tentang luar negeri memang sangat tergantung pada apa yang dialami selama berada di sana, namun niat untuk berkunjung sangat menentukan, apa yang diperoleh, dan apa nilai kebermanfaatan untuk kehidupan selanjutnya.
Ketiga; hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Biarkanlah orang menggunakan emas sebesar batu, yang penting sekali pengalaman ke luar negeri, adalah upaya untuk lebih mencintai negeri sendiri.
Syukurilah kampung halamanmu, karena orang paling bahagia adalah ketika pulang dari bepergian, sampai di rumah, bahkan sampai ke kamar dan berbaring di tempat tidur.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari berbagai sumber