Oleh Prof Dr Mardianto MPd
Marilah kita murnikan Islam kita kembali, jangan dinodai lagi oleh siapa pun; syariatnya, thariqatnya dan hakikatnya semuanya harus asli (fikih, dan tasaufnya harus sejalan bergandengan tangan jangan ada yang ditinggalkan. Terimalah Islam itu secara keseluruhan. Hanya dengan mengamalkan keseluruhan Islam (Syariat, Thariqat dan Hakikat Islam) kita menang Dunia-Akhirat). (Kadirun Yahya, 1985:123).
Pendidikan diawali dari keluarga, dalam rumah tangga kedua orang tuanyalah yang memberikan warna pertama kepada anak. Dalam perjalanan berikutnya tergantung pada orang tua, apakah anak selamanya ada di sisinya atau tidak. Keputusan ini akan memberi dampak besar terhadap masa depan anak. Idealnya pendidikan direncanakan oleh orang tua, dilakukan oleh anggota keluarga, dalam lingkungan rumah tangga dan akhirnya harapan sesuai dengan keinginan ayah dan ibu.
Dalam perjalanan anak, ternyata tidak selamanya anak ada dalam perencanaan orang tua, orang lain juga turut merencanakan anak, guru merencanakan agar mereka lulus untuk satu mata pelajaran, kepala desa merencanakan agar anak memiliki ijazah kemudian menaikkan indeks Sumber Daya Manusia, dan lain sebagainya. Ternyata anak direncanakan oleh orang tua tetapi kenyataannya juga direncanakan oleh orang lain, yang belum tentu sejalan atau sama semua.
Pendidikan yang dilakukan pada anak diawali dari seluruh anggota keluarga, namun tidak semua waktu yang dialami anak ada di lingkungan ini saja. Semakin besar anak semakin banyak pergaulan, dan panjang pula perjalanan, maka lingkungan atau pendidik anak pun semakin banyak atau kompleks. Bahkan pada saat tertentu dominasi pihak lain lebih memberi arah dari pada anggota keluarga tentang pendidikan anak.
Dari keadaan di atas, maka harapan orang tua yang semula menjadi cita-cita atau mimpi terhadap anak, harus menghadapi pilihan; tetap merumuskan sesuai awal kelahiran anak, kompromi dengan keadaan, atau menyerahkan sepenuhnya pada orang lain.
Pendidikan dalam teori apa pun mengakui bahwa orang tua, keluarga, lingkungan dan keadaan anak memang memiliki formula yang kompleks tetapi unik. Dari sinilah ilmu pendidikan terus berkembang dan tidak berhenti menemukan inovasi baru, tetapi juga menghadapi masalah baru, terlebih ada harapan baru.
Pendidik inspiratif selalu mendasarkan pikirannya pada siapa anak yang akan mengalami pendidikan, baru dalam keadaan apa anak dilahirkan, dan berbagi peran tanggung jawab adalah sebuah jawaban. Siapa akan dilihat dari faktor genetika juga aspek psikologi kepribadian anak yang tumbuh dan berkembang.
Jadi pendidikan selalu berangkat dari apa adanya anak hari ini, di sini lewat penelitian atau studi kenyataan. Keadaan yang menjadikan kita bergelimang teori tentang peradaban, tentang ekonomi dan pembangunan SDM memberi pandangan bahwa anak di masa depan harus berkualitas sesuai dengan ukuran yang dibuat secara umum.
Pada gilirannya dalam pendidikan anak selalu dijadikan obyek untuk menyesuaikan diri pada standar kualitas umum tadi, ini tidak selamanya benar. Dan akhirnya berbagi peran tanggung jawab merupakan pilihan bijaksana.
Adalah penting bagi kita kerja sama orang tua, guru dan masyarakat serta negara untuk merumuskan ulang bahwa pendidikan adalah untuk anak bukan untuk lainnya. Hanya ahli tasawuf yang mampu menjembatani antara pendidikan, peradaban, dan keinginan orang tua.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.