Pelaksanaan zikir dan doa peserta didik Madrasah Tsanawiyah Alwashliyah Tembung, menunjukkan bahwa indikator pengetahuan bahagian yang mendukung sangat seringnya peserta didik untuk berdoa setelah Sholat. (Ahmad Riadi Daulay, 2022).
Rangkaian shalat secara fikih adalah dimulai dari niat diakhiri dengan salam dan selesai. Namun iringan doa memberikan kesan lain bukan hanya karena pendapat dari mazhab tertentu tetapi kebiasaan yang seakan menjadi adab kesempurnaan shalat seseorang.
Apakah hal di atas menjadi bagian dari dalil fikih atau sekadar budaya? Diskusi tentang ini memang tidak ada habis dan ujungnya, walaupun sejarah dan konteks selalu ditulis dengan jelas dan bahkan tegas.
Dr Ahmad Riadi Daulay MA mencoba memberikan perspektif yang berbeda tentang kegiatan setelah shalat, fokusnya pada zikir dan doa yang dilakukan oleh peserta didik di sebuah Madrasah.
Diawali dari temuan bahwa profil Madrasah Tsanawiyah Alwashliyah Tembung dengan rumusn visi madrasah: Terbentuknya Insan Kamil Yang Beriman, Berilmu, Ramah & Peduli Lingkungan Dalam Mencapai Kebahagiaan Dunia dan Akhirat. Dari sinilah penelitian kemudian dilakukan dan dikembangkan dengan tehnik pengumpulan data yaitu observasi, dokumen dan tehnik penilaian diri.
Temuan penelitian adalah: peserta didik yang membaca Astagfirulloh selesai Sholat Subuh yang paling rendah persentasenya adalah tidak pernah 8 orang (7,04 %) yang paling tinggi persentasenya kadang-kadang 35 orang (30, 8 %).
Peserta didik yang membaca Astagfirulloh selesai Sholat Zhuhur yang paling rendah persentasenya adalah tidak pernah 7 orang (6,16 %) yang paling tinggi persentasenya sering 27 orang (23,76 %).
Peserta didik yang membaca Astagfirulloh selesai Sholat Ashar yang paling rendah persentasenya adalah Tidak pernah 10 orang (8,8 %) yang paling tinggi persentasenya cukup 24 orang (21,12 %).
Peserta didik yang membaca Astagfirulloh selesai Sholat Magrib yang paling rendah persentasenya adalah tidak pernah 1 orang (0,88 %) yang paling tinggi persentasenya sering 33 orang (29,04 %).
Peserta didik yang membaca Astagfirulloh selesai Sholat Isya yang paling rendah persentasenya adalah tidak pernah 7 orang (61,6 %) yang paling tinggi persentasenya sering 26 orang (22,88 %).
Masih banyak lagi angka, data dan presentase yang ditemukan oleh Ahmad Riyadi Daulay, namun yang paling utama adalah terdapat kebiasaan dengan pola terstruktur bahwa membaca zikir dan doa dikalangan peserta didik adalah amalan.
Apakah ada kaitan antara amalan ini dengan visi Madrasah? Di sinilah peran guru dan pembelajaran menjadi fakta dan fenomena menarik untuk didiskusikan.
Zikir dan doa setelah shalat tentu bukan hanya untuk shalat subuh saja, tetapi untuk lima waktu shalat, disinilah kelengkapan data ditemukan oleh peneliti ada yang berbeda antara satu waktu dengan lainnya.
Dua amalan zikir yakni peserta didik yang membaca Astagfirulloh dan peserta didik yang membaca Allohumma antassalam. Kemudian diakhiri dengan peserta didik membaca doa semua data tersaji bahkan dalam kategori lima waktu shalat.
Penelitian ini bukan saja memberikan informasi data yang pasif, tetapi dapat dimaknai, ditafsirkan sebagai sebuah fenomena lebih jauh bagaimana sebuah Madrasah memberikan perhatian terhadap implementasi visi yang ditetapkan.
Akhirnya kita sadar rukun terakhir shalat adalah tertib, artinya menyempurnakan shalat dengan rangkaian yang tersusun dan benar. Bagi peserta didik yang sedang belajar akan lebih sempurna bila dilanjutkan dengan zikir dan doa untuk terus konsisten mengamalkan, menunaikan dan akhirnya menjadi bagian dari kehidupannya di masa yang akan datang.
Bila ini sudah terangkai dalam ibadah dan kehidupan, maka itu adalah dalil yang dapat membenarkan keberkahan belajar di sebuah madrasah.
Kita setuju berkolaborasi membangun negeri lewat pendidikan kita bersinergi.