Bahasa adalah realitas yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tumbuh kembangnya manusia sebagai pengguna bahasa. Realitas bahasa dalam kehidupan ini semakin menambah kuatnya eksistensi manusia sebagai makhluk berbudaya dan beragama. Kekuatan eksistensi manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beragama ini dapat dilihat dengan kemampuannya memproduksi karya-karya besar baik berupa sains, teknologi, dan seni yang kesemuanya itu tidak terlepas dari peran-peran bahasa yang digunakan mereka. (Rahmaini, 2015:12).
Bahasa lahir dari adanya interaksi antar manusia dengan kesepakatan simbol. Simbol tercipta dengan sendirinya dari pengalaman manusia apakah itu dengan verbal, non verbal dain lainnya.
Ketika manusia berkembang, maka bahasa pun berkembang, ketika manusia bertambah banyak, maka ragam bahasa pun bertambah luas, begitu seterusnya. Sepertinya bahasa tidak akan berhenti sampai manusia itu sendiri berhenti, yakni berhenti tidak berinteraksi, berhenti tidak hidup lagi, alias mati.
Seiring dengan perkembangan manusia, bahasa tidak sekedar alat komunikasi dengan menggunakan simbol, tetapi simbol itu sendiri justru berkembang dari isyarat, lisan, tulisan, kode, sandi, dan lain sebagainya.
Bayangkan dengan sebuah gambar gunting atau cut, semua bisa terhapus, dengan gambar satu jari jempol berdiri tegak diiringi lipatan jari lainnya orang akan berbahagia.
Semua itu adalah perkembangan bahasa dalam kebudayaan yang lebih modern.
Kita setuju bahwa ternyata bahasa tidak berdiri sendiri, dipengaruhi oleh faktor lain, seperti teknologi, informasi, bahkan psikologi dan seni.
Pertama, teknologi yang memengaruhi bahasa dimulai dari ditemukannya morse, menjadi cikal bakal bahasa binari, lalu bahasa paskal, akhirnya komputer adalah nyata. Kini suara kita pun bisa bertransformasi menjadi bahasa tulis di layar komputer atau gadget, begitu juga sebaliknya bahasa tulis bisa bertransformasi menjadi bahasa lisan.
Kedua, informasi adalah satu sistem dimana pengumpulan data hari ini, terlebih masa lalu, dan mungkin saja yang akan datang dapat disimpan dalam big data. Dari sana bisa diolah menjadi apa yang kita inginkan. Teknologi Artificial Intelligence (AI) memberi kemudahan bahwa apa yang kita inginkan tinggal panggil dengan kata kunci atau simbol dari yang pernah ada selama ini. Bisa bisanya mantan Presiden Soeharto bicara fasih tentang hasil Pemilu hari ini, sungguh bahasa sebagai sistem informasi dengan mudah dimanipulasi lewat teknologi informasi.
Ketiga, psikologi kajian tentang bahasa tidak melulu untuk kepentingan bisnis, komunikasi massal, lebih dari itu bagaimana seorang tua memberi kehangatan pada istri dan anak adalah lewat bahasa. Psikologi memberikan petunjuk bahwa bahasa tubuh, raut wajah, sampai sorot mata sangat kompleks untuk dipahami bagi orang awam. Tetapi justru mereka telah melakukan dengan tidak sadar selama ini yakni sedikit bicara yang bersuara, tetapi keakraban selalu menjadi simbol komunikasi.
Keempat, seni dalam berbahasa adalah puncak kreativitas dari para ilmuan baik paralingustik maupun ilmuwan lainnya. Perdebatan yang ditayang dalam stasiun televisi adalah keterampilan olah kata membangun narasi sampai apologetik untuk sekedar tontonan agar berating tinggi. Memang ada makna dan pesan lain yang diusung, tetapi narasumber yang pandai berolah kata seni dalam berbahasa selalu mendapat panggung.
Modernitas bahasa hari ini memang tergerus oleh teknologi, informasi dan komunikasi apalagi ini ada dalam mata pelajaran formal di tingkat sekolah lanjutan.
Lebih jauh tentang bahasa, kita harus menyadari warisan budaya seperti pantun, gurindam, sajak, syair sampai puisi harus berhadapan dengan meme, quotes, vlog dan lain sebagainya.
Sepertinya teknologi lebih memihak pada yang memberi keuntungan finansial, sayangnya kita sendiri tidak tahu apakah harus memihak atau tidak dalam hal ini.
Sungguh bahasa kini ada di tengah-tengah prahara, Dr Rahmaini MPd dosen Bahasa Arab, yang juga doktor teknologi pendidikan sudah mengingatkan kita, bahwa kekuatan eksistensi manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beragama ini dapat dilihat dengan kemampuannya memproduksi karya-karya besar baik berupa sains, teknologi, dan seni, yang kesemuanya itu tidak terlepas dari peran-peran bahasa yang digunakan mereka.
Kini apakah kita ambil bagian atau tidak? Saya tidak mau ambil bagian, maka saya bukan bagian dari makhluk yang berbudaya dan beragama. Selanjutnya, terserah Anda.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.