Tujuan spiritualitas Islam adalah untuk memperoleh sifat-sifat ilahi (divine atributes) yang didorong oleh rasa cinta, dikondisikan dengan pengetahuan, dan dibina dengan kepatuhan yang dipraktikkan dalam keseharian dengan menyesuaikan kehidupan dengan hukum-hukum ilahi. (Iqbal Irham, 2016).
Manusia hidup dan kehidupan dilengkapi dengan apa yang disebut rasa, karsa dan cipta. Dengan rasa ia dapat memperoleh kelembutan makna hidup, dengan karsa seseorang mendapatkan kelengkapan berbagai kebutuhan untuk bertahan hidup, dan dengan cipta individu memperoleh keberhasilan yang dapat diwariskan.
Bagaimana rasa, karsa dan cipta dapat tumbuh dan berkembang, salah satunya lewat pendidikan, pelatihan dan juga pengendalian.
Tujuan spiritualitas Islam adalah untuk memperoleh sifat-sifat ilahi (divine atributes) yang didorong oleh rasa cinta, ini adalah cita idealnya kelembutan makna dalam kehidupan.
Bagaimana cara mencapainya bisa lewat pendidikan, untuk hal tersebut makanya dikondisikan dengan pengetahuan. Seseorang dapat diajarkan bagaimana ia mencapai tujuan spiritualitas dengan pendidikan, karena memang pendidikan itu terukur, dapat direncanakan, dapat dikembangkan, dan yang utama dapat dikendalikan.
Dalil yang dapat kita setujui adalah semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah orang mendapatkan spiritualitas dalam memperoleh sifat-sifat ilahi.
Dalam perjalanannya spiritualitas Islam tidak permanen, kadang kala mencapai titik keadaban terbaik, tetapi dapat saja terjun bebas menjadi orang paling hina dina.
Untuk itulah spiritualitas Islam setiap saat membutuhkan perlindungan, pembinaan, dan latihan secara terus menerus. Dalil yang kedua membawa kita untuk mengarahkan pikiran bahwa menjalani kehidupan perlu dibina dengan kepatuhan.
Apakah spiritualitas itu istilah yang sulit, jauh dari jangkauan orang awam, tentu tidak diharapkan demikian. Apapun yang kita lakukan harus menjadi bagian dari diskusi tentang spiritualitas Islam, inilah yang mendekatkan istilah menjadi kenyataan.
Kegiatan rutin dalam siklus harian dari bangun tidur sampai tidur lagi, adalah gejala yang memberikan warna spiritualitas ada di dalamnya. Maka spiritual itu akan benar-benar hadir bila dekat dengan kehidupan nyata. Maka dalil ketiga kita adalah spiritualitas Islam dipraktekkan dalam keseharian.
Seorang Doktor Iqbal, apakah ia mengumpulkan pengetahuan sendiri, atau mempraktikkan dalam kehidupan nyata, tetapi ia telah membuktikan bahwa spiritualitas Islam adalah kekuatan diri menyesuaikan kehidupan dengan hukum-hukum ilahi. Itulah kata kunci terakhir yang menjadi dalil penutupnya.
Boleh saja orang berkata atau bersikap sesuai dengan latar belakang profesinya, tetapi dengan dalil penutup tadi keyakinan semakin teguh, dan tanpa ragu Doktor Iqbal seakan menjadi dokter pada dirinya sendiri.
Lewat terapi spiritualitas Islam, ia tidak menikmatinya sendiri sebagai sebuah kebahagiaan, akan tetapi membagi lewat training atau paket pelatihan terus ia jalankan. Ini membuktikan spiritualitas Islam mengusung tema besar peradaban kita yakni khairunnas anfauhumlinnas.
Berbeda jalan tak mengapa untuk memperkaya khazanah, tetapi konsisten terhadap epistimologi rasa, karsa dan cipta itulah nilai yang luar biasa bagi seorang ilmuwan sejati.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.