wartagarudaonline-Banda Aceh | Jelang pelaksanaan Pilkada 2024 di tengah mulai memanasnya suhu politik, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama Forum Pemred (FP) Aceh gelar Focus Group Discussion (FGD) bertema, “Mencari Sosok Pemimpin Aceh yang Energik, Cerdas, dan Mengerti Akar Persoalan.”
Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin didampingi Ketua Forum Pemred (FP) Aceh, Ir H Nurdin Syam kepada wartawan mengatakan, kegiatan berlangsung di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Rabu 22 Mei 2024 mulai pukul 09.00 WIB sampai selesai.
“Dalam FGD ini, penyelenggara menggandeng tiga akademisi kawakan, guru besar di Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh, yakni Prof Dr Mukhlis Yunus SE MS, Prof Dr Husni Jalil SH MH, dan Prof Dr Ir Ahmad Humam Hamid, MA menjadi narasumber,” kata Nasir, Selasa (21/05/2024) di Banda Aceh.
Digelarnya kegiatan FGD didasari pemikiran bahwa pilkada serentak seluruh Indonesia yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024 mendatang, rakyat akan memilihi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.
Di Aceh, berbagai proses dan tahapan untuk itu terus dipersiapkan oleh penyelengara KIP dan lembaga pengawas. Begitu juga dengan partai politik semakin gencar menjaring dan menyaring bakal calon sesuai mekanisme partai. Bagi yang tidak mendapat dukungan partai politik, maju melalui jalur perseorangan atau independen.
Ketua PWI Aceh itu menuturkan, di politik Aceh ada dinamisasi terhadap munculnya figur-figur yang akan masuk bursa kontestasi Pilkada Aceh 2024.
Pasalnya, sambungnya, perkembangan sementara dari pembicaraan di ranah publik nama-nama yang muncul justru tokoh-tokoh sudah pernah menikmati empuknya kekuasaan di semua tingkatan atau tokoh-tokoh yang sudah pernah maju tapi gagal dan kini maju lagi.
Bahkan, katanya, sempat muncul penilaian, Aceh itu seperti krisis kader pemimpin. Kalau pun banyak yang mendaftar sebagai bacalon kepala daerah ditingkat provinsi, lebih suka pada posisi ban serap, termasuk kader-kader dari partai politik nasional.
“Fenomena ini perlu disikapi, apakah karena tidak percaya diri atau sudah bisa membaca sumbu politik ke depan dipegang oleh siapa, sehingga mengambil posisi aman, meski rakyat mengharap langkah berbeda,” ujarnya
Lebih lanjut dikatakannya, fenomena lain yang muncul adalah banyaknya pendatang baru umumnya yang masih muda dan energik seperti tak mampu melawan tokoh tua yang kembali naik panggung.
Perlu juga dicari tahu, apakah yang muda dan potensial itu takut dengan senior atau ada hambatan lainnya sehingga terkesan paling sulit membangun pencitraan.
Yang tidak kalah menariknya, sejumlah media massa masih menempatkan orang-orang atau tokoh yang ‘itu-itu saja' sebagai kandidat pemimpin di Aceh, baik melalui iklan atau wawancara eksklusif yang kesannya menggiring.
Meski belum ada survei betapa tinggi pengaruh media untuk menggiring tokoh-tokoh tua kembali ke panggung politik, tetapi kita berharap media tidak hanya mencari keuntungan semata, tanpa peduli terhadap dampak yang ditimbulkan apabila ‘pilihan media' ternyata berbeda dengan pilihan rakyat.
“Berbagai fenomena itulah, kami dari PWI dan Forum Pemred yang ada di Aceh coba untuk membawa semua dinamika di lapangan ke FGD,” papar Nasir.
Diharapkan, FGD yang dipandu Ketua Forum Pemred Aceh, Nurdin Syam yang juga Pemred AcehHerald.com tersebut, akan muncul berbagai rekomendasi, misalnya tentang kriteria bakal calon, pendidikan, moral, kemampuan pemetaan masalah dan action pada solusi.
Juga kemampuan finansial (bukan sosok pencari kerja), mengerti Aceh dan akar persoalan yang dihadapi daerah ini, pro syariat, dan lainnya. Semua yang berkembang dalam FGD akan dirangkum menjadi rekomendasi (dokumen publik) yang jadi pedoman bagi masyarakat untuk menentukan pilihan.
“Yang lebih penting lagi FGD ini mampu melahirkan pemikiran cerdas rakyat sehingga tidak melakukan kesalahan di panggung pilkada yang berakibat Aceh bisa kembali pada kondisi yang tidak sesuai dengan harapan rakyat,” tandas Ketua PWI Aceh.
Peserta FGD ini terdiri para Pemimpin Redaksi/Wartawan Lintas Media, para Ketua BEM Universitas, dan perwakilan LSM.
“Bukankah mengarahkan orang untuk menjadi cerdas dan berani menyampaikan ide-ide cerdas—termasuk bersikap—menjadi salah satu tanggung jawab pers dan para akademisi,” demikian Ketua PWI Aceh. (her)
Tks Foto