Tafsir Al Qur`an adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat sehingga apa yang dicerna atau diperoleh oleh seorang penafsir dari al Qur`an bertingkat-tingkat pula. Kecenderungan manusia juga berbeda-beda sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan Ilahi dapat berbeda antara yang satu dan yang lain. Keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial, dan perkembangan ilmu, juga mempengaruhi pengaruh yang tidak kecil dalam menangkap pesan-pesan al-Qur`an. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecenderungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. (M.Quraish Shihab, 2011:xix).
Semua manusia ingin belajar tentang kehidupan, tetapi sebagian diantara mereka yang mendapatkan kesempatan formal belajar dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Sebagian mereka yang menyelesaikan studinya di perguruan tinggi hanya sebagian yang memiliki fokus terhadap pelajaran Al Qur`an atau tafsir.
Mempelajari tafsir ini ada sebagian hanya sekedar mempelajari, mengetahui dan menjadi konsumsi pribadi untuk dijadikan landasan dalam beramal dan beribadah.
Kemampuan manusia yang hanya segelintir dari mereka di atas, adalah orang-orang terpilih yang memiliki kesempatan untuk mengerti atas penjelasan maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia.
Makanya kemampuan yang didasarkan atas pendidikan formal pun menjadi bagian dari bagaimana seseorang memaknai pesan-pesan dari Al Qur`an. Makanya benar bila dikatakan kemampuan itu bertingkat-tingkat sehingga apa yang dicerna atau diperoleh oleh seorang penafsir dari al Qur`an bertingkat-tingkat pula.
Situasi masyarakat, apakah itu sosial, politik maupun kehidupan pendidikan tentu menjadi latar belakang yang sangat signifikan bagaimana orang bersikap, bertindak dan menginginkan sesuatu.
Keinginan terhadap nilai-nilai Al Qur`an agar dapat menjadi bagian dari kehidupannya tentu tidak terlepas dari situasi di maksud, dengan inilah maka kecenderungan manusia juga berbeda-beda sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan Ilahi dapat berbeda antara yang satu dan yang lain.
Waktu yang panjang, tempat yang berbeda bagi seorang ahli tafsir bukanlah hal yang sulit, tetapi justru bagaimana memaknai perubahan sosial dari masa ke masa, perbedaan masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Dengan pemaknaan tersebut maka M.Quraish Shihab secara jujur menyampaikan bahwa; keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial, dan perkembangan ilmu, juga mempengaruhi pengaruh yang tidak kecil dalam menangkap pesan-pesan al-Qur`an.
Sebagai seorang ahli tafsir maka belajar sampai perguruan tinggi atau pendidikan formal terakhir, berpindah atau hijrah dari Indonesia sampai ke Timur Tengah itu bulanlah hal mudah. Tetapi demi ilmu pengetahuan untuk memaknai pesan ayat-ayat Ilahi, maka M.Quraish Shihab telah menjalani perjalanan panjang ini.
Tafsir Al Misbah yang ditulis bukanlah dalam waktu singkat, dan bukan rekaman dari satu situasi sosial, akan tetapi refleksi sepanjang karier hidupnya. Namun ia lebih percaya bahwa nilai-nilai Al Qur`an untuk solusi kehidupan masyarakat hari ini itu lebih penting dari apa yang ia alami selama ini. Benarlah bila dikatakan bahwa tafsir itu harus mengandung Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur`an.
Pada titik akhir dari kejujuran seorang penafsir maka Tafsir Al Misbah, memang sebuah karya monumental, persembahan bukan untuk pribadi penulis, apalagi sekedar untuk karya ilmiah, atau karya akademis semata. Lebih dari itu adalah sebagai sebuah keagungan firman Allah yang dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecenderungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu.
Karya tafsir ini tentu bukan berhenti sampai pada 30 juz, akan tetapi memberi inspirasi untuk ilmuan hari ini, di manapun berada untuk negeri.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.