Universitas Indonesia tidak berdiri dalam suatu vakum sosial, melainkan merupakan bagian integral daripada masyarakat Indonesia. Karena itu segala kegiatan yang kita lakukan di Universitas Indonesia harus ada relevansinya bagi kehidupan rakyat, bangsa dan negara. Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah institusionalisasi dan profesionalisasi melalui transpolitisasi. (Susanto,1986:11).
Perguruan tinggi adalah tempat menimba ilmu pengetahuan, mencetak sarjana, magister dan doktor, bahkan berkumpulnya para ilmuan dari berbagai disiplin ilmu. Ilmu pengetahuan yang ditimba tidak ada habis-habisnya, semakin ditimba semakin banyak isinya.
Begitu juga dengan sarjana semakin banyak diterima mahasiswa semakin banyak pula alumni yang lahir dari perguruan tinggi. Tetapi ada yang sedikit unik semakin ragam keilmuan para penghuni perguruan tinggi tidak ada kedengaran mereka berkelahi, justru saling berbagi dan kolaborasi untuk membangun perguruan tinggi.
Ilmu pengetahuan yang ada di perguruan tinggi ternyata bukan murni diproduksi di areal kampus semata apakah itu di laboratorium, ruang micro teaching, ruang yudicium atau mimbar persidangan.
Semua bahan ilmu pengetahuan adalah diperoleh dari masyarakat di luar kampus, dari hutan, dari sungai, dari rakyat, bahkan dari dalam bumi sampai dari langit.
Jadi jelas bila mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memberi penegasan bahwa Universitas Indonesia tidak berdiri dalam suatu vakum sosial, melainkan merupakan bagian integral daripada masyarakat Indonesia. Artinya juga tidak boleh lupa masyarakat ada di belakang Universitas baik itu mendanai lewat pajak, maupun mensupport lewat doa.
Indikator dari perguruan tinggi terus berkembang, progresif, bila dulu diukur dari jumlah koleksi buku di perpustakaan, kemudian banyaknya ilmuwan atau guru besar, kini seberapa banyak jurnal hasil penelitian.
Bahkan perguruan tinggi paling akhir dilihat dari kemampuan menciptakan enterprenuer atau lapangan star up yang sesuai dengan tuntutan zaman. Apapun itu yang pasti input perguruan tinggi aras utama adalah mahasiswa, maka luarannya adalah sarjana, magister dan doktor. Kualitas dari alumni sarjana dari berbagai disiplin ilmu, magister dari berbagai keahlian, atau doktor untuk beberapa spesialis adalah penting.
Artinya administrasi perguruan tinggi tidak boleh melupakan sisi kemanusiaan bahwa yang menjadi core bisnisnya adalah Sumber Daya Manusia. Kita diingatkan sekali lagi bahwa; karena itu segala kegiatan yang kita lakukan di Universitas Indonesia harus ada relevansinya bagi kehidupan rakyat, bangsa dan negara.
Tetapi ingat…jangan gegara akreditasi mahasiswa tidak mendapatkan haknya mendapatkan ilmu pengetahuan yang menjadi tujuan utama kuliah di perguruan tinggi.
Bila seseorang berpendapat selalu didasarkan pada posisi, dan kepentingan tertentu, ini memang politis. Namun dalam ilmu pengetahuan apapun yang akan dilakukan ada normatif yang harus dipatuhi, sebagai rambu-rambu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang hakiki. Makanya di perguruan tinggi siapapun atau apapun disiplin spesialis keilmuannya tidak pernah berbenturan.
Kita yakinkan sekali lagi semakin ragam keilmuan para penghuni perguruan tinggi tidak ada kedengaran mereka berkelahi, kalaupun ada itu berarti dia telah terjerumus pada politisasi perguruan tinggi.
Sejarah dunia, sejarah perguruan tinggi dan sejarah Universitas Indonesia telah banyak memberikan pelajaran bagi kita semua. Mungkin peristiwa Malari, lahirnya Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Birokrasi Kehidupan Kampus (BKK) adalah hal penting.
Untuk inilah Nugroho Notosusanto memberikan satu penegasan bahwa; salah satu kebijakan yang dilakukan adalah institusionalisasi dan profesionalisasi melalui transpolitisasi.
Bila ini dapat dilakukan dengan baik, maka perbedaan pandangan baik itu antar civitas akademika, atau perguruan tinggi dengan masyarakat, bangsa dan negara, maka justru saling berbagi dan kolaborasi untuk membangun perguruan tinggi.
Siapapun yang kini sedang ada di perguruan tinggi bersyukurlah masih bisa menikmati pendidikan paling tinggi. Tidak elok rasanya mengkritisi perguruan tinggi, mengenyahkan mahasiswa apalagi mengelabui mereka dengan mimpi-mimpi yang bertentangan dengan rakyat yang ada di belakangnya.
Ingat…doa para orang tua mahasiswa selalu memberi keberkahan tentang visi perguruan tinggi, tetapi awas…amarah orang tua bisa menghantui siapapun yang ingin coba-coba mempolitisi misi perguruan tinggi.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.