Upaya untuk memperluas makna, isyarat, kandungan, maksud dan tujuan ayat-ayat Al-Qur'an tentu saja tidak dapat dilakukan hanya menggunakan satu pendekatan disiplin keilmuan semata, akan tetapi memerlukan berbagai pendekatan keilmuan dan metode yang bervariasi bekerja secara kolaboratif baik dalam konteks intrapersonal kolaborasi akademik (intrapersonal academic collaboration) maupun dalam konteks interpersonal kolaborasi akademik (interpersonal academic collaboration). Tafsir al-Wasi' dipandang perlu untuk dikembangkan, paling tidak ada enam alasan. Pertama: supaya ada alternatif tafsir, Kedua: memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tafsir harus berkembang berdasarkan realitas sosial terkini, Ketiga: menggali secara maksimal ide-ide sociosaintificos. Keempat: membumikan atau mengkonkretisasi ayat-ayat Al-Qur'an. Kelima: menghindarkan munculnya pemahaman yang kaku dan sempit. Keenam: memunculkan keberanian akademik untuk keluar dari otorit. (Yamamah, 2021:20).
Sebuah naskah yang telah lahir sejak 14 abad yang lalu, menimbulkan kehebohan di kelas yang kecil ketika seorang anak mempertahankan pendapatnya dan mempertanyakan, apakah Al Qur`an masih relevan untuk perkembangan teknologi hari ini?
Teman-teman anak tersebut tercengang, dan takut guru agama akan marah dengan pertanyaan tersebut, padahal di hati kecil sebagian mereka justru hal tersebut mewakili dari kegundahan yang selama ini mereka rasakan.
Namun apa yang terjadi setelahnya, anak tersebut dibiarkan dengan masalah besar yang dihadapinya, sementara anak lain justru ditenangkan oleh guru agama dengan cara yang unik.
Guru agama memulai satu pendekatan yang berbeda pada hari itu, dengan mengajar mengeluarkan telepon selulernya berkoneksi langsung pada layar in fokus, apa saja yang diklik maka akan akan tampak oleh seluruh anak di kelas.
Tibalah guru mengklik satu aplikasi baca Al Qur`an, sampai e-wakaf, menggunakan telepon selular, dan lain lainnya banyak lagi fitur yang dikenalkan.
Semua anak dilibatkan dalam aplikasi yang sebagian interaktif, anak yang bertanya tadi diberi kesempatan pertama, hasilnya wah dan menyenangkan, tetapi penuh tantangan, akhirnya pembelajaran melibatkan semua, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Setelah pembelajaran selesai, guru menyapa siswa yang bertanya tadi, dan memberi apresiasi atas keberanian mengungkap isi hatinya. Dan hasilnya memang sama-sama disadari bahwa Al qur`an hari ini memang perlu dipertanyakan apakah masih relevan dengan kehidupan saat ini.
Guru pun di ruang yang kecil terus termenung, mengkaji dan menelaah lebih jauh bagaimana memahami Al qur`an dalam tafsir sejarah, tafsir hari ini, dan tafsir masa depan, apakah cukup dijawab dengan teknologi atau gadget, atau telepon seluler saja.
Sejarah ilmu tafsir sangat kental dengan kehadiran seorang ahli mufassir sekaligus membawa satu perspektif berbeda tentang seluruh isi ayat Al qur`an. Bukan saja latar belakang para mufassir, situasi budaya pada saat dilakukan penafsiran, tetapi tuntutan apa yang akan dituju semuanya termuat dari model, dan gaya penafsiran.
Bila hari ini memang berbeda, seorang guru besar Profesor Ansari Yamamah, yang mencoba hal berbeda dari para mufassir sebelumnya tentu dapat dijadikan satu jawaban dari kegundahan guru disudut sekolah tadi.
Menurut beliau tegas bahwa; upaya untuk memperluas makna, isyarat, kandungan, maksud dan tujuan ayat-ayat Al-Qur'an tentu saja tidak dapat dilakukan hanya menggunakan satu pendekatan disiplin keilmuan semata, akan tetapi memerlukan berbagai pendekatan keilmuan dan metode yang bervariasi bekerja secara kolaboratif baik dalam konteks intrapersonal kolaborasi akademik.
Kita menyadari bahwa kolaborasi dimaksud bukan hanya para mufassir dengan ahli bahasa arab, bukan hanya kerjasama antara ahli agama dengan ahli sejarah, lebih dari itu adalah ahli Al Qur`an dengan ahli teknologi dan ahli pendidikan dan anak untuk masa depan.
Kolaborasi yang digaungkan oleh seorang Ansari Yamamah yang berdasarkan dari enam masalah umat merupakan jawaban penting untuk perkembangan tafsir hari ini.
Sungguh seorang Ansari Yamamah tidak hanya bergulat didalam satu disiplin keilmuannya, tetapi ia gelisah akan kealpaan tentang kemapanan tafsir selama ini, dan ia sendiri mencoba menjadikan Al Wasi` sebagai tawaran untuk solusi.
Kita setuju “Dengan kolaborasi kita bangun negeri, lewat pendidikan kita bersinergi”.